Sabtu, 10 September 2016

SATU TAHAPAN



Menapaki kehidupan bak mendaki gunung. Ada jalan landai ditingkahi semilir angin, kadang menanjak perlahan disertai hembusan hawa dingin, bisa pula tiba-tiba mendadak terjal berliku. Bedanya jika mendaki gunung, masih bisa turun kembali melalui jalan semula, namun jalan kehidupan akan lenyap setelah terlewati, hanya tinggal bayang-bayang kenangan.

Hari ini aku menyaksikan putriku telah berhasil melewati satu tahap dalam perjalanan hidupnya, yakni menyelesaikan pendidikan strata satu. Alhamdulillaah… puji syukur kami panjatkan atas karunia indah ini.  Bahagia dan haru menghias raut wajah kami, orangtuanya.

Ini bukan puncak dari pendakian ilmu, masih sangat banyak tahapan berikutnya. Walau mata kepala dan mata hati tak mampu menerobos pandang ke masa depan, namun kami yakin ada Allah Ta’ala yang akan menjaga dan menolong.

Teringat saat pertamakali ia hadir ke dunia, 21 tahun silam. Kelainan bentuk rahim yang menguncup di bawah menyebabkan bayiku tidak kunjung bisa turun ke jalan lahir. Beberapakali di-USG posisinya selalu berubah-ubah. Kadang kepala di atas, 2 minggu kemudian di bawah, lalu berputar lagi, begitu terus hingga beberapa kali. Masuk bulan kesembilan posisi kepalanya di samping kiri. Masih berharap bisa melahirkan normal, kuikuti saran dokter dan orang-orang yang sudah berpengalaman untuk senam hamil, jalan pagi, banyak sujud, merangkak dan segala usaha lainnya, tak terkecuali adalah doa sebagai senjata utama. Ditunggu hingga hampir sepuluh bulan, posisinya tetap tidak berubah. Janin menghadap ke atas, kepala di samping kiri sementara yang berada di jalan lahir adalah punggung. Mengingat kondisi placenta yang sudah tidak bagus (terlepas sebagian) yang mungkin saja bisa berakibat buruk, akhirnya dokter memutuskan untuk melakukan tindakan operasi. 

Operasi dilakukan hari Rabu, 26 April 1995 jam 8 pagi. Dengan bius total menyebabkan aku tak bisa mendengar tangisan pertama anak keduaku ini. Wajah cantiknya juga baru bisa kulihat 2 hari kemudian. Pasalnya usai operasi, barangkali akibat obat bius direspon berlebih oleh tubuh, membuat aku harus melewati fase koma seharian.

Pengalaman berharga yang tidak terlupakan. Fase tersadar dari pengaruh bius ternyata dimulai dengan kemampuan tubuh merasakan sakit (untuk kasus Sectio Caesarea rasa sakit di bagian perut yang disayat). Kemudian pulihnya ingatan tentang apa yang terjadi sebelum tak sadarkan diri akibat obat bius. Berikutnya pendengaran kembali berfungsi. Setelah itu mestinya mulai bisa menggerakkan tubuh seperti membuka mata, menggerakkan jari, melambaikan tangan, dsb. Namun ternyata aku tidak bisa serta merta seperti itu. Begitu kuatnya aku berusaha membuka mata, akan tetapi kelopak mata tak juga mau terjaga. Sebisa mungkin kugerakkan jariku, namun tak jua bergeming. Padahal aku bisa merasakan sakit, mampu berpikir dengan jernih, dapat mendengar dengan jelas apapun yang dibicarakan orang di sekitar, bisa pula merasakan sentuhan tangan tenaga medis yang mulai panik karena aku tak kunjung bangun.

Teringat sebuah artikel dari penelitian seorang dokter yang menyatakan bahwa seseorang yang koma, jika sering disapa, diajak bicara dan dibacakan ayat-ayat suci, ternyata lebih cepat pulih/sadar dibandingkan dengan pasien yang dibiarkan begitu saja di ICU tanpa interaksi dengan orang lain. Banyak dikisahkan tentang seseorang yang mengalami koma bisa meneteskan airmata manakala mendengar cerita atau ungkapan kata-kata dari orang di sekitarnya. Yaaa.. karena orang koma bisa mendengar, merasakan dan berpikir secara normal.

Alhamdulillaah… Puji syukur ke hadhirat Allah Ta’ala… hanya seharian aku berada dalam kondisi seperti itu, yangmana telah cukup membuat gusar suami, bapak dan ibu yang menungguiku sedari pagi.

Kini… si gendhuk cantikku sudah beranjak dewasa, telah menyelesaikan satu tahap pendidikannya. Dan itu baru permulaan bukan akhir dari pelajaran, karena sepanjang hidup manusia harus terus belajar.

TERIMAKASIH ANAKKU…
Kau telah melewati sekian tahun perjalanan usiamu untuk mentaati orangtuamu, menjalankan kewajiban menuntut ilmu sekaligus mendapatkan hak untuk mengenyam pendidikan. Ibu berharap ke depannya kau lebih giat mencari ilmu hingga mampu mengemban amanah yang lebih besar dengan sebaik-baiknya. Semoga ilmu yang kau miliki akan menambah keshalihanmu yang membawa dirimu lebih dekat kepada Allah Ta’ala

MAAFKAN KAMI ANAKKU…
Jika terlalu ketat mendidikmu. Semua itu kami lakukan karena sangat menyayangimu. Kau amanah besar. Dengan sekuat tenaga orangtuamu menjaga dan melindungimu dari hal buruk. Sepenuh hati mengusahakan kebahagiaanmu. Bukan hanya terbatas kebahagiaan dunia namun hingga akhirat nanti. Kau dan kami terikat pertalian yang tidak akan putus selamanya. Bisa jadi kami yang mengantarkanmu ke surga, atau kau yang menarik kami kesana. Semoga tidak akan pernah terjadi yang sebaliknya, Na’udzubillaahi minannaar…

MAKLUMI KAMI ANAKKU…
Keterbatasan ilmu membuat kami hanya mampu memberi sedikit, tapi percayalah ibu bapakmu tidak punya batasan cinta dan kasih sayang untukmu. Jikalau ilmu kami belum cukup, mohon dimengerti... akan tetapi jangan pernah khawatirkan apapun anakku, karena kami telah memperkenalkanmu pada Dzat Yang Maha Luas Ilmu-Nya… Yang Maha Kaya...  tak tertandingi… Al-‘Aliim… Al Ghoniy… Dia yang akan memberimu kecukupan. Kau boleh meminta apapun kepada-Nya dan permintaanmu pasti akan dikabulkan. Mintalah yang terbaik untuk dunia dan akhiratmu dengan merendahkan diri melalui usaha yang tinggi.


MAKA...
Seperti nama yang kami sematkan padamu, yang merupakan doa kami setiap saat, semoga kau menjadi wanita yang taqwa nan sabar meniti jalan surgawi.




Malang, 04092016