Rabu, 11 September 2013

ANTARA PENGOBATAN ALTERNATIF, OBAT HERBAL DAN TINDAKAN MEDIS

Tulisan ini tak hendak untuk men-discredit-kan atau men-justice sesuatu ataupun seseorang, ini hanyalah apa yang aku alami, aku pikirkan dan aku rasakan. Sebagai seorang muslim wajib hukumnya untuk berikhtiar. Rasulullah Shollallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda bahwa Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya. Dan setiap penyakit ada obatnya, jika suatu obat itu tepat untuk suatu penyakit, maka penyakit itu akan sembuh dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Lalu dengan cara apa dan kemana kita berobat? Hal terpenting adalah mencari obat atau pengobatan tidak dilakukan dengan barang haram dan tidak mengandung kesyirikan. Rasulullah Shollallaahu 'Alaihi Wasallam juga telah bersabda bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak menjadikan kesembuhan penyakit pada apa-apa yang diharamkan.

          PENGOBATAN ALTERNATIF
Saat sakit banyak sekali teman-teman maupun saudara-saudara yang menyarankan untuk berobat ini-itu, kesana-kemari. Untuk mengambil pengobatan alternatif, hal pertama yang harus ditanyakan adalah: siapa pengobatnya dan bagaimana cara pengobatannya. Jika tidak sesuai dengan syari'ah maka jangan diikuti seperti memindahkan penyakit ke media lain, dibedah oleh makhluk yang kasat mata (ini ada di daerah tempatku tinggal). Orang kadang tidak sabar, ingin cepat sembuh, sehingga tidak menggunakan pemikiran yang panjang untuk berobat. Na'udzubillaahi mindzalik.

Pengobatan alternatif yang pernah aku lakukan adalah terapi warming yaitu pemanasan dengan suhu tertentu di titik-titik simpul syaraf dengan tujuan melancarkan peredaran darah. Pernah juga dengan accupressur atau semacam pijat refleksi. Pemijatan atau penekanan dilakukan di titik-titik simpul syaraf di kaki, tangan, wajah dan punggung. Tiap paketnya sampai puluhan kali. Heem......lumayan juga.....sakitnya.

Kemudian aku berobat dengan menggunakan terapi sholat tahajud, dilengkapi dengan senam-senam dan dzikir. Menurut pemahamanku metode itu adalah memacu tubuh kita untuk memproduksi zat-zat pelawan penyakit (imunitas). Di dalam tubuh kita zat-zat itu telah tersedia, sebagai bekal dan karunia dari Allah Ta'ala, hanya saja perlu dirangsang agar optimal manfaatnya. Dengan begitu, diharapkan tubuh mampu 'menyembuhkan dirinya sendiri', melalui sarana ibadah. Dari metode ini, hal mendasar yang aku dapatkan adalah penguatan batin dan peneguhan iman. Aku memang tidak pernah meragukan bahwa tahajjud mempunyai banyak fadhilah. Baik secara rohani maupun secara jasmani.

Yang beda dari yang biasa aku lakukan adalah jumlah roka'at dan lamanya. Metode terapi ini adalah dengan sholat tahajud 2 rokaat, yang mana tiap gerakannya lama, berdiri lama, rukuk lama, sujud lama, dst, semuanya lama dengan doa dan bacaan yang panjang. Sehingga untuk sholat 2 roka'at itu bisa sampai 2 atau 3 jam. Hal ini dimaksudkan agar tubuh punya kesempatan cukup untuk mengambil manfaat dari setiap gerakan. Selain itu tentu lebih banyak munajat yang bisa disampaikan.

Hampir satu tahun aku menjalani terapi itu. tapi mungkin karena penyakitnya ganas dan penyebarannya jauh lebih cepat dibandingkan kesanggupan tubuh untuk menyembuhkannya, maka kupikir metode itu tidak bisa berdiri sendiri, harus disempurnakan dengan ikhtiar lain. Disamping itu, menurutku, metode ini efektif untuk pasien yang fisiknya cukup kuat. Jika kondisi fisik tidak cukup kuat untuk itu, maka metode ini perlu disesuaikan dalam jumlah roka'at dan lamanya, yang penting tetep sholat. Wallaahu'alam.

          HERBAL
Obat herbal sering dipromosikan besar-besaran, dengan testimoninya yang menakjubkan. Akupun pernah mencoba segala macam jenisnya. Mulai dari herbal Timur Tengah seperti habbatussauda', madu, air zamzam, kurma ajwa, dll. Kemudian dengan herbal nusantara seperti kunyit putih, daun sirsat, daun sirih merah, kulit manggis, sarang semut, dll. Tak ketinggalan pula herbal cina yang begitu heboh dipromosikan di media, dengan sinshe-nya yang katanya asli dari Tiongkok, dan tidak bisa bahasa Indonesia, jadi pake penterjemah deh......
    
Ketika berobat dengan herbal sangat banyak pantangannya. Lemak, protein dan karbohidrat tidak boleh dikonsumsi. Makanan pedas, manis, dingin, digoreng, dibakar dan masih banyak lagi yang tidak boleh dikonsumsi. Kenapa? Menurut pemikiranku, obat herbal itu jika kita konsumsi maka 'kekuatannya untuk mempengaruhi tubuh' sama besar dengan pengaruh makanan dan minuman yang kita konsumsi. Jadi agar pengaruh obat herbalnya kelihatan, maka 'saingannya' yaitu makanan atau minuman kita harus diminimalkan. Itulah kenapa dibuat daftar pantangan yang sangat banyak.

Hal lainnya yang mungkin kurang maksimal adalah tidak dilakukannya 'observasi awal' yang comprehensive sebelum dilakukan pengobatan, padahal itu yang sangat penting, untuk menentukan kadar dan jenis obatnya. Untuk satu nama penyakit saja, ternyata jenisnya sangat banyak, otomatis penanganannya tidak akan sama. Pengobat herbal atau alternatif jarang menggunakan data seperti itu. Mereka hanya melihat dan mendengar dari kita, gejalanya saja. Padahal ada penyakit yang tidak sama tetapi gejalanya sama atau hampir sama. Pernah aku ke pengobat alternatif dengan membawa semua rekam medis, dia malah bilang nggak usah dilihat itu, ngomong saja apa yang anda rasakan, wow....

Selain itu pengobatan herbal dan alternatif tidak punya 'progress' yang jelas. Perkembangan baik ataupun perkembangan buruknya tidak terpantau dengan baik. Tidak ada parameter yang dipakai secara khusus. Kadang pasien 'merasa sembuh' tapi sebenarnya hanya 'tidak merasakan sakit'. Dua hal yang sangat berbeda antar sembuh dan tidak merasakan sakit. Jika sembuh ya penyakitnya hilang dan pasti rasa sakitnya juga hilang. Tapi kalau sekedar tidak merasakan sakit, bisa jadi memang sudah sembuh, bisa juga penyakitnya masih ada tapi syaraf perasanya melemah akibat adanya zat penahan rasa sakit, atau karena sugesti yang tinggi.

Untuk bisa sembuh dengan herbal atau alternatif juga memerlukan waktu yang lama dan butuh ketelatenan. Kenapa begitu? biasanya obat herbal memakai 'dosis' atau takaran yang kurang pasti. Misalnya segenggam daun A. Bukankah genggaman tiap orang beda? Kalaulah jumlahnya sama, bagaimana dengan kandungannya? Pohon A yang ditanam di daerah X dan yang ditanam di daerah Y dengan lingkungan dan komposisi yang tidak mungkin sama persis, dengan perawatan yang mungkin berbeda, tentu zat yang dikandung juga akan berbeda. Padahal dosis sangat diperlukan untuk efektifitas penyembuhan.

Dengan komposisi originalnya yang masih sangat 'complex' (satu jenis tanaman masih mengandung berbagai jenis zat, belum diextract per zat) itu juga satu hal yang kurang effective, bahkan bisa merugikan. Walaupun begitu bukan berarti tidak ada keunggulannya. Obat herbal yang natural, termasuk 'aman' tanpa efek samping yang memberatkan. Untuk menjaga stamina, meningkatkan daya tahan tubuh, memperbaiki metabolisme, dan mengoptimalkan kerja organ-organ tubuh, obat-obatan herbal bisa diandalkan. Bukankah nenek moyang kita dulu mengandalkan obat-obatan herbal untuk menjaga kesehatannya. Wallaahu'alam

          MEDIS
Jika kita bicara medis, tentu tidak akan terlepas dari dokter, rumahsakit dan segala macam alat-alat dan obat-obatannya. Keunggulannya medis apa?

Tiap kali ke dokter pasti mereka minta data medis yang lengkap, gejala-gejala yang dirasakan, pantauan secara fisik, dsb. Observasi awal pasti dilakukan untuk mendiagnosis penyakit, memastikan penyakitnya, kemudian menentukan tindakan. Salah diagnosis? mungkin juga, jika dokternya dulu waktu masuk sekolah kedokteran nggak lolos, terus bayar ratusan juta jadi lolos, hehehe..... itu yang kita khawatirkan melihat fenomena sistem pendidikan di negeri kita saat ini.....Wallaahu'alam.

Kemudian progress-nya ada, parameter-parameter yang dipakai jelas. Dosis obatnya berdasar research dan experiment, komposisi obatnya juga sudah disesuaikan dengan kebutuhan. Jika sakitnya ringan ya obatnya ringan, kalau sakitnya berat ya obatnya keras. Banyak juga obat-obatan medis yang awalnya memang zat yang diambil dari tumbuhan, kemudian diextract, diteliti dengan percobaan-percobaan, setelah lolos uji maka dibuat sintetisnya agar bisa diproduksi secara masal.

Terus apakah tidak ada sisi buruknya? Pastilah ada. Sinar X, sinar Gamma atau apa namanya yang dipakai untuk radioterapi punya manfaat bisa membunuh sel kanker tapi juga bisa memicu tumbuhnya sel kanker. Itulah kenapa radioterapi ada batas maksimalnya, dan dari satu paket ke paket yang lain ada jeda waktu yang cukup.

Yang sering membuat para pasien kanker ketakutan adalah kemoterapi. Obat-obatan kemo memang sangat keras, itu diperlukan karena memang penyakitnya yang ganas. Karena saking kerasnya, maka side effect-nya juga tidak ringan, walaupun berbeda-beda keadaannya untuk tiap individu. Misalnya pasien A mengalami diare setelah kemo, tapi pasien B malah tidak bisa BAB. Ada pasien yang mungkin karena staminanya sangat bagus, sehingga enak saja dia dikemo, hanya rambutnya saja yang rontok, sementara pasien yang lain susah-payah.

Apalagi yang namanya obat itu tidak bisa milih, mana sel abnormal dan mana sel normal. Sel kanker dan sel-sel lain semuanya dihantam. Itulah kenapa begitu selesai kemo, badan rasanya tidak karu-karuan. Penyakit lama atau bawaan biasanya muncul semua. Yang sebelumnya punya asma, langsung kambuh sesaknya, yang sebelumnya punya sakit maag akan semakin parah, yang punya keturunan DM, langsung tinggi gula darahnya. Organ tubuh yang paling banyak terkena imbas adalah hati, ginjal, jantung, dan lambung. Syaraf juga termasuk. Rambut rontok hampir pasti, sel darah putih anjlok, tidak bisa dihindari. Jika leukositnya masih bisa dinaikkan dengan banyak mengkonsumsi putih telur, sari ikan gabus, daging dll, itu bagus. Tapi jika tidak bisa, maka harus disuntik dengan leucogen. Suntikan yang menyakitkan dan membuat badan panas dingin setelahnya, astaghfirullaah. Malah kalau terlalu rendah leukositnya, harus masuk ruang isolasi agar tidak terinfeksi kuman, karena tidak punya pertahanan tubuh, subhanallah. Untuk itu dokter biasanya meminta pasiennya untuk sebanyak-banyaknya makan agar regenerasi sel yang terkena imbasnya kemo bisa cepat. Juga agar tubuh kuat lagi untuk menerima gempuran obat kemo selanjutnya. Segala makanan dan minuman bergizi boleh, malah harus dikonsumsi. Masalahnya adalah bisa nggak makan banyak? Itulah dia, biasanya sulit, karena setelah kemo tidak ada nafsu makan, seluruh rongga mulut meradang, mual, bahkan muntah-muntah....ya... lebih parah dikitlah daripada orang ngidam.

Pengobatan dengan kemo, berdasarkan pengalamanku, juga mempunyai satu titik dimana ketika kondisi tubuh menurun, maka 'kemampuannya menyembuhkan hampir sama dengan kemampuannya merusak'. Jika sampai pada level seperti itu, maka perlu evaluasi ulang. Untungnya obat kemo banyak macamnya, bisa dicari alternatif yang lebih aman atau bisa juga devided doses.

          PILIHAN
Lalu mana yang harus dipilih? Kalau boleh milih pasti akan milih untuk tidak sakit, jadi tidak perlu obat...... Namun jika terpaksa harus memilih, maka:

1. Pastikan dulu nama dan jenis penyakitnya. Penyakit ini timbul karena apa. Apakah karena disfungsi organ atau ada sesuatu yang mengintervensinya. Ini tentu perlu pemeriksaan medis, tidak bisa dikira-kira.

2. Perlu tahu juga seberapa berat atau ganas penyakitnya. Jika ringan, hanya stamina yang turun, atau daya tahan tubuh yang rendah, atau metabolisme yang kurang sempurna, atau kerja organ tubuh yang kurang optimal, mungkin pengobatan alternatif dan herbal masih bisa dipilih, medispun juga bisa diambil. Namun jika penyakitnya berat atau ganas, maka perawatan medis mungkin lebih tepat. Kan hanya mereka yang punya unit gawat darurat, pengobat alternatif dan herbal nggak punya.......... Maksud saya tenaga medis dan paramedis dengan peralatannya bisa melakukan tindakan yang lebih cepat.

3. Jika bisa dikombinasikan ketiga jenis pengobatan tersebut, tentu akan lebih baik. Alternatif yang berbasis spiritual akan menguatkan mental religi, medis yang berbasis research dan experiment untuk melawan penyakit sebagai pengobatan utama, dan herbal sebagai penunjang untuk memperbaiki dan menguatkan organ-organ tubuh, serta memulihkan stamina

4. Yang terakhir adalah tengok ada berapa digit angka di rekening kita. Kalau banyak digitnya, ya bisa leluasa memilih, namun jika tidak, maka pilih yang cepat dan tepat. Menurut pengalamanku ketiganya hampir sama, not cheap. Bukan materialis tapi itu salah satu sarana penunjang yang penting juga. Don't worry, Insya Allah selalu ada jalan. Aku sangat menghargai program pemerintah dengan Jamkesmas dan Jamkesdanya, bener-bener sangat banyak yang membutuhkannya. Mudah-mudahan pelaksanaannya kedepan bisa lebih tertib, adil dan merata.

Paparan diatas hanyalah dari satu sisi kita sebagai makhluk yang berakal, yang dituntut untuk berpikir, menganalisa dan mengambil kesimpulan dari suatu kejadian. Aku hanya berpikir bahwa Allah Subhanahu Wa Ta;ala mengilhamkan ilmu kepada manusia tentunya agar manusia bisa mengambil manfaatnya. Ilmu apapun itu, baik yang tradisional maupun yang modern, yang otodidak maupun yang fakultatif. Tinggal kita memilih mana yang sesuai dengan kebutuhan kita. Bukankah Allah mengatur kehidupan di dunia ini dengan satu hukum yang namanya sunnatullah. Jika mau kenyang ya makan, jika mau dapat uang ya usaha, jika mau sembuh ya berobat, dst.

Sementara disisi lain sebagai hamba yang beriman, Insya Allah,  aku yakin Allah bisa mendatangkan kesembuhan lewat apa saja. Hanya sebiji kurma, atau selembar daun, atau seteguk air, atau bahkan tanpa sarana materi apapun. Tiap-tiap orang diberi jalan yang berbeda-beda untuk bisa sembuh, tapi kita wajib untuk menyempurnakan ikhtiar. 


 إِنَّمَآ أَمۡرُهُ ۥۤ إِذَآ أَرَادَ شَيۡـًٔا أَن يَقُولَ لَهُ ۥ كُن فَيَكُونُ
   

Related post:

TERAPI HOLISTIK PSIKONEUROIMUNOLOGI TAHAJJUD (bagian 1)
TERAPI HOLISTIK PSIKONEUROIMUNOLOGI TAHAJJUD (BAGIAN 2)
















Jumat, 06 September 2013

AL-MAUT, HOW SCARY IT?

Al-Maut (kematian). Betapa seringnya kita mendengar kata itu, dan betapa seringnya pula kita melihat kejadiannya. Ketika mendengar, membicarakan, atau mengetahui kejadiannya, hati terasa bergetar. Karena al-maut adalah masalah gaib yang sangat sedikit kita ketahui. Belum ada orang yang 'berpengalaman' yang memberi testimoni. Yang kita tahu dan kita yakini hanyalah it will surely come, someday. Kadang dia datang 'dengan permisi' terlebih dahulu, tapi tak jarang dia datang dengan 'tiba-tiba tanpa diundang'.

Sebagaimana menerima tamu, jika tamunya memberi kabar dulu tentu sang tuan rumah bisa bersiap-siap. Membersihkan diri dulu, berpakaian yang baik, menyiapkan hidangan, menata rumah, dan juga membereskan pekerjaannya sehingga bisa menemui tamunya dalam keadaan yang baik dan tanpa beban. Namun jika tamunya datang tanpa memberi kabar, ada 2 kemungkinan. Yang pertama, sang tuan rumah memang selalu siap kapanpun tamunya datang. Yang kedua, sang tuan rumah belum siap menerima tamu. Kita termasuk yang mana? hanya diri kita yang tahu. Alangkah indahnya jika kita dipanggil Allah seperti ini:
   
      

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Robbmu dengan hati yang ridlo dan diridloi, maka masuklah kedalam barisan hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS. Al-Fajr: 27-30)

Kematian memang bukan akhir dari segalanya, tapi justru ia adalah awal dan pintu pembuka untuk kehidupan selanjutnya, kehidupan akhirot, kehidupan panjang yang tidak akan ada al-maut lagi. Ada alam barzah, ada peniupan sangkakala, ada hari kebangkitan, ada padang makhsyar, ada hisab, ada pembagian catatan amal, ada mizan, ada shiroth. Subhanallah, Allaahu Akbar. Setiap tahapan itu harus kita jalani sendirian, tidak akan ada lagi orang yang membantu, tidak akan ada lagi teman yang menolong, tidak akan ada lagi keluarga yang menemani.

                            
                                         
         
                      
                                   
                                                                    
Dan apabila suara yang memekakkan telinga (tiupan sangkakala), pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya. Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira, dan ada pula pada hari itu wajah-wajah yang berdebu dan tertutup kegelapan, yaitu orang-orang kafir lagi durhaka. (QS. 'Abasa: 33-42)

Takut? Itu perlu. Jika takut lapar kita akan berusaha cari makanan, jika takut gelap kita akan cari lampu, jika takut mati kita akan cari bekal agar kematian menjadi hal yang 'membahagiakan'. Orang bilang nggak ada yang nggak takut mati. Para shahabat Nabi dan orang-orang sholeh sering menangis dan bahkan pingsan jika membaca ayat-ayat tentang kiamat, tentang adzab, dsb. Mungkin bukan kematiannya yang menakutkan tapi kehidupan setelahnya yang membuat khawatir.

Aku? sama dengan kebanyakan orang. Ketika sakit keras, rasa takut itu semakin besar. Walaupun sebenarnya penyakit itu 'tidak mendekatkan' dan 'tidak pula menjauhkan' seseorang dari kematian. Karena yang menjadi tolok ukur kematian adalah datangnya ajal yang telah ditetapkan oleh Allah. Jika datang ajalnya, maka dalam keadaan sehat ataupun sakit, siap ataupun tidak siap, muda ataupun tua, seseorang pasti akan meninggal.
                   
Dan setiap ummat mempunyai ajal, apabila datang ajalnya, maka tidak dapat dimundurkan sesaatpun, dan tidak pula dapat dimajukan. (QS. Al-A"roof: 34)
                          
Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila telah datang ajalnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Munaafiquun: 11)
       
Namun rasa takut membayangkan kehidupan di alam lain tak bisa dihindari, khawatir belum cukup bekal tak bisa dipungkiri. Sampai suatu saat aku bermimpi:

Aku diantar oleh semua keluargaku ke suatu tempat, di depan sebuah rumah. Dari luar rumah itu tampak gelap, demikian juga jalan dan lingkungan disekitarnya, gelap semua. Sebelum mereka balik, kakakku bilang, "Banyak orang tidak suka di tempat ini karena disini gelap dan sendirian." Aku yang tidak membawa apapun kecuali sebuah mushaf Al Qur'an menjawab, "Gakpapa, jika aku sendirian di sana aku akan ngaji saja." Kemudian mereka berbalik pergi meninggalkan aku sendirian. Setelah mereka hilang dari pandangan, akupun membuka pintu rumah itu. Alhamdulillah, ternyata di dalam rumah itu terang-benderang. Akupun segera masuk ke dalam dan seperti ucapanku tadi, aku bersiap untuk mengaji. Kemudian tanpa tahu dari mana arahnya, dan siapa mereka, datanglah banyak orang ke rumah itu. Ada yang masih bayi, anak-anak, remaja, dewasa bahkan ada yang sudah tua, laki-laki dan perempuan. Diantara mereka ada yang bilang, aku yang akan memasak untukmu, aku yang akan membersihkan rumahmu, aku yang akan menjaga rumahmu, kami akan menemanimu di sini.

Itu hanyalah sebuah mimpinya Santi. Jika mimpinya para Nabi dan Rosul adalah wahyu atau petunjuk dari Allah, terus kalau mimpinya Santi? Mungkin tidak berarti apa-apa, hanyalah bunganya tidur. Hanya saja paling tidak bagi diriku sendiri, itu adalah suatu 'penegasan' sekaligus 'hiburan', bahwa jika kita berpegang teguh pada Al-Qur'anul Karim, bersungguh-sungguh mengamalkannya, jangan takut apapun, bersegeralah untuk memperbaiki diri, dan ikhlaslah menjalani apa yang telah digariskan. Insya Allah akan datang pertolongan dari Allah.

Itulah kenapa para pejuang kebenaran, para mujahid, tidak takut apapun, kematian sebagai syuhada' malah mereka harapkan. Karena mereka mempunyai keyakinan yang begitu kuat, mereka teguh memegang Al-Quran, dan yakin akan janji Allah SWT. Bagaimana dengan kita? Keyakinan, keteguhan, semangat, dan amaliyah mereka yang kita tiru. Senjatanya adalah sabar dan ikhlas, ujung tombaknya adalah doa. Doa untuk diberikan segala kebaikan dan terhindar dari segala keburukan, dan akhir kehidupan yang Husnul Khotimah. No reason, nothing to fear, innallaaha ma'anaa.

Sementara  kematian itu sendiri tidak boleh kita minta, walau separah apapun penyakit dan seberat apapun penderitaan. Kenapa? Karena di balik musibah Allah juga mendatangkan kebaikan. Kalaulah kebaikan itu belum bisa kita lihat atau rasakan di dunia ini, Insya Allah akan kita dapatkan di akhirat nanti.

Dan janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan kematian. Apabila ia berbuat baik, maka Allah akan menambah kebaikannya, dan apabila ia pernah berbuat kejelekan, maka itu akan jadi penghapusnya. (HSR. Bukhori no.5673)


Janganlah salah seorang diantara kalian mengharapkan kematian dan janganlah berdoa meminta kematian sebelum kematian itu menghampirinya. Sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian mati, maka terputuslah amalannya, dan sesungguhnya tidak ada yang menambah umur seorang mukmin kecuali kebaikan (kebaikannya akan terus dikenang walaupun ia sudah mati). (HSR. Muslim no. 2682 (13)) 

Namun jika terpaksa karena harapan hidup yang sangat kecil, maka Rasulullah SAW mengajarkan:

Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian karena mudhorot yang turun kepadanya. Sesungguhnya jika dia benar-benar merasa harus berharap, maka hendaklah berkata:
"Ya Allah, hidupkanlah aku selagi kehidupan itu baik bagiku, dan matikanlah aku selagi kematian itu baik bagiku." (HSR. Bukhori no. 5671)














           
       

Rabu, 04 September 2013

NI'MAT-MU TIDAK PERNAH HABIS

Allah menciptakan dan mengatur dunia seisinya ini dengan keberagaman. Dengan itu makhluk hidup yang ada di dalamnya akan berinteraksi, beradaptasi, saling membutuhkan dan saling melengkapi. Coba kita bayangkan andai hanya ada siang tanpa malam, atau hanya ada malam tanpa siang. Atau hanya ada musim panas tanpa hujan, atau hanya ada musim hujan tanpa panas. Jika semua orang bergelimang harta, tidak ada yang mau bersusah-payah untuk bercocok-tanam, beternak,dsb. Apa jadinya hidup kita? Demikian pula jika semua orang sehat, tentulah tidak akan ada profesi dokter, perawat, apoteker, dst. Subhanallah, Allah telah mempergilirkan dan mempertautkan semua itu menjadi mata rantai kehidupan. Di 'mata rantai' manapun kita berada, kita jalani dengan sebaik-baiknya, untuk memberi manfaat pada 'mata rantai' yang lainnya, because we need others and needed.

Seseorang bisa disebut chef karena dia mempelajari ilmu memasak dan bisa memasak santapan lezat. Seseorang baru diakui sebagai manager tatkala dia telah mempelajari ilmu management kemudian mampu memanage orang, atau pekerjaan. Demikian juga untuk ahli-ahli yang lain. Jika baru mengenal ilmunya saja belum ada prakteknya, maka belum akan disandanglah predikat itu. Terus bagaimana dengan 'sabar' dan 'ikhlas'? Kata yang sangat mudah untuk diucapkan, juga bisa dengan mudah dipelajari artinya. Bagaimana dengan prakteknya? Jika chef tempat prakteknya di dapur, manager tempat prakteknya di perusahaan, kemudian teknokrat tempat prakteknya di laboratorium, maka dimanakah tempat prakteknya sabar dan ikhlas? Untuk itulah Allah memberi 'tempat prakteknya yaitu musibah'. Musibah ada banyak ragam dan kelasnya. Mulai dari masalah sehari-hari hingga bencana yang besar. Ada dalam bentuk moril atau materiil. Bahkan kadang dalam bentuk yang tidak terduga. Bukankah sering kita lihat orang yang punya jabatan tinggi, kemudian korupsi? Jabatan itupun sebuah musibah baginya. So, keep going, do the best, until you're a winner. But, never ask disaster, accident etc to show that you can. Tapi kita berlindung kepada Allah dari jahdil balaa-i (musibah yang payah), wa darokisy syaqoo-i (kemalangan yang bertubi-tubi), wa suu-il qodloo-i (taqdir yang buruk), wa syamaatatil-a'daa' (senangnya musuh) dan kemudian meminta kebaikan dunia dan akhirat.

Di kala sakit kadang aku minta suamiku, karena aku sendiri belum bisa kemana-mana, untuk pergi ke rumah sakit mengunjungi orang-orang yang dirawat disana, walaupun tidak kenal. Untuk apa? Untuk berbagi dengan mereka. Tujuannya tak lain agar hati kami terbuka, bahwa bukan kami 'satu-satunya' orang yang susah atau bukan kami 'yang paling' menderita. Karena ternyata masih sangat banyak yang lebih berat penderitaannya, masih sangat banyak yang lebih sulit problematikanya. Tak jarang suamiku pulang dengan airmata berlinang, sambil bercerita tentang yang dilihat dan didengarnya. Subhanallah, walhamdulillah.

Setiapkali terjaga dari tidur, Alhamdulillaahilladzii ahyanaa ba'da maa amaatanaa wailaihinnusyuur. Doa bangun tidur itu setiap hari aku ucapkan, sebagai rasa syukur. Bangun tidur bagai rutinitas yang biasa bagi kita. Sepertinya ya sudah sewajarnya bangun setelah tidur. Tapi semenjak sakit, saat mengucapkannya terasa sangat berbeda. Aku betul-betul memaknai doa itu dengan sepenuh hatiku, syukur yang sedalam-dalamnya. Karena apa? Karena pada hari itu aku masih diberi kehidupan, aku masih punya waktu untuk berbuat sesuatu, untuk memperbaiki diri. Kenapa bisa bangun menjadi begitu bermakna? Secara medis, penderita kanker stadium 4 tidak ada yang dilaporkan bisa sembuh, dan yang mampu bertahan hingga 2 tahun hanyalah 1%. Itu data medis, bukan harga mati....... masih bisa ditawar......karena 'penjualnya' baik banget......Aku hanya yakin bukan para dokter itu yang punya kuasa atas hidup seseorang, bukan pula obat itu sebagai penyembuh, tapi Allah Azza wa Jalla yang menentukan kapan seseorang itu sakit, kapan pula sembuhnya, dan berapa jatah hidupnya di dunia. Obat dan dokter hanyalah sarana ikhtiar. I always hope a miracle come true, is it impossible? No, because Allah SWT will do. I'm sure.

Jika Nabi Ayyub AS merasa malu untuk memohon kepada Allah agar dibebaskan dari kesengsaraan dan penderitaan yang dialaminya, dengan alasan bahwa kesengsaraan dan penderitaan itu 'belum sepanjang' masa kejayaan yang dikaruniakan oleh Allah. (Nabi Ayyub AS diuji dengan kesusahan selama 7 tahun setelah 80 tahun masa kejayaan).

Atau Umar bin Khottob RA yang mengatakan bahwa jangan meminta beban yang ringan tapi mintalah bahu yang kuat. Aku belum seperti mereka, aku belum berani berkata seperti mereka, astaghfirullahal'adhiim. Walaupun malu... ya... bagaimana tidak malu? setiap saat sangat banyak yang kuminta, yang kumohon kepada Allah dalam doa-doaku, sementara aku merasa masih sangat kurang dalam ibadah..........(doa juga termasuk ibadah)........ astaghfirullahal'adhim. Tapi aku tetap bermohon agar Allah membebaskan aku dari kesusahan, dan memberiku hikmah dari semuanya itu. Dan akupun meminta kepada Allah untuk tidak diberi beban yang aku tidak sangggup memikulnya...... Robbahuu annii massaniyadldlurru wa anta arhamurroohimiin....... Robbanaa walaa tuhammilnaa maa laa thooqotanaa bih.........
                     
Bukankah Allah SWT berfirman, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu dalam kebenaran." (QS. Al-Baqoroh: 186)
                
Dan Robb-mu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu, sesungguhnya orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku (berdoa) akan masuk ke dalam neraka jahanam dalam kehinaan (QS. Al-Mukmin: 60)

Suatu saat Allah SWT mengurangi sedikit nikmat yang diberikan kepada hambaNya, tapi di saat yang sama memberikan nikmat-nikmatNya yang lain. Karena sejatinya Allah SWT tidak mengambil nikmat dari hambanya, tapi hanyalah mempergilirkan nikmat-nikmat itu agar hamba-Nya pernah merasakan berbagai macam nikmat.

Alhamdulillah ada banyak hal yang aku syukuri selama sakitku ini. Badanku tidak pernah susut, bahkan kesakitankupun tidak terpancar di wajahku. Alhamdulillah...... Saat sakitku ada dipuncak-puncaknya, aku menemui seorang profesor bedah syaraf, dengan pakai kursi roda tentunya. Beliau mengatakan, "Ibu, kalau melihat hasil MRI, foto dan pemeriksaan yang lain saya yakin kanker ini sudah menimbulkan rasa sakit yang luarbiasa. Tapi saya lihat ibu sangat segar tidak seperti orang sakit." katanya. "Alhamdulillah prof, ini adalah karunia yang sangat besar untuk saya, dengan begini keluarga saya tidak terlalu bersedih melihat keadaan saya."

Sangat banyak ni'mat Allah SWT untukku, bahkan aku atau siapapun tak akan sanggup untuk menghitungnya. Aku punya panca indera dan anggota tubuh yang lengkap, punya keluarga, suami, anak-anak, teman dan tetangga yang baik, punya tempat tinggal yang layak, diberi rizqi yang cukup dan banyak hal lagi yang tak mampu aku sebutkan satu persatu, Alhamdulillah. No reason to be sad. Walaa tahinuu walaa tahzanuu, wa antumul a'launa inkuntum mu'minin.
                 
Dan Dia (Allah) telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung ni'mat Allah, niscaya kamu tidak dapat menghitungnya. Sungguh manusia itu sangat melampaui batas lagi ingkar (jika tidak bersyukur) (QS. Ibrohim: 34)   
                                  
Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Ibunya mengandung sampai menyapihnya dalam tigapuluh bulan. Apabila (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa: 
"Ya Robbku tunjukilah aku untuk mensyukuri ni'mat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan agar aku dapat beramal sholih yang Engkau ridloi, dan berikanlah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan aku termasuk orang yang berserah diri". (QS.Al-Ahqof: 15)

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya ni'mat-Mu, dan berubahnya 'afiat (kesejahteraan) dari-Mu, dan dari siksa-Mu yang datang tiba-tiba dan dari segala kemurkaan-Mu.`(HR. Muslim no.2739(96) dan Abu Dawud no. 1545)

Ya Allah berikanlah nuur di wajahku, sebagaimana Kau berikan nuur di wajah hamba-hambaMu yang sholeh, nuur pancaran keimanan, ketaqwaan dan qolbun salim.
       
















Selasa, 27 Agustus 2013

YOUR PROMISE IS MY ONLY HOPE

Apa yang menyebabkan seseorang mau bersusah payah, berusaha keras, berjuang mati-matian, melakukan apapun, bahkan mengorbankan apapun?

Seorang perkerja mau berpanas-panas, berhujan-hujan karena berharap dapat upah. Seorang nelayan berani menerjang ombak, menantang badai karena berharap tangkapan. Seorang pejuang tidak takut senjata tidak gentar menyerbu musuh karena berharap kemenangan.
         
Semua yang mereka lakukan adalah demi sebuah HARAPAN. Harapan bisa datang dari diri sendiri, dari lingkungan, dari keluarga, atau dari orang lain. Dan harapan terbesar adalah yang dijanjikan oleh Allah SWT. Jika manusia yang memberi harapan, karena keterbatasannya sebagai manusia, harapan itu belum tentu bisa terwujud. Namun jika Allah yang memberi harapan, karena kekuasaan-Nya yang tanpa batas, harapan itu pasti akan terwujud. Innallaaha laa tukhliful mii'ad.
                                                                                                      
Mahasuci Allah yang ditanganNya-lah segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Mahapengampun (QS. Al Mulk: 1-2)
                                     
Jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya selain Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas segala sesuatu (QS. Al-An'aam:17)
                                    
Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagimu, maka tidak ada yang dapat menolak karuniaNya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hambaNya Dia Mahapengampun, Mahapenyayang (QS. Yunus:107)
                                           
Katakanlah (Muhammad), "Wahai hamba-hambaKu yang beriman, bertaqwalah kepada Robbmu." Bagi orang-orang yang berbuat baik, di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas (QS. Az-Zumar: 10)
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami (QS. Al-Anbiya': 35)
Dan Kami pecahkan mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang sholih dan ada yang tidak demikian. Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (pada kebenaran) (QS. Al-A'raaf:168)
       
                     
       
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji'un' (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh sholawat dan rahmat dari Robb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. Al-Baqarah: 155-157)

Barangsiapa yang dikehendaki Allah kebaikan pada dirinya, maka dia memberikan cobaan kepadanya (HSR. Bukhori No.5645)

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit atau sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan dosa-dosanya bersamanya, seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya (HSR. Bukhori  No.5660 dan Muslim No.2571)


Tidaklah seorang mukmin ditimpa rasa sakit yang terus-menerus, kepayahan, penyakit, kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya (HSR. Muslim No.2573)

Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hambaNya dengan penyakit sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya (HSR. Al-Hakim (I/347-348))

Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan 'Sesungguhnya kami milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Ya Allah, berilah aku ganjaran dalam musibahku ini, dan berikanlah ganti kepadaku dengan yang lebih baik daripadanya' Melainkan Allah memberikan pahala dalam musibahnya itu dan menggantikan untuknya dengan yang lebih baik daripadanya. (HSR. Muslim  No.918(4))

Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya (HSR. Muslim No.2572)

Sesungguhnya seseorang benar-benar memiliki kedudukan di sisi Allah, namun tidak ada satu amal yang bisa mengantarkannya ke sana. Maka Allah senantiasa mencobanya dengan sesuatu yang tidak disukainya, sehingga dia bisa sampai pada kedudukan itu. (HSR. Abu Ya'la No.6069)

Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai dan neraka itu dikelilingi dengan berbagai macam syahwat. (HSR. Bukhori no. 6487 dan Muslim no. 2822, 2823)

Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhoan pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhoi pahalamu selain surga. (HR. Ibnu Majah no. 1597)

'Atho' bin Abi Robah rohimahullah berkata: Ibnu 'Abbas ra berkata kepadaku: "Maukah kutunjukkan kepadamu salah seorang wanita penghuni surga?" Saya jawab: "Ya" Beliau berkata: "(Yaitu) wanita yang hitam itu. Ia pernah datang kepada Nabi dan berkata: "Aku terkena penyakit ayan, dan auratku selalu terbuka (jika penyakitnya kambuh), maka berdo'alah kepada Allah untukku." Nabi SAW bersabda kepadanya: "Jika engkau mau, engkau bisa bersabar dan bagimu adalah surga. Dan jika engkau mau, aku akan berdo'a kepada Allah agar memberikan kesembuhan kepadamu." "Aku bersabar," jawab wanita itu. Lalu ia berkata lagi: "Sesungguhnya aku takut auratku terbuka, maka berdo'alah kepada Allah bagiku agar auratku tidak terbuka." Maka beliau berdo'a untuk wanita itu." (HSR. Bukhori No.5652 dan Muslim No.2576)
                          
Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyiroh 5-6)


       


       
         

Jumat, 23 Agustus 2013

MY FAMILY, MY SPIRIT

Keluarga, kata yang menggambarkan dekatnya sebuah hubungan, baik karena pertalian darah maupun karena ikatan pernikahan. Di jaman seperti saat ini, kekeluargaan, telah menjadi barang yang langka. Kebanyakan orang sibuk dengan dirinya sendiri, mereka melakukan apapun hanya untuk kepentingan dirinya. Ketika seseorang berada dalam kejayaan, sangatlah wajar jika banyak orang mengerumuninya, saling berlomba untuk menarik perhatiannya, untuk menyenangkan hatinya. Karena apa? Karena ingin mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri. Tapi ketika seseorang berada dalam kesusahan, maka hanya orang-orang yang tuluslah yang akan ada disisinya.

Aku sangat bersyukur punya keluarga yang sangat baik, saling menyayangi, saling membantu, dan tak henti memberi support. Ketika aku dalam masa yang sulit, maka merekalah yang selalu ada untukku. Alhamdulillah.

Ketika kita sakit, maka ujian dan penderitaan itu tidak hanya kita sendiri yang merasakannya, tetapi orang-orang di sekitar kita mau tidak mau juga merasakan dampak yang tidak ringan. Suamiku, orang yang paling banyak terkena imbasnya baik moril maupun materiil. Sangatlah tidak mungkin seorang suami senang atau bahagia ketika istrinya sakit. Dengan biaya pengobatan yang tidak sedikit, tentunya membutuhkan pengorbanan yang besar. Inna lillaahi wa inna ilaihi roojiuun. Dengan segala kesulitan itu, dia tidak pernah mengeluh dan selalu meyakinkan diriku bahwa aku bisa sembuh, dia selalu optimis, dan pantang menyerah. Ibaratnya kita terbentur jalan buntu, dia masih berusaha keras untuk mencari celah, walaupun ibaratnya itu hanyalah sebuah lubang tikus, agar kita bisa terus melangkah, untuk menatap hari esok. Dengan segala kekurangan yang ada pada diriku saat ini, dia tetap mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya yang sangat besar kepadaku. Alhamdulillah.Untuk menghibur diri, kadang kejadian pedih itu kita jadikan bahan candaan. Ya, begitu banyak yang berubah di kehidupan kami. Suatu saat dia bilang, "Ma, kalo kamu tinggalkan aku secepat ini bagaimana caraku ngurus empat anak itu. Seandainya kamu tidak bisa pulih 100% tapi kehadiranmu sangat berarti, seperti cahaya di rumah ini, sumber semangat bagiku dan anak-anak. Selama kamu berobat, rumah ini terasa suram, kehilangan keceriaanmya."

Itu pula yang dikatakan anak perempuanku, ketika beberapa bulan aku gak pulang ke rumah. "Ma, kapan uma boleh pulang sama dokter, semangat hidupnya Qoni sudah hampir habis. Uma cepet pulang ya, Qoni kangern banget." Walaupun setiap hari dia sudah telpon, atau dia tulis surat yang dititipkan abahnya jika menjengukku. 

Demikian juga anakku yang paling kecil yang saat itu masih berusia 6 tahun. Malam sebelum aku berangkat berobat, dia bilang sama abahnya, " Abah, boleh adik pinjem mesin ketiknya?" "Iya pake aja." kata abahnya. Kulihat dia ngetik surat, kemudian diberikannya padaku, "Uma, ini surat dari adik, Uma simpen ya?" katanya. Isinya benar-benar membuatku nggak bisa menahan airmata. "Uma, adik sayaaaaaaaaaang sekali sama uma. Uma cepet sembuh ya, uma cepet pulang. Adik kangeeeeeeeeeen sekali. Hilang kebahagiaannya adik kalo uma pergi." Padahal berangkat aja belum. Tapi itulah ungkapan jujur anak kecil. 

Semua itu membuat kita semakin sadar betapa berartinya hidup kita untuk orang2 di sekitar kita.
Kadang suamiku juga bercanda, "Ma, dilarang saling mendahului ya. Jangan mencuri start untuk beristirahat duluan, tugas belum selesai, amanah belum tuntas. Enak yang duluan, yang ditinggal ini, berat." katanya. He-he-he ada-ada saja dia, kayak tulisan di bus kota 'Sesama bis kota dilarang saling mendahului'.
       
Ibuku yang sudah berusia 70 tahun, yang punya hati lembut, siang malam tidak pernah berhenti berdoa untukku, juga untuk saudara2ku yang lain tentunya. Tahun 2012 itu beliau beserta adikku pergi berhaji. Di Haramain beratus kali atau bahkan beribu kali rintihan doanya untuk kami. Beliau selalu menanyakan keadaanku, dan selalu berusaha untuk membantuku. Kadang aku berpikir bukankah seharusnya aku yang membantu beliau? Tapi inilah kenyataan hidup, rahasia yang tidak mampu kita prediksi. Yang namanya takdir, hanya Allah yang kuasa menentukannya, diluar batas kemampuan manusia. Suatu saat beliau menghampiriku, memberiku sebuah gelang seraya berkata, "Ambillah gelang ini, kamu boleh memakainya, atau kamu bisa menjualnya jika kamu butuhkan." Subhanallah, begitu besar semangat untuk membantuku, dengan apapun yang beliau punya. Aku tentu tidak akan bisa membalas semua jasa ibu. Tapi ada yang bisa, bahkan bisa melipat gandakannya, yakni Allaahu robbiy. Karena itu aku tidak pernah lupa untuk selalu menyebut ibu dalam doaku.

Ayahku sudah meninggal tahun 2008. Beliau panutan dalam keluarga. Seorang guru yang baik, jujur dan bertanggungjawab. Beliau mendidik kami dengan sangat baik. Semoga Allah mengampuni dosanya, menerima amal ibadahnya, dan memberikan tempat yang baik di sisiNya.

Kakakku yang pertama seorang analis kesehatan, bekerja di RS. Dia yang sangat banyak membantuku selama proses pengobatan. Di rumahnya aku tinggal, selama aku berobat di Surabaya. Menggunakan fasilitasnya, mobilnya, dan juga bantuan uangnya.

Kakakku yang kedua seorang guru. Dia sangat banyak memberiku semangat dan nasehat. Dia memang penyabar, jadi cocok kalau selalu menasehatiku untuk sabar, dan meyakinkan diriku bahwa aku pasti mampu melewati masa sulit ini, aku harus kuat demi anak-anak. Dia juga membantuku secara finansial.

Kakakku yang ketiga sudah pergi menghadap Allah pada tahun 2005, di usia yang masih muda, 38 tahun. Semoga Allah mengampuni dosanya, menerima amal ibadahnya, dan memberikan tempat yang baik di sisiNya. Istri dan kedua anaknya sampai saat ini tetap akrab dengan keluarga kami, seperti dulu, tidak ada yang berubah, Alhamdulillah. Kakak iparku ini juga sangat banyak membantuku, moril dan materiil, padahal dia single parent yang harus berjuang keras untuk menjadi ibu sekaligus bapak. Subhanallah. Salut untuknya.

Aku anak keempat, adikku, anak nomor 5 seorang akuntan. Alhamdulillah dia sangat baik, sangat banyak membantuku secara finansial. Adikku yang paling kecil seorang konsultan. Dia juga tidak mau kalah untuk ikut membantuku. Terimakasih untuk saudara-saudaraku semua beserta suami/istri dan keluarganya.

Selain mereka masih banyak paman-paman, bibi-bibi, sepupu-sepupu, kenonakan-keponakan dan kerabat lain yang mensupportku. Demikian pula teman-teman dan tetangga-tetangga, mereka sangat baik dan perhatian kepadaku, sering menjengukku dan memberikan support. Terima kasih untuk semuanya. Alhamdulillaah.

Aku mungkin tidak bisa membalas semua bantuan mereka, satu per satu, aku hanya bisa memohon agar Allah yang membalasnya dengan balasan yang berlipat. Dia yang Mahakuasa atas segalanya, Dia yang Mahakaya, Dia yang cepat perhitungannya, Allaahu Jazaa'u Khoirul Jazaa'.Innalallaha laa tukhliful mii'ad

Kadang aku merasa sangat banyak berutang budi. Tapi aku berusaha ikhlaskan diriku, aku pasrahkan diriku untuk menjadi 'Ladang Amal' bagi orang-orang disekitarku. Dengan sakitku ini, membuka kesempatan bagi banyak orang untuk menginfakkan hartanya, memberikan tenaganya untuk merawatku, meluangkan waktu dan perhatiannya untuk menjengukku atau mengabarkan keadaanku, juga mensedekahkan doanya untukku. Subhanallah, betapa bermaknanya semua rangkaian peristiwa ini, saling terkait dengan sangat indah.

Begitu banyak pahala yang Allah janjikan untuk dilimpahkan bagi mereka yang menjenguk orang sakit, dan yang bersilaturrahmi karenanya. Berbuat baik pada orang lain ibarat pisau bermata 2, membawa kebaikan untuk yang dibantu tapi juga membawa kebaikan untuk diri sendiri. Robbanaa maa kholaqta haadza baatila, tidak ada yang sia-sia apapun yang diciptakan Allah dalam segala bentuk.

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: يَا ابْنَ آدَمَ، مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِيْ. قَالَ: يَا رَبِّ، كَيْفَ أَعُوْدُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ؟ قَالَ: أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِيْ فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِيْ عِنْدَهُ

Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman pada hari kiamat: Wahai anak Adam, Aku sakit namun engkau tidak menjenguk-Ku. Ia berkata: Ya Rabb, bagaimana aku menjenguk-Mu sementara Engkau adalah Tuhan alam semesta? Allah berfirman: Tidakkah engkau tahu bahwa hamba-Ku fulan sakit tapi engkau tidak menjenguknya, tidakkah engkau tahu, bila menjenguknya niscaya engkau akan mendapati-Ku ada di sisinya? (HR. Muslim)

مَنْ أَتَى أَخَاهُ الْمُسْلِمَ عَائِدًا مَشَى فِي خَرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ، فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ

Barang siapa yang mendatangi saudaranya muslim (yang sakit) untuk menjenguknya, maaka seakan-akan ia berjalan di kebun surga hingga ia duduk. Apabila ia duduk, rahmat (Allah) akan meliputinya. Bila ia berkunjung di waktu pagi hari, maka tujuh puluh ribu malaikat akan bersalawat kepadanya hingga sore hari, dan bila ia berkunjung di sore hari, tujuh puluh ribu malaikat tersebut akan bersalawat kepadanya hingga pagi hari. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Syaikh al-Albani berkata: Hadist sahih) 
     

          مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْزِلاً

Barangsiapa yang menjenguk orang sakit atau berkunjung kepada saudaranya karena Allah, akan ada penyeru yang berseru, “Alangkah baiknya dirimu, alangkah baiknya langkahmu, engkau telah menempati tempat tinggal di surga”. (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Lihat: Sahih at-Tirmidzi, no. 1633. Lihat kitab Mausu’ah al-Adab al-Islamiyyah karya Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, hlm. 623)




















Kamis, 01 Agustus 2013

WHAT IS THIS?

Musibah, ujian, cobaan atau apapun namanya sudah pasti akan menguras pikiran, tenaga, biaya dan juga segala potensi diri kita. Karena semuanya saling terkait. Ketika hal itu datang, dengan atau tanpa kita prediksi sebelumnya maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah tenangkan pikiran, tata hati, kemudian muhasabah atau instropeksi diri.

Allah menciptakan segala sesuatu sudah pasti bukan tanpa tujuan, juga bukan tanpa manfaat. Tidak ada sesuatupun yang diciptakanNya sia-sia. Tidak ada sesuatupun yang terjadi di dunia ini kecuali telah ditetapkan olehNya, dan diijinkan terjadinya.

Ketika datang tamu tak diundang yang namanya penyakit, apalagi tergolong berat, Subhanallah, astaghfirullahal'adhim. Segera kutanamkan pada diriku bahwa ini adalah takdirku, mau tidak mau, suka tidak suka, aku harus menjalaninya, aku harus sabar, aku harus ikhlas. Jika tidak sabar, tidak ikhlas akan rugi. Hanya dapat susahnya tidak dapat hikmahnya. Setelah itu baru berpikir apa yang harus aku lakukan, jalan mana yang akan kutempuh sebagai ikhtiar.

Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya.(HSR. Bukhori no. 5678)


Setiap penyakit ada obatnya, jika suatu obat itu tepat untuk suatu penyakit, maka penyakit itu akan sembuh dengan izin Allah SWT. (HSR. Muslim no.2204)


Suatu saat sempat aku bilang sama suamiku, "Mas, kenapa aku bisa kena penyakit ini, kenapa bukan orang-orang yang suka mengumbar auratnya itu yang diberi penyakit ini? kenapa harus aku?". Padahal aku sudah berhijab sejak remaja, yang kuingat kala itu yang berhijab di kampusku masih sangat sedikit. Alhamdulillah, aku satu diantaranya. Aku juga ingat kala itu Bapak sangat marah dan tidak mengijinkan aku berhijab, hingga aku tidak pernah diajak bicara sampai beberapa bulan. Karena tidak ingin durhaka pada orangtua, maka aku hanya diam saja, dengan tetap berusaha istiqomah. Alhamdulillah, lama-kelamaan Bapak luluh juga, dan membiarkanku tetap berhijab. Thank you Dad, I love you so much.

Jawaban suamiku membesarkan hatiku, dia bilang, "Jika penyakit ini diberikan kepada mereka yang suka mengumbar aurat, maka itu adalah bala' atau hukuman. Bersyukurlah kamu karena kamu tidak seperti mereka, jadi ini bukan hukuman. Ini ujian atau cobaan."
Walaupun tidak aku pungkiri, kemungkinan adanya dosa-dosa yang ada pada diriku. Aku bukan malaikat, bukan pula seperti Rosulullah Muhammad SAW yang ma'sum. Aku tidak luput dari dosa. Yang penting aku tidak pernah dengan sadar atau sengaja  untuk berbuat dosa. Wallaahu'alam, astaghfirullah.

Sebagaimana orang bersekolah, kehidupan ini juga punya jenjang. Siapapun yang ada di dalamnya, yang pandai, yang setengah pandai, yang setengah bodoh, maupun yang bodoh, semua harus melewati ujian untuk bisa naik kelas. Yaaa... ujian tidak pandang bulu, siapapun dipaksa untuk menjalaninya, hingga dia bisa menjustice, seseorang lulus atau tidak. Semakin tinggi jenjang yang akan diraih, tentunya semakin sulit ujian yang harus dihadapi, dan semakin rumit soalnya.

Aku harus merenda ulang pemahaman tentang hakekat dari semua ini. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Segala yang di dalamnya akan  berubah, akan berganti, atau bahkan akan menghilang. Tidak ada kebahagiaan yang abadi, pun demikian pula kesedihannya. Suatu saat pasti akan sirna. Sedahsyat apapun badai, suatu saat dia pasti reda, seterik apapun mentari, ada saatnya dia tenggelam. Secantik apapun bunga mekar, ada saatnya dia layu. Seindah apapun pelangi, ada saatnya dia pudar.Suatu saat aku pernah berobat pijat kepada seorang kakek yang umurnya hampir seratus tahun. Dia bilang, "Ning, orang puasa saja ada bukanya, orang sakitpun pasti ada masanya sembuhnya." Ya.... ..betul mbah, anda tidak salah. Insya Allah...

Ujian dan cobaan akan selalu mengiringi langkah manusia, dengan wujudnya yang berbeda-beda. Suatu saat dia datang dengan label kecantikan, kebugaran, kepandaian, harta yang melimpah, anak-anak, karir, dan segala hal yang menyenangkan. Ada kalanya dia datang dengan label penyakit, kekurangan fisik, kemiskinan, penderitaan, dan segala hal yang menyusahkan. Ketika kesenangan yang datang maka syukur yang menjadi kewajiban. Ketika kesusahan yang menghampiri maka sabar kuncinya.
       
Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal itu tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan itu merupakan kebaikan baginya. (HSR. Muslim no.2999)

Apa makna kesenangan dan kesusahan? Untuk apa manusia harus mengalami itu semua? Kesenangan akan membuat kita bersemangat, akan membuat kita bisa mengagumi ciptaan Allah, akan membuat kita mengakui Keagungan Sang Pencipta. Sementara kesusahan akan membuat kita introspeksi diri, akan membuat kita lebih kuat, dan akan mengikis kesombongan diri. Ingatkah tentang Fir'aun yang begitu sombong, karena dia tidak pernah sakit dan tidak ada yang mengalahkan kekuatannya saat itu.

Selain itu bukankah fenomena dunia ini banyak yang mengacu pada relativitas? Kita bisa mengatakan ini baik karena ada yang jelek, ini tinggi karena ada yang rendah, ini panjang karena ada yang pendek....dst. Jadi kita bisa mengatakan ini kesenangan, tentu karena kita pernah mengalami yang menyusahkan. So, keduanya kita butuhkan, agar kita bisa merasakan bahwa kesenangan itu memang menggembirakan dan kesusahan itu adalah harapan agar bisa merasakan kesenangan. So, don't worry, Allahurrohmaanurrohiim.      


























Minggu, 28 Juli 2013

HADIAH ISTIMEWA ITU ADALAH CA MAMMAE STADIUM IV

SUBHANALLAH, WALHAMDULILLAH  

Rasa syukur yang tidak terhingga kupanjatkan ke hadlirat Allah Ta'ala Rabbul 'Alamin. Syukur yang begitu mendalam yang tak mampu kulukiskan dengan pena dan tak mampu kurangkaikan dengan kata-kata. Sekarang aku sudah bisa melakukan banyak hal, walaupun juga banyak hal yang tidak lagi bisa aku lakukan. Bagi mereka yang tidak pernah sakit berat mungkin itu bukan keadaan yang menyenangkan. Tapi bagiku, mampu melewati masa kritis kanker stadium 4 adalah karunia tak terhingga dari Allah.
 لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

Alhamdulillah aku masih sempat untuk menuliskan kisah ini sebagai renungan bagi diriku sendiri, menjadikannya pelajaran yang sangat berharga, dan mudah-mudahan orang lain juga bisa mengambil hikmahnya. Andaikata ada yang mengalami hal yang sama, lebih berat atau lebih ringan dari yang aku alami, bisa tetap bersemangat untuk terus berikhtiar, menjulangkan asa, memupuk kesabaran dan mengokohkan tawakkal. 

Akupun berharap kiranya para pembaca yang budiman bersedia untuk menyedekahkan doanya bagi kesembuhanku dan menginfakkan permohonan ampun kepada Allah Ta'ala untukku. Aku berlindung kepada Allah Ta'ala dari timbulnya penyakit hati, riya’, sum’ah dan ujub. Semoga bermanfaat.
         


Kisah ini bermula di pertengahan tahun 2009. Waktu itu, aku dan suami akan menunaikan ibadah haji. Sebagai persiapan fisik aku mengunjungi seorang dokter untuk check kesehatan. Sebenarnya tidak ada keluhan apa-apa pada diriku, hanya ingin memastikan tingkat kesehatanku saja. Kala itu aku hanya merasakan adanya sedikit jaringan yang mengeras di payudara kiriku, yang mana tidak demikian di sebelah kanan. Kondisi yang kuanggap biasa karena “hanya” seperti halnya ketika akan datangnya siklus bulanan. Dokter yang memeriksaku memberi diagnose awal yaitu pembengkakan kelenjar susu, yang biasa terjadi pada wanita pasca menyusui. Kebetulan aku juga baru selesai menyusui anak keempatku. Karena itu akupun tidak terlalu merisaukannya. Aku pikir tidak akan berbahaya dan akan segera membaik  setelah diberi obat oleh dokter.

Namun ternyata yang terjadi di luar dugaanku, hal yang aku anggap biasa-biasa saja, ternyata merupakan awal dari suatu masalah besar. Lama kelamaan area yang mengeras itu semakin meluas, menjadi berdiameter sekitar  6 cm, walaupun tidak begitu nampak dan tidak ada rasa sakit samasekali di daerah itu. Mungkin karena letaknya yang jauh dari permukaan kulit atau bagaimana, entahlah aku tidak terlalu paham. Secara visual juga tidak ada tanda-tanda yang spesifik. Tidak ada perubahan warna kulit maupun teksturnya. Tanda-tanda awal yang biasa dijadikan indikasi adanya kanker payudara juga tidak ada pada diriku. Sampai di sini aku belum ngeh juga.

Awal 2011, mulai ada perubahan pada tubuhku. Perubahan itu bukan pada area payudara atau sekitarnya, tapi jauh dari situ. Aku yang biasa mengerjakan semua pekerjaan rumah tanggaku sendirian, mulai merasakan ada yang tidak beres di pinggangku. Kaku, pegal, sakit, dan rasanya seperti tidak ada kekuatan. Anak bungsuku yang masih sering minta gendong, walaupun sudah duduk di bangku taman kanak-kanak, tidak bisa lagi aku angkat. Bahkan mengangkat barang yang jauh lebih ringanpun, seperti mengangkat masakan dari atas kompor, aku tidak kuat juga. Karena mengira hanya kecapekan atau salah urat, maka aku mulai sering terapi pijat dan juga terapi warming. 

Sudah cukup banyak tukang pijat yang aku datangi, dan berbagai macam teknik pijatan aku lakoni. Mulai pijat tradisional, refleksi, accupressure, dan entah apa lagi. Namun dengan bermacam-macam terapi itu keluhanku tidak berkurang sedikitpun, bahkan rasa sakitnya semakin lama semakin kuat dan mulai menjalar ke kaki kiri. Cara jalankupun mulai tidak sempurna, kaki terasa berat dan sakit untuk melangkah. Rasanya seperti kram di otot bagian dalam, atau seperti ada batang besi keras menempel di otot, sakit sekali. Kadang-kadang juga terasa seperti kesemutan. Anehnya kalau di pegang kakiku tidak tegang dan juga tidak keras,  biasa saja. Bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda kalau sedang sakit. Tetapi yang aku rasakan adalah sakit sekali, yang semakin lama semakin keras. Sampai disini aku masih berusaha tegar tanpa mengeluh. Aktivitas sehari-hari juga masih aku lakukan seperti biasa. Namun feelingku mengatakan sepertinya ini bukan sakit yang biasa. Kurasakan dari rasa sakitnya yang seperti mencengkeram sangat kuat, dan tidak ada hentinya terus-menerus tanpa jeda. Astaghfirullaahal’adhim, doa-doa untuk kesembuhan tak henti aku panjatkan. Dalam munajat-munajatku kulantunkan suara hatiku, kegundahanku, juga ketakutanku:

“Yaa Allah

Jika penyakit ini Kau berikan kepadaku karena kesalahan dan dosaku, maka ma’afkanlah aku, ampunilah aku

Jika penyakit ini adalah ujian dari-Mu, maka beri aku pertolongan agar aku bisa lulus dari ujian-Mu dan Kau naikkan aku, Kau tinggikan kedudukanku di hadapan-Mu

Jika penyakit ini adalah cobaan dari-Mu, maka beri aku kekuatan agar Engkau bisa menyaksikan bahwa aku adalah hamba-Mu yang pantas untuk Kau banggakan di hadapan makhluq-Mu yang lain

Dan jika penyakit ini sebagai tanda dari akhir hidupku di dunia, maka bersihkanlah aku, sucikanlah aku, sehingga aku akan kembali menghadap-Mu dalam keadaan bersih suci sebagaimana untuk pertamakalinya Engkau hadirkan aku di dunia ini.

Ampunilah aku Yaa Ghofuururrohiim, dan terimalah amal ibadahku”
      
Suatu sore ketika kami duduk-duduk berdua dengan suamiku. Sambil ngobrol dia menepuk-nepuk kakiku. Tapi Masya Allah tepukan yang lembut itu terasa sangat menyakitkan.  Akupun berkata pelan.
      “Mas, jangan digitukan, sakit.”
Rupanya suamiku mengira aku bercanda. Tetap dia menepuk-nepuk kakiku sambil melanjutkan obrolan. Karena menahan sakit, tak terasa airmataku menetes. Melihat itu barulah suamiku terperanjat kaget.
     “Benarkah ini sangat menyakitkan? Bukankah ini sangat pelan?” tanyanya cemas.
     “Iya Mas, tapi saat ini kakiku bener-bener lagi sakit.” jawabku sambil mengusap airmata.
     “Kenapa baru bilang? Kalau begitu kita ke dokter sekarang.”
Sejak saat itu aku mulai mengunjungi dokter lagi untuk mengetahui apa sebenarnya penyakitku. Mulai dari dokter umum. dokter umum plus terapi otot, dokter ortopedi, dokter syaraf dan juga dokter rehab medik (untuk fisio terapi). 
       
Dari dokter umum tidak banyak informasi yang aku dapatkan. Dari dokter umum dengan terapi otot dilakukan penekanan, penarikan dan pengurutan pada otot-otot yang diperkirakan tidak berada pada tempatnya. Rasanya, Masya Allah, sakit sekali. Sehingga tiap kali mau berangkat terapi aku sudah lemes duluan membayangkan sakitnya. Tapi apa boleh buat, kukuatkan diriku dengan harapan segera sembuh. Terapi dilakukan seminggu sekali, ditambah dengan seumbruk obat-obatan juga. Sekitar 3 bulan aku menjalani terapi di dokter itu. Tapi rupanya Allah SWT belum berkehendak aku sembuh.  
          
Kemudian aku beralih ke dokter syaraf dan dokter ortopedi. Mereka memberi latihan senam dan obat-obatan penahan rasa sakit. Beberapa macam obat penahan rasa sakit pernah diberikan kepadaku. Obat penahan rasa sakit ternyata punya efek samping yang lumayan juga. Ada  yang membuat lambung perih, jantung berdebar, dan ada juga yang membuatku pusing, mumet, dunia seperti berputar, hingga sempoyongan.
Astaghfirullaahal'adhiim.....Tapi mau bagaimana lagi, tanpa obat penahan rasa sakit aku kewalahan, susah payah menahan rasa sakit.       

Beberapa bulan berlalu, belum juga ada hasilnya. Kemudian aku mendatangi dokter rehab medik. Beliau menyarankan agar aku menjalani fisio terapi 3 kali dalam seminggu. Akupun harus rela bolak-balik ke rumah sakit selama lebih dari 4 bulan. Seperti kebanyakan rumah sakit umum di Indonesia, antriannya mengular. Suamiku biasanya mengantarkanku ke RS atau ke klinik fisioterapi, kemudian dia pergi kerja dan akan dijemput setelah selesai. Biar tidak bengong selama ngantri aku sering membawa buku-buku bacaan. Atau paling tidak seperti nasehat ulama yang pernah aku baca. Duduklah dan beristighfarlah, jangan biarkan waktu terbuang percuma. Semua aku jalani sambil terus menebalkan keimanan, memupuk kesabaran, dan menggantungkan harapan pada rahmat Allah SWT.

Hari demi hari berlalu, bulanpun telah berganti, belum juga ada tanda-tanda datangnya kesembuhan atau paling tidak berkurangnya rasa sakit.
Usaha yang aku jalani belum juga membuahkan hasil. Rasa sakit di bagian pinggang ke bawah semakin bertambah. Aku mulai tidak bisa duduk dengan posisi yang baik. Berjalan agak jauh juga sudah tidak mampu aku lakukan.

Karena di daerah tempat tinggalku fasilitas medisnya belum lengkap maka aku putuskan untuk berobat ke Surabaya, sehari setelah 'Idhul Fitri 1432 H, 2011M. 

Di Surabaya aku mengunjungi seorang dokter spesialis syaraf, karena masih mengira ada masalah di syaraf tulang belakangku. Untuk melengkapi data aku diminta untuk melakukan pemeriksaan MRI. Dari hasil MRI dokter radiologi mendiagnosa adanya penyebaran tumor di tulang belakangku. Tumor itulah yang menekan syaraf-syaraf yang ada di tulang belakangku terutama di ruas yang sejajar pinggang, sehingga menyebabkan rasa sakit di daerah itu dan menjalar sampai ke kaki. Yang jadi pertanyaan adalah, darimana asalnya tumor yang menyebar ke tulang belakang itu? Untuk pemeriksaan lebih lanjut aku diharuskan rawat inap hari itu juga. Serangkaian tes dan pemeriksaanpun dilakukan. Mulai dari periksa darah, foto rontgen, USG, mamografi dan banyak lagi.            

Hasil dari serangkaian tes dan pemeriksaan itu, barulah dokter menyimpulkan bahwa tumor induknya ternyata ada di payudara. Aku benar-benar tidak menyangka, karena di daerah itu justru aku tidak merasakan apa-apa, juga tidak ada perubahan yang mencolok. Biasa-biasa saja seperti tidak sakit.

Di usia 42 itu aku mendapat "Hadiah Istimewa". Benar-benar kejutan yang mencengangkan. Kanker Payudara Stadium 4. Penyakit yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, bahkan tidak pernah terlintas di benakku samasekali. Aku tercenung, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku kecuali istighfar, bahkan airmatakupun tidak menetes. Kaget, panik, takut, cemas, bingung dan segala macam perasaan lain bercampur baur. Ya Allah bagaimana hari-hari mendatangku? Penyakit yang berat, rasa sakit yang hebat, dan dokter yang tidak berani memberi harapan kecuali kata, “Kita berusaha.”

Untunglah tidak lama aku berada pada kegalauan seperti itu. Segera kusemangati diriku sendiri. Aku tidak boleh menyerah begitu saja, aku harus tegar, aku harus berusaha. Kucoba jernihkan lagi fikiranku yang kacau, kurangkai kembali hatiku yang terberai dan kukumpulkan lagi semangatku yang luruh. Dengan satu tekad:

Ya Allah, Kau pilih aku untuk menjalani taqdir-Mu yang seperti ini, Engkau yang menciptakan aku, Engkau Yang Mahatahu seberapa kekuatanku, Dan Engkau telah berjanji tidak akan memberikan beban pada hamba-Mu diluar kemampuannya. Aku yakin Engkaulah Dzat yang tidak pernah mengingkari janji, Engkau rabb-ku dan aku adalah hamba-Mu, itu perjanjianku dengan-Mu, Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin, maka tuntunlah aku agar aku mampu menjalani taqdir-Mu ini.         

Di tengah kegalauanku, sebagai manusia biasa muncul pertanyaan dalam diriku, yang kemudian kukatakan pada suami, "Mas, kenapa aku bisa terkena penyakit ini, kenapa bukan mereka yang suka mengumbar auratnya yang diberi penyakit seperti ini? kenapa harus aku?". Aku sudah berhijab beberapa bulan setelah masuk perguruan tinggi di tahun 1987. Kala itu yang berhijab di kampusku masih sangat sedikit. Alhamdulillah, aku satu diantaranya. Aku juga ingat kala itu Bapak sangat marah dan tidak mengijinkan aku berhijab, hingga beliau tidak mau berbicara padaku sampai beberapa bulan. Karena rasa hormatku, dan tidak ingin durhaka padanya, maka aku hanya diam saja dengan tetap istiqomah. Alhamdulillah, lama-kelamaan Bapak luluh juga, malah mendukungku. Terimakasih Bapak, sungguh aku sangat bangga dan berterimakasih padamu, sungguh aku sangat mencintaimu.

Aku memang tidak pernah bersekolah di madrasah atau pesantren. Sejak SMA aku hanya memperdalam Islam dari kajian ke kajian, dari training ke training, dari halaqoh ke halaqoh, dan dari buku-buku karya para ulama, itupun yang terjemahan karena aku hanya sedikit pernah belajar bahasa Arab, belum mampu memahami kitab aslinya. Baru ketika libur sekolah atau kuliah aku menghabiskan waktu di pesantren-pesantren bersama teman-teman.

Sepanjang usia remajaku, sebelum menikah, lebih banyak aku pakai untuk belajar, belajar dan belajar. Karena itu memang janjiku pada bapak untuk tetap ranking 1 sampai lulus SMP, menamatkan SMA dalam waktu 2 tahun, dan menyelesaikan kuliah tepat waktu. Setelah menikah kubaktikan hidupku untuk selalu berusaha menjadi istri dan ibu yang baik.

Tapi aku hanyalah manusia yang jauh dari sempurna, insan yang tak luput dari salah dan dosa. Mungkin aku kurang khusyu’ atau kurang tekun dalam beribadah, mungkin kurang ikhlash dalam beramal, mungkin kurang banyak dalam bersyukur dan mungkin banyak lagi, Allaahu a'lam. Tapi sungguh Ya Allah tidak pernah sekalipun terbersit di benakku untuk menentang-Mu maka ampunilah kekhilafanku.

Suamiku membesarkan hatiku, dengan mengatakan, "Jika penyakit ini diberikan kepada mereka yang suka mengumbar aurat atau sering bermaksiat, maka itu adalah bala' atau hukuman. Bersyukurlah kamu karena kamu tidak seperti mereka.  Ini ujian untukmu, dan cobaan bagi kita. Kita akan mendapatkan karunia besar, kita akan naik kelas."

Instrospeksi juga aku lakukan pada gaya hidupku. Padahal aku ini orang desa yang masih setia dengan ke-ndeso-annya. Makanan kesukaanku ya sayur, tahu tempe dan sambel tomat. Fastfood, junkfood atau minuman manis apalagi bersoda hampir tidak pernah aku konsumsi. Walaupun kadang anak-anak mengkonsumsinya, tapi aku tidak suka. 

Namun ada satu kelengahanku. Aku yang sarjana teknik, sangat jarang bersinggungan dengan masalah medis. Untuk anak-anakku, aku rajin menyimak artikel kesehatan tentang tumbuh kembang anak, pendidikan anak dan segala hal tentang anak. Tapi aku jarang sekali menyimak artikel tentang kesehatan wanita. Rupanya aku telah mengabaikan hak tubuhku sendiri. Alhasil, tentang kanker payudara itu aku tidak tahu samasekali. Yang kutahu hanya kanker itu penyakit ganas dan mematikan, selebihnya tidak pernah kusimak.

Begitu divonis kanker payudara stadium akhir, aku dan suamiku sempat kebingungan tidak tahu harus bertindak apa. Informasi dari dokter masih sepenggal-sepanggal yang aku pahami. Sementara itu begitu banyak orang memberi informasi dan masukan ini-itu, dan begini-begitu, yang bukannya menenangkan, justru malah menambah kebingunganku.

Di saat yang bersamaan, ujian datang beruntun, anak keduaku, yang duduk di bangku SMA, mengalami kecelakaan motor, tepat saat kutinggal pergi berobat ke Surabaya. Ditambah lagi anak ketigaku yang tinggal di pesantren, terjatuh, dan patah tulang lengannya. Belum lagi anak keempatku yang mengalami gangguan di mata kirinya. Aduuh bingungnya aku. Padahal mereka di seberang pulau tanpa sanak tanpa saudara.

Subhanallaah...Yaa Allah Engkau sungguh mencintai kami, sehingga Engkau inginkan kami mendekati-Mu, bukan hanya selangkah tapi ribuan langkah, bukan hanya dengan berjalan tapi dengan berlari, bukan hanya dengan perlahan tapi dengan bergegas.

Di tengah kebingunganku, ibu dan pamanku menyarankan untuk berobat non medis. Mereka menyarankan itu agar aku bisa sembuh tanpa operasi.  Pisau bedah masih sering menjadi momok yang menakutkan, termasuk bagi keluargaku. Waktu itu dokter menjadwalkan untuk 2 operasi sekaligus, yaitu pengangkatan payudara dan operasi di tulang belakang.

Astaghfirullaahal’adhim...bingungnya aku waktu itu. Apa yang harus aku perbuat? Pilihan yang sangat sulit. Semalaman di kamar rumah sakit, aku dan suamiku tidak bisa tidur. Aku yang kesakitan, bingung dan sedih, tidak bisa berpikir jernih, tidak mampu menganalisa, apalagi membuat keputusan. Yang bisa aku lakukan hanyalah memohon pertolongan Allah dengan berdoa, berdzikir dan tilawah. Hanya itu yang aku lakukan sepanjang malam. Suamiku yang biasanya sangat kuat dan tegar dalam menghadapi segala masalah, runtuh juga ketegarannya, tak kuasa lagi menahan tangisnya. Tersedu-sedu dalam munajatnya. Baru kali ini aku melihat suamiku menangis seperti itu.

Keesokan paginya kami memutuskan untuk keluar dari RS, mengikuti saran ibu untuk melakukan terapi di sebuah klinik pengobatan berbasis spiritual. Inti dari terapinya adalah kita mendekatkan diri pada Allah Ta'ala, berserah diri, berdoa, memohon pertolongan-Nya dan bertawakal. Metode yang dipakai adalah sholat malam yang sangat panjang. Jam 12 malam kami sudah dibangunkan untuk tahajut berjama’ah sampai menjelang subuh. Diiringi dengan mengintensifkan doa-doa dan sholat-sholat sunnah yang lain. Ada juga senam untuk memperkuat tubuh. Dari semua metode itu diharapkan tubuh memproduksi zat-zat yang bermanfaat untuk melawan penyakit dan menghilangkan zat-zat yang tidak berguna yang menyebabkan penyakit. Juga untuk melepaskan segala beban fikiran, kekhawatiran dsb. Dengan kata lain tubuh dirangsang untuk menyembuhkan dirinya sendiri.

Aku rawat inap di klinik tersebut selama 19 hari, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan selama beberapa bulan. Selama beberapa bulan itu aku tidak bisa pulang ke rumahku. Aku harus berpisah dengan anak-anakku yang juga sedang sakit nun jauh disana. Selama ini aku tidak pernah berpisah lama dengan suami dan anak-anakku. Sedihnya ketika mereka sangat membutuhkan, aku justru tidak bisa berbuat apa-apa. Untungnya tempat pengobatan itu satu kota dengan rumah ibuku. Sanak saudara juga banyak disana, mereka berganti-ganti menjengukku. Alhamdulillah, bisa jadi pelipur lara. 

Yang menanggung beban terberat adalah suamiku, disamping harus bekerja mencari nafkah, merawat 3 orang anakku yang sedang sakit di Mataram (kota tempat tinggalku), juga harus bolak-balik ke Jawa untuk mengurusiku. Sementara di Mataram kami tidak punya sanak-saudara samasekali, sehingga anak-anak tidak bisa ditinggal terlalu lama.

Alhamdulillah, aku sangat bersyukur, Allah memberiku suami yang luar biasa, menjalani semua musibah itu dengan tulus, tanpa mengeluh dan tetap bersemangat. Tak henti dia selalu memperhatikanku, menyayangiku dan memberi dukungan yang sangat besar untuk kesembuhanku. “Insya Allah, kamu pasti akan sembuh. Tidak usah risaukan dokter yang mengatakan kanker stadium akhir tidak bisa disembuhkan, tidak usah pikirkan data medis yang menyebutkan bahwa pasien hanya mampu bertahan tidak lebih dari setahun. Allah nanti yang akan menyembuhkanmu.” Kalimat itu yang dikatakannya berulang-ulang dengan penuh keyakinan. Walaupun keletihan yang amat sangat tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.

Setelah beberapa bulan di Jawa akupun boleh pulang, walaupun belum ada tanda-tanda kesembuhan. Aku dan anak-anakku sudah sangat rindu, bahkan anak keduaku sering mengatakan, “Uma (panggilan anakku kepadaku) pulang ya, semangat hidupnya Qonita sudah hampir habis.” Aduh, segitunya. Maklum dia sedang menghadapi ujian akhir sekolah dan ujian masuk perguruan tinggi, dia sangat membutuhkan dukunganku. Demikian pula anak-anakku yang lain.

Selama di Mataram, selain meneruskan terapi spiritual, suamiku juga mengobatkan aku dengan pengobatan herbal. Bermacam herbal pernah kucoba. Mulai herbal Indonesia, China, juga Timur Tengah. Dalam sehari aku minum sampai puluhan obat atau jamu.

Hari demi hari aku jalani semua terapi dan pengobatan itu dengan sabar dan telaten, sembari tidak berhenti selalu bermunajat kepada Allah agar diberi hikmah, kesabaran, keikhlasan, kesembuhan, kekuatan dan kebaikan untuk kami semua. 
           
Satu tahun sudah aku menjalani segala macam terapi dan pengobatan-pengobatan itu, tapi rasa sakitnya tidak kunjung berkurang, rasa sakit yang semakin lama semakin tak tertahankan, rasa sakit yang tidak pernah berhenti selama 24 jam penuh. Aku jadi sangat tergantung pada obat penahan rasa sakit. Tanpa meminumnya aku tidak bisa melakukan apapun. Aktivitas fisikku juga semakin terbatas. Berjalan, berdiri, duduk, bahkan terbaringpun sakit.

Bulan Ramadhan 1433 H, 2012 Masehi, bulan yang sangat dinanti-nantikan seluruh umat Islam. Akupun juga ingin menjalankan kewajibanku untuk berpuasa. Hari pertama, Ya Allah.... jika lapar dan haus adalah hal yang sudah biasa bagi orang puasa, tapi aku benar-benar tidak kuat menahan rasa sakit di tubuhku. Setelah tengah hari ketika pengaruh obat penahan rasa sakitnya mulai hilang, aku merasakan sakit yang luarbiasa, aku sudah tidak bisa lagi mendefinisikan sakitnya seperti apa. Aku tidak mampu bergerak. Astaghfirullaahal'adhiim. Selama hidup belum pernah aku merasakan sakit seperti ini. Berkali lipat lebih sakit dibandingkan waktu melahirkan anak pertama. Tak tahan dengan rasa sakitnya, akhirnya akupun menyerah, tidak melanjutkan puasa, agar bisa minum obat penahan rasa sakit.  Walaupun tidak sampai hilang rasa sakitnya, paling tidak aku bisa menggerakkan tubuhku. Alhasil sebulan penuh aku tidak mampu berpuasa. 

Suatu malam ketika sholat, waktu ruku', tiba-tiba tubuhku terguling. Tak mampu lagi aku berdiri Kakiku tidak kuat lagi menyangga tubuh, walaupun obat penahan rasa sakit tidak pernah telat kuminum. Allaahu Akbar, Laa Haulaa Walaa Quwwata Illa Billaah. Sejak itu aku sholat dengan duduk, atau bahkan dengan berbaring. Posisi berbaring juga tidak bisa telentang, miring ke kiripun tidak bisa. Aku hanya bisa tidur miring ke kanan dengan posisi meringkuk, Astaghfirullaahal'adhiim....Aku juga tidak mampu lagi berjalan. Aku mulai pakai kursi roda untuk bisa berpindah tempat. Itupun tidak bisa lama karena terasa sakit pula di tulang duduk.

“Yaa Allah, jika sakit di dunia saja seperti ini rasanya, manalah mungkin aku berani menentang-Mu, padahal di dunia masih ada dokter yang memberi pengobatan, masih ada obat yang mengurangi rasa sakit, masih ada orang lain yang menolong. Ampunilah aku Yaa Allah, lindungilah aku dari kepayahan di hari yang tiada pelindung kecuali perlindungan-Mu”

Dua hari setelah Idul Fitri, aku putuskan untuk kembali ke Surabaya. Aku pikir mungkin pengobatan yang aku jalani selama ini belum maksimal. Mungkin Allah masih mengharuskanku untuk berusaha lagi, menyempurnakan ikhtiar. Aku kembali masuk RS dan menjalani serangkaian pemeriksaan lagi. Mulai dari MRI, foto, USG dsb. Dari situ disimpulkan bahwa tumor di tubuhku bukannya berkurang tapi semakin menjalar. Tidak hanya di payudara dan tulang belakang, tapi juga menjalar ke tangan kanan, sehingga tidak bisa diangkat, menjalar ke tulang duduk, sehingga aku tidak bisa duduk lebih dari 1 menit, menjalar ke bahu, bahkan juga ke kepala. Aku yang sebelumnya tidak punya penyakit hipertensi, saat itu tekanan darahku tinggi. Aku yang sebelumnya juga tidak menderita diabetes, saat itu gula darahku tinggi juga. Allahu Akbar…

“Yaa Allah Engkaulah yang menghidupkan penyakit ini di dalam tubuhku dan hanya Engkaulah yang kuasa untuk mematikannya, karena dia adalah makhluq-Mu, maka dia akan tunduk patuh kepada-Mu. Jika Kau kehendaki untuk hidup, dia akan hidup, dan jika Kau kehendaki untuk mati, diapun akan mati.”

Mulailah aku menjalani perawatan medis. Dimulai dengan radioterapi di tulang belakang, karena di bagian itu yang paling sakit dan paling mengganggu aktivitas. Radioterapi kujalani selama 15 kali. Ternyata pengobatan dengan sinar gamma itu tidak ada rasanya, tidak panas, juga tidak perih. Hanya saja 1 jam setelah itu aku mulai mual-mual dan muntah-muntah. Ini disebabkan karena lambungku terpapar sinar pula. Kulit di bagian itu juga menghitam gosong. Bagian tubuh yang disinar tidak boleh terkena air atau cairan apapun. Mandi jadi sangat sulit aku lakukan sendiri.

Kembali aku sangat bersyukur punya suami yang sangat baik. Dalam keadaan lemah dan sulit, aku tidak mampu mengurus diriku sendiri, suamiku selalu ada untukku. Dengan telaten dia menyekaku, memandikanku, bahkan juga memasak dan menyediakan semua kebutuhanku ketika di rumah. Jazakallaahu khoir. Alhamdulillaah. 

Selesai radioterapi, Alhamdulillah rasa sakit di pinggangku mulai berkurang. Walaupun yang di tempat lain masih tetap, karena radioterapi adalah pengobatan sektoral. Disebabkan kankernya sudah menyebar, maka dokter tidak menjadwalkan operasi, tapi mengobatinya dengan kemoterapi. Kemo ini dijadwalkan tiap 3 minggu sekali, entah sampai berapakali, dokter tidak bisa menentukannya.

Kemo pertama tgl 10 Oktober 2012. Selama ini yang aku dengar tentang kemoterapi sangatlah menyeramkan. Tentang ruangan yang gelap dan efek samping yang hebat, belum lagi orang bilang kalau dikemo malah mempercepat ajal,..dst...dst. Entahlah...
                                                 
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيم

Bismillaahirohmaanirrohiiim, Yadldloorrunnaafi'...Dengan menyebut asma-Mu Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah Engkau yang Maha Pemberi mudharat (dan hanya Engkau yang kuasa untuk menghalanginya) dan Engkau yang Maha Pemberi Manfaat (berilah manfaat kesembuhan melalui pengobatan ini).

Aku mulai menjalani kemoterapi. Gambaran tentang kemo tidak sepenuhnya benar. Ternyata ketika obat dimasukkan, sekitar 4-5 jam, tidak ada rasanya, seperti diinfus biasa, dan tidak di ruangan gelap, hanya obatnya saja yang dilindungi dari sinar, dibungkus plastik hitam. Beberapa jam kemudian aku baru merasakan efek sampingnya, seperti badan panas, gemetar, mual muntah, pusing, lemas, jantung berdebar-debar, dan kerongkongan seperti tercekat. Kemudian sampai beberapa hari juga tidak bisa BAB. Aku juga jadi sulit tidur. 

Seminggu kemudian aku merasa sangat pusing, seluruh kepalaku terasa sakit, mulai kening sampai tengkuk. Digerakkan sakit, dipegang sakit, dipakai tidur kena bantal juga sakit. Astaghfirullah, ampunilah aku Yaa Allah...istighfar, istighfar dan terus istighfar. 

Keesokan harinya, ketika aku menyisir rambut, Masya' Allah, aku sangat kaget, begitu banyaknya rambutku berjatuhan. Ternyata di tempat tidur, di tempat sholat, di kamar mandi, dimana-mana rambutku berceceran. Setiap hari seperti itu, rontok, rontok, dan rontok terus. Lima hari kemudian rambutku sudah habis, gundul. Subhanallah,...


Saat bercermin, aku kaget, tertegun, melihat seraut wajah aneh yang belum pernah aku lihat sebelumnya, aku hampir tidak mengenalinya. Ya, padahal itu wajahku sendiri, yang sekarang tanpa mahkota hitam yang selama ini ada di kepalaku. Tapi syukurlah alis dan bulu mataku tidak ikut rontok. Akupun berusaha tersenyum, Alhamdulillahi ‘alaa kulli haal, berusaha bersyukur dalam keadaan apapun. 

          إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اَللَّهُمَّ أُجُرْنِيْ فِيْ مُصِيْبَتِيْ وَأَخْلِفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا


Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’un, Allahumma’jurnii fii mushiibati wa akhliflii khairomminhaa. Sesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya jua akan kembali. Ya Allah berilah pahala dalam musibahku ini dan gantikanlah untukku yang lebih baik dari semua ini).


Dua minggu setelah kemo, efek sampingnya mulai mereda. Tapi aku harus bersiap menjalani kemo selanjutnya. Kemo kedua dilakukan 3 minggu kemudian, tgl 31 Oktober 2012. Setelah kemo kedua ini ada yang bertambah berat bagiku. Badanku terasa sangat lemah, lemas sekali, seperti tanpa tenaga. Bahkan aku sering berada pada keadaan antara sadar dan tidak. Ketika sedang sholat dengan berbaring aku sering tidak tahu aku terhenti di rukun yang mana, atau di rokaat keberapa. Sehingga untuk satu kali sholat harus kuulangi sampai beberapa kali. Astaghfirullaah. Kuusahakan untuk tetap semangat, tabah, sabar dan ikhlas. Masih ada amanah besar yang harus kutunaikan, yakni merawat dan membesarkan anak-anakku. Kuingat saat aku akan berangkat berobat dan selama aku di Jawa, anak bungsuku selalu memberiku surat yang diketiknya sendiri, yang selalu membuatku tidak mampu menahan airmata saat membacanya:
“Uma, adik sayaaaaang sekali sama uma, cepet sembuh ya. Adik kangeeeen sekali.  Uma cepet pulang ya. Kalau uma pergi, hilang kebahagiaannya adik”. Oh, anakku…
           
Tiga minggu kemudian aku harus kemo lagi. Kali ini dokter tidak berani memberikan dosis penuh karena rupanya leverku bermasalah, SGOT dan SGPTnya tinggi. Sebagai penyaring darah rupanya lever kewalahan menerima gempuran obat kemo. Sel darah putihku juga anjlok di bawah normal, jadi harus suntik lekogen sebelum dan sesudah kemo. Karena kemo tidak boleh berhenti walaupun ada gangguan lever, solusinya dokter memecah dosisnya, sehingga aku harus kemo seminggu sekali, dengan dosis pecahan, selama 6 kali berturut-turut. 

Ini sangat berat, melelahkan dan merepotkan. Lagi-lagi aku harus tinggal di Surabaya selama beberapa bulan, meninggalkan anak-anakku. Suamiku harus bolak-balik lagi Mataram-Surabaya tiap minggunya. Tiga hari di Surabaya, empat hari di Mataram. Kasihan sekali aku melihatnya. Letih dan lelah sangat tampak di wajahnya walaupun dia selalu berusaha untuk tenang dan selalu bersemangat. Ya Allah berikanlah ketabahan, kesabaran dan kekuatan padanya. 

Siklus itu diulangi lagi sampai 2 kali. Rambutku sudah mulai tumbuh sekitar 3 cm, Alhamdulillah tidak gundul lagi. Yang lucu itu anak pertamaku, laki-laki, sudah kuliah di Malang. Aku memang tidak cerita secara detil kepadanya tentang rambutku yang rontok karena kemo. Waktu dia menjengukku, sambil terheran-heran dan senyum-senyum dia berkata,
"Ma, tumben potong rambut seperti itu, kereeen Ma...!" Haaah?? keren dia bilang, waduh, dia tidak tahu asal muasal potongan rambut 'keren' ini.

Senengnya aku punya rambut lagi ternyata tidak berlangsung lama, kemo berikutnya, April 2013, dokter memberikan dosis penuh lagi. Dan seperti kemo yang pertama, rambutku kembali rontok, dan gundul lagi. Alhamdulillaahi ‘alaa kulli haal 

Kemo kali ini juga terasa sangat memberatkanku. Badanku kembali sangat lemah tanpa tenaga, jantungku berdetak keras tidak beraturan, terutama di malam hari. Di saat seperti itu aku sudah sangat pasrah dan juga ikhlas andai Allah memanggilku saat itu. Hanya doa dan dzikir yang bisa aku lakukan. Di penglihatanku seperti ada cacing menari-nari dan tubuhku terutama kepala rasanya sakit dan panas sekali. Gula darahku naik hampir 600. Setiap hari badan dan kepalaku kukompres dengan es batu. Anak bungsuku sering menemaniku ketika aku mendinginkan badan, sambil dia ikutan meletakkan es batu di tangan dan kepalanya. Iapun tertawa riang membayangkan sedang berada di musim salju. Ohh, anakku kau begitu polos, belum paham apa yang terjadi. Senyum dan airmataku berbaur saat melihatnya.

Kondisi badanku sangat tidak stabil. Di waktu-waktu tertentu badanku justru menggigil kedinginan, walaupun saat itu siang hari dan matahari bersinar terang. Setebal apapun selimut tidak mampu mengusir dinginnya. Hawa dingin itu menyeruak dari dalam tubuhku, menusuk ke tulang-tulangku, berdesir di sela-sela ototku. Astaghfirullaahal'adhiim.......

Namun syukur Alhamdulillaah, setelah kemo 15 kali, semua usaha dan pengorbanan itu mulai menunjukkan hasil, rasa sakit di tubuhku mulai menghilang, jaringan mengeras di payudara juga sudah mengecil, tinggal sekitar 1 cm. Subhanallaah, Yaa Muhyii Yaa Mumiit, Mahasuci Engkau Ya Allah Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan. Aku mulai bisa duduk dan berjalan kembali, walaupun masih terbatas. Sekarang kekuatan tangan dan kakiku menurun. Tanganku tidak cukup kuat untuk mengangkat benda yang lebih dari 1 kg, kakiku tidak cukup kuat untuk berjalan jauh. Tapi tak mengapa, aku tetap bersyukur. Alhamdulillahi 'alaa kulli haal.. 

Mengingat efek samping kemo intravena sudah sangat memberatkanku, untuk selanjutnya aku diberi kemo oral. Sebelum mengkonsumsinya dokter menjelaskan bahwa obat ini juga banyak sekali efek sampingnya. Kebanyakan pasien akan mengalami sindrom telapak tangan dan kaki yaitu merah, gatal, melepuh, dan kulit akan berubah menjadi keunguan, seperti ubi jalar ungu. Aku sempat takut juga mengkonsumsinya, tapi kembali bahwa hanya Allah SWT Adh-dhoorru wa An-naafi’. Tawakaltu’alallaah aku mulai menjalani kemo oral. yaitu 2 minggu mengkonsumsi obat dan 1 minggu jeda. Begitu seterusnya tanpa henti. Saat ini sudah berjalan selama sebelas bulan (Mei 2014). 

Alhamdulillaah, dengan kehendak Allah Ta'ala, semua efek samping yang menakutkan tidak terjadi padaku, telapak kaki tanganku tidak melepuh, kulitkupun tetap seperti semula, tidak menjadi ungu. Hanya suhu tubuh sedikit naik, rasa haus yang terus-menerus dan kulit kering. Alhamdulillaah semua itu bisa diatasi dengan sering minum air putih dan memanfaatkan khasiat minyak zaitun. Tekanan darahku juga sudah normal kembali. Alhamdulillaah tiga bulan ini gula darahku juga sudah normal kembali, padahal sebelumnya aku harus minum obat diabetes 1 atau 2 kali sehari ditambah suntik insulin setiap pagi. Alhamdulillaah. Alhamdulillaah tsumma Alhamdulillaah begitu besarnya karunia-Mu untukku Ya Allah.

Memang dokter belum menyatakan bahwa aku sembuh, aku masih harus terus kemo sampai batas waktu yang  tidak bisa ditentukan. Itu kata dokter. Tapi kenyataannya nanti Allah-lah yang menentukan. Aku pasrahkan segalanya kepada Allah, biarlah Dia yang mengatur segalanya. Aku yakin Allah pasti akan memberikan yang terbaik untukku.

Telah melewati masa kritis dan bisa sampai pada kondisi seperti ini, adalah nikmat yang amat besar. Allah masih memberikan kesempatan untukku, kesempatan langka yang jarang didapat penderita kanker stadium akhir. Alhamdulillah aku masih diberi waktu untuk hidup, untuk menunaikan amanah yang belum tuntas, untuk memperbaiki diri, untuk berbuat yang lebih baik lagi dan untuk menambah bekal perjalanan panjang nanti di alam berikutnya.

Yaa Allah       

Kau menyayangi kami lebih dari kami menyayangi diri kami sendiri.
Kadang begitu nyata, begitu nampak jelas kasih sayang-Mu, sehingga kami bisa merasakannya seketika.

Kadang Kau berikan kasih sayang-Mu dengan hikmah, yang baru bisa kami rasakan dengan pemahaman.

Terkadang pula Kau hadirkan kasih sayang-Mu dengan wujud yang tak mampu kami pahami dengan hati, tak mampu kami cerna dengan akal, tapi hanya bisa kami terima dengan keyakinan. Keyakinan bahwa Kau Ar-rahman Ar-rahiim, keyakinan bahwa Kau tidak akan pernah aniaya kepada hamba-Mu. Dan keyakinan akan janji-janji-Mu.