Selasa, 04 Agustus 2015

DALAM GENGGAMAN ADL-DLAARRU WA AN-NAAFI’

Suatu ketika ada seorang bapak setengah baya yang merasakan sakit amat sangat di tulang punggung dan menjalar hingga ke tangan. Melalui pemeriksaan MRI diketahui ada 6 bantalan tulang belakangnya yang mengalami gangguan (HNP = Herniated Nucleus Pulposus). Menurut dokter kondisi separah itu biasa terjadi karena sering mengangkat beban berat atau karena adanya trauma. Sang bapak tak habis pikir, seingatnya tidak ada trauma pada tulang belakang. Sementara ia adalah seorang profesional yang kegiatan sehari-harinyanya tidak banyak menguras kekuatan fisik, apalagi angkat berat. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?

Suatu pagi ketika sedang berolahraga ringan di depan rumah, seorang bibik penjual sayur lewat. Yang menarik perhatiannya adalah si bibik penjual sayur itu membawa dagangan di atas kepala. Dari banyaknya bawaan bisa diperkirakan kalau semua dagangan itu tak ringan. Karena penasaran si bapak bertanya,
“Bibik, berapa berat seluruh dagangan itu?”
“Kira-kira 30 kilo pak.”
Berat juga ya? Sudah berapa lama bibik jualan seperti ini?”
“Sudah lama pak, limabelas tahun lebih.”
“Bibik, tidak sakitkah kepala, leher atau punggungnya? Bukankah bibik naik-turunkan bakul ini berkali-kali setiap apa pembeli?”
Sambil tersenyum atau tepatnya menyeringai si bibik menjawab:
“Tidak pak, paling ya cuma pegel sedikit, nanti diurut sebentar juga hilang.”
Mendengar jawaban itu si bapak hanya geleng-geleng kepala. Itu baru si bibik penjual sayur. Bagaimana dengan kuli panggul atau kuli angkut? Yangmana beban yang mereka angkat lebih berat dan lebih banyak? Lalu berapa banyak dari mereka yang mengalami gangguan tulang belakang? Entahlah, tapi yang pasti mereka telah melakukannya bertahun-tahun dan masih terus melakukannya.

Di lain waktu ada seorang ibu yang merasa perutnya selalu mulas tiapkali selesai minum madu atau susu. Dari banyak literatur bahkan dari Hadits Nabi telah dijabarkan banyaknya manfaat kedua minuman itu. Sampai hari ini tidak ada yang membantahnya. Si ibu itu telah berusaha untuk mengkonsumsinya dengan segenap harapan dapat mengambil manfaatnya, menguatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki kesehatan. Tapi apa hendak dikata, tiapkali selesai minum madu atau susu ia selalu diare.

Dari gambaran di atas bisa diambil pelajaran bahwa yang namanya mudlarat dan manfaat tidak berlaku mutlaq. Ada perkecualiannya. Walaupun pada umumnya berlaku sunnatullah. Apa sebabnya? Sebabnya tak lain adalah karena mudlarat dan manfaat itu ada yang mengendalikannya. Allahu Ta’ala Huwa Adl-Dlaarru wa An-Naafi’.

Adl-Dlaarr (الضَارُ) yang artinya Maha Pemberi Mudlarat (Derita) dan An-Naafi’ (النَافِعُ) yang artinya Maha Pemberi Manfa’at adalah dua nama diantara 99 Asma’ul Husna (nama-nama Allah Ta’ala yang indah). Kedua Asma’ Allah tersebut dalam penyebutannya selalu disandingkan, tidak digunakan secara terpisah.  Ada beberapa Asma’ Allah Ta’ala yang selalu digunakan bergandengan dengan muqaabil-nya (lawannya), termasuk Adl-Dlaarr dan An-Naafi’. Hal ini sesuai dengan sifat Rubuubiyah (Ketuhanan) Allah Ta’ala bahwa Dia Yang Maha Pemberi Mudlarat, namun Dia pula Yang Maha Pemberi Manfa’at. Penyebutan Adl-Dlaarr secara terpisah akan merancukan pemahaman tentang sifat Allah Ta’ala secara keseluruhan. Dengan kata lain tidak menggambarkan sifat Allah Ta’ala dengan tepat, karena mustahil bagi Allah Ta’ala jika hanya Maha Pemberi Mudlarat tanpa Maha Pemberi Manfaat.

Sebagaimana dalam Firman-Nya:

وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدُيرٌ

Jika Allah menimpakan suatu kemudlaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu (QS. Al-An’aam: 17).

سَيَقُولُ لَكَ الْمُخَلَّفُونَ مِنَ الْأَعْرَابِ شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا ۚ يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِم مَّا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلْ فَمَن يَمْلِكُ لَكُم مِّنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا ۚ بَلْ كَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami". Mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudlaratan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al-Fath: 11).

قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudlaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudlaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman" (QS.Al-A’raaf: 188).

Adl-Dlaarr bermakna bahwa segala keburukan, kesedihan, penderitaan, musibah, kecelakaan, penyakit dan segala hal yang menimbulkan duka nestapa ada pada penguasaan Allah Ta’ala. Dia yang kuasa untuk memberikan mudlarat kepada siapa yang Dia kehendaki, menentukan mudlarat seperti apa yang akan ditimpakan dan seberat apa mudlarat itu terjadi.

Kita tidak diperkenankan untuk memikirkan Dzat Allah Ta’ala, karena kita tidak akan mampu untuk itu. Namun dengan keterbatasan kemampuan manusia, kita berusaha untuk bisa memahami Asma’ wa Sifah-Nya. Kalau kita bayangkan bahwa mudlarat itu suatu benda, kemudian benda itu ada pada genggaman dan kendali suatu dzat, maka bagaimana perilaku benda tersebut? Sudah pasti sangat tergantung pada yang menggenggamnya, dan terserah pada yang mengendalikannya. Apakah benda itu akan diberikan pada seseorang atau ditahannya, apakah diberikan dalam jumlah banyak atau sedikit, apakah diberikan terus menerus atau hanya sejenak, apakah diberikan sebagaimana adanya ataukah dirubah ke dalam bentuk yang lain. Hak mutlak yang menguasainya tanpa ada yang bisa turut campur.

Seperti itu pulalah mudlarat. Allah Ta’ala yang menggenggam dan mengendalikannya. Itu artinya Allah Ta’ala kuasa untuk memberikan mudlarat tapi juga kuasa untuk mencegah datangnya mudlarat. Bisa juga menukar suatu mudlarat dengan mudlarat lain yang setara, yang lebih ringan atau malah yang lebih berat. Bisa pula memanjangkan terjadinya mudlarat itu atau menghentikannya dengan cepat. Tidak ada yang bisa merebut dari genggaman-Nya. Yang bisa kita lakukan adalah memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala agar terhindar dari mudharat, atau agar mudlarat yang menimpa diringankan, atau agar mudlaratnya segera diangkat.

An-Naafi’ bermakna bahwa segala manfaat, kebaikan, kesenangan, keselamatan, kesehatan dan segala hal yang mendatangkan kebahagiaan ada pada penguasaan Allah Ta’ala. Dia yang kuasa untuk memberikan manfa’at/kebaikan kepada siapa yang Dia kehendaki, menentukan manfaat seperti apa yang akan diberikan dan seberapa besar manfaat itu bagi seseorang.

Seperti halnya mudlarat, manfaat juga ada pada genggaman dan kendali Allah Ta’ala. Itu artinya Allah Ta’ala kuasa untuk memberikan manfa’at namun juga berhak untuk menahan adanya manfaat atau bahkan menghilangkan manfaat dari sesuatu hal atau dari suatu benda. Bisa memperbesar atau memperkecil manfa’atnya, bisa pula memanjangkan atau menghentikan adanya manfa’at.

Setiap kali menghadapi suatu hal, entah itu baik menurut pandangan kita ataupun buruk menurut perkiraan kita, maka serulah Yang Menggenggam Mudlarat dan Yang Menggenggam Manfaat, agar mudlarat itu ditahan oleh-Nya dan hanya manfaat yang diberikan oleh-Nya.

Manakala kita sakit yang mengharuskan terapi atau minum obat, maka serulah Yaa Adl-Dlaarru wa An-Naafi’ sebanyak yang kita mampu, agar Allah Ta’ala Sang pemilik Asma’ menghilangkan penyakitnya, menahan efek samping terapi atau obat-obatan, dan memberi manfaat kesembuhan melalui ikhtiar tersebut. Bukankah segala macam kuman, virus, bakteri, bahkan sel ganas seperti kanker dlsb adalah makhluq Allah Ta’ala. Mereka semua akan tunduk patuh pada Sang Khaliq. Jika Dia perintahkan untuk hidup mereka akan hidup. Jika Dia perintahkan untuk diam, mereka akan diam. Dan jika Dia kehendaki untuk mati, merekapun akan mati.

Di saat Allah Ta’ala menyempitkan rejeki serulah Adl-Dlaarru wa An-Naafi’ agar kesempitan rejeki itu segera berakhir, agar kekurangan harta tidak menyusahkan, tidak menghinakan, dan tidak mendekatkan pada kekafiran. Akan tetapi agar kesempitan dan kekurangan rejeki itu justru menjadi pemacu tekad dan semangat, penguat mental, pembuka pintu kreatifitas, penggali kecakapan, pendidik agar menjadi tawadlu’ dan sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala lebih dari sebelumnya.

Ketika hidangan lezat di depan mata, satai gulai kambing, aneka seafood, roti, kue, buah, dsb. Tak ada salahnya jika kita menyeru Adl-Dlaarru wa An-Naafi’. Secara ilmiah semua makanan itu mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan, kekuatan dan kebugaran tubuh. Namun berapa banyak orang yang stroke atau serangan jantung bahkan koma usai mengkomsumsinya? Kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari hal itu.

Siapa yang tidak senang mempunyai pasangan hidup dan anak-anak yang rupawan nan pandai dilengkapi dengan harta yang melimpah? Tentu tidak ada yang tidak bahagia. Serulah Adl-Dlaarru wa An-Naafi’ agar terhindar dari hal ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. At-Taghaabun: 14).

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (QS. At-Taghaabun: 15).

Sehingga akan mendapatkan seperti dalam doa orang-orang yang beriman:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Furqan: 74).

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya (QS. Ath-Thuur: 21)

Sewaktu kita merasa takut akan suatu keburukan dan mengharap kebaikan, mintalah pada Yang Menggenggam Mudlarat dan Yang Menggenggam Manfaat, Allaahu Laa Ilaaha Illa Huwa Adl-Dlaarru wa An-Naafi’ (Allah, Tidak Ada Tuhan Selain Dia Yang Maha Pemberi Mudlarat dan Maha Pemberi Manfa'at). Agar kita dihindarkan atau diringankan atau segera dibebaskan dari mudlarat dan diberikan atau ditambahkan atau disegerakan memperoleh manfaat.

Allaahu a’lam.


Artikel ini sudah pernah dikirimkan ke situs Dakwatuna.com dan telah dimuat pada tanggal 25 Mei 2015.


Senin, 03 Agustus 2015

UNGKAPKAN CINTAMU

Adzan isya’ belum lama berkumandang. Maryam bersegera mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat. Dua orang anak balitanya diajak pula. Walaupun belum sempurna cara mereka sholat, Maryam tak mempermasalahkannya. Hitung-hitung mereka masih belajar. Si bungsu yang baru berusia 5 bulan dibaringkan di ranjang bayi.  

Usai sholat Maryam meminta anak-anaknya pergi tidur. Sambil duduk di pinggir tempat tidur, Maryam mulai membacakan cerita pengantar tidur. Anak-anak sangat menyukai kegiatan itu. Sepertinya si kecil juga ikut mendengarkan walaupun mungkin belum paham. Terlihat dari reaksi mimiknya yang serius. Belum tamat satu judul, mereka semua sudah terlelap.
“Alhamdulillaah…” gumam Maryam sembari bernafas lega. Satu tugas harian, untuk sementara, sudah terselesaikan. Iapun beranjak dari sisi tempat tidur.

Namun bukan berarti Maryam bisa beristirahat. Ia harus segera pergi ke dapur. Menyiapkan makan malam untuk suaminya yang akan pulang sebentar lagi. Sebenarnya hari ini tepat 5 tahun usia pernikahan mereka. Mulanya Maryam bermaksud memasak spesial untuk suaminya. Tapi apadaya seharian ini ketiga buah hatinya menyibukkannya. Sekarang tak cukup waktu lagi baginya untuk memasak spesial. Tak mengapalah, toh itu bukan peringatan yang harus dirayakan. Kalau sudah kepepet begini, Maryam mengeluarkan jurus masak cepat. Telur goreng dan tumis sayur. Tak sampai setengah jam hidangan telah siap termasuk teh panasnya. Tepat ketika bel rumah berbunyi, tanda suaminya datang.

            “Assalaamu’alaikum…” ucap Ridwan, suami Maryam, begitu pintu rumah dibuka.
            “Wa’alaikumussalam…” awab Maryam sambil mencium tangan Ridwan.
            “Sudah sepi, anak-anak mana?” Tanya Ridwan
            “Sudah tidur Mas. Seharian tadi mereka kebanyakan main.”

Ridwan segera pergi mandi dan sholat sebelum menyantap makan malam diiringi obrolan ringan diantara mereka berdua.
Usai makan Ridwan pamit mau tidur karena sangat lelah. Maryam mengiyakan dengan senyum lembutnya. Sebenarnya ia juga ingin istirahat, tapi dilihatnya dapur masih penuh dengan piring dan panci kotor, lantai masih berhias dengan bercak makanan anak-anak yang tumpah, belum lagi baju-baju kotor menggunung di mesin cuci. “Ini harus dituntaskan agar besok pagi ketika semua bangun rumah tampak rapi”.pikir Maryam.

Jam telah berlalu dari angka 11 tatkala Maryam menyelesaikan pekerjaannya. Lelah, penat dan pegal sekujur tubuhnya. Maryam terduduk di kursi panjang menikmati kelelahannya. Mengambil nafas panjang untuk mengurai kepenatannya. Pikirannyapun melayang, andai dalam keadaan seperti ini suaminya menghampirinya, agar bisa berbagi rasa letih dengan sekedar ucapan terimakasih, agar bisa terhalau rasa jenuh dengan ungkapan cinta.

Heem… Maryam tersenyum kecut. “Kenapa aku jadi melo ya? Bukankah Ridwan suami yang baik? Laki-laki shalih yang bertanggungjawab, rajin ibadah, giat bekerja dan aktif berdakwah? Lalu apa lagi yang aku tuntut darinya?”
Pikiran lainnya berkata,
” Tapi kenapa ia tak pernah mengungkapkan cintanya padaku? Tak pernah memujiku walau hanya untuk menyenangkanku? Tak juga ada ucapan terimakasih untuk semua yang telah aku lakukan? Capek deh…” Maryam mendesah perlahan.
“Bukankah ia tidak pernah menyakitimu? Baik dengan ucapan atau dengan perbuatan? Bukankah ia telah berusaha keras untuk memenuhi semua kebutuhanmu dan anak-anakmu?” Kata hatinya lagi.
“Iya benar, tapi aku ini tetaplah seorang wanita yang ingin dimanja, bukan hanya dengan limpahan harta tapi dengan perhatian agar aku tahu bahwa diriku berharga. Aku senang dirayu dan dipuji agar aku sadar bahwa aku dicintai. Aku perlu ucapan terimakasih agar aku tahu bahwa kehadiranku dibutuhkan. Aku membutuhkan semua itu agar aku kuat dan bersemangat menjalani hari-hariku”.
“Kalau begitu coba kau tanyakan pada suamimu tentang kegalauan hatimu itu!”
“Iya baiklah.”
Segera Maryam menghadap suaminya dan bertanya dengan suara yang tegas, tumben ia berlaku begitu, biasanya ia selalu lembut kala berbicara dengan suaminya.
            “Mas, apakah kau mencintaiku?”
Suaminya bengong dan terheran-heran dengan tingkah Maryam yang tak biasanya. Tak segera dijawab Maryam mengulangi lagi pertanyaannya,
            “Mas, apakah kau mencintaiku?”
Walau masih agak bingung suaminya menjawab,
            “Tentu saja, saya sangat mencintaimu…”
            “Apa buktinya?” sergah Maryam lagi. Suaminya tambah heran, hari ini Maryam tampak aneh. Namun dengan ketenangannya sang suami menjawab,
            “Dinda, cinta itu perbuatan hati. Seperti apa cinta itu yang paling tahu adalah diri sendiri. Aku tak bisa menggambarkan betapa besarnya sayangku padamu, aku tak bisa melukiskan betapa dalamnya cintaku padamu. Aku tak punya kata-kata indah untuk mengungkapkannya. Tapi aku wujudkan dengan tanggungjawabku untuk membimbing dan mengarahkanmu menjadi hamba Allah yang shalih. Aku tunjukkan dengan ajakan dan bahkan perintah agar kau ta’at pada Sang Khaliq, Aku perlihatkan dengan usahaku untuk memenuhi kebutuhanmu agar kau bahagia. Dan aku tekadkan agar aku, kau dan anak keturunan kita selamat tidak hanya di dunia ini tapi juga di akhirat kelak. Aku berusaha sekuat tenaga agar kita nanti dikumpulkan di jannah. Konsekuensi cinta tidaklah ringan, tapi aku akan terus berusaha untuk semua hal itu, karena aku mencintaimu.”

Maryam terharu mendengar uraian suaminya. Namun ia belum puas. Kali ini dengan suara pelan dan kepala tertunduk ia melanjutkan pertanyaannya,
            ”Lalu apakah aku ini berarti bagimu? Karena tak pernah kudengar kau memujiku, tak pernah pula ada ucapan terimakasih untukku…”
Suaminya tersenyum mulai mengerti gejolak hati istrinya.
            “Sebenarnya aku hanya ingin menanamkan keikhlasan dalam dirimu. Aku berharap bahwa dengan atau tanpa pujian kau tetap bersemangat untuk beramal shalih, dengan atau tanpa ucapan terimakasih kau tetap istiqomah dalam kebaikan. Maafkan aku Dinda, ada satu hal yang mungkin terlupakan olehku bahwa kau wanita yang lembut hati dan suka dimanja. Aku berjanji akan memperbaiki sikapku. Namun yang pasti bahwa kau adalah harta terindah yang kupunya, kau adalah istri dan ibu yang hebat, dan aku sangat mencintaimu, terimakasih telah mendampingiku selama ini…”

Maryam tak dapat menahan rasa harunya, matanya kabur terhalang airmata, tubuhnya tergoncang menahan tangisnya. Tatkala ia usap matanya barulah ia sadar ternyata dirinya ada dalam gendongan Ridwan, suaminya. Sedikit bingung, ia bertanya-tanya dalam hati, apakah dialog dengan suaminya tadi nyata atau mimpi. Entahlah itu tak penting lagi baginya. Suaminya menggendongnya menuju ruang tengah. Di atas meja ada bungkusan kado yang besar.
            “Itu hadiah untukmu, sayang…” kata suaminya lembut.
            ‘Iya terimakasih…” jawab Maryam ceria, tanpa ingin bersegera untuk membukanya. Baginya dalam dekapan dan gendongan suaminya jauh lebih membahagiakannya daripada bungkusan kado itu, karena kini ia yakin bahwa suaminya sangat mencintainya.


Naskah sudah pernah saya kirimkan ke situs Dakwatuna dan telah dimuat pada tanggal 9 Mei 2015.