Sabtu, 18 Juni 2016

TERBANG TANPA SAYAP


Tahun ini tahun keenam aku berada dalam medan laga. Pertempuran sengit antara hidup dan mati. Tidak boleh lengah sedikitpun, harus selalu mengerahkan segala daya dan upaya agar mampu bertahan dan menyerang untuk menang. Musuhku yang satu ini termasuk lihai. Sudah diserang di satu tempat, digempur di semua lini, tapi ternyata masih bisa berkelit dan menyelinap ke tempat yang lain. Perilaku misteriusnya yang kadang di luar batas kemampuan manusia untuk memperkirakan.

Namun jika kita kembali pada jalur keimanan, maka tidak ada yang tidak mungkin. Semua hal yang terjadi di alam ini telah diatur dalam kendali Al-Maalikul Mulk. Sekencang apapun kita lari akan tetap terpegang, sejauh apapun kita menghindar akan tetap tertangkap. Ketika segala daya dan upaya telah ditunaikan, maka hanya tinggal bersimbuh menyerahkan kembali segalanya kepada Sang Penguasa Alam Semesta seraya memohon pertolongan-Nya.

Yang sulit untuk dinafikan adalah ketidaknyamanan... kalau tidak boleh dibilang rasa sakit... yang sering datang mendera. Membebaskan diri dari rasa itu tidaklah mudah. Walaupun banyak produk farmasi yang bisa membantu meringankan, tapi tetap saja tidak bisa sempurna.,. disamping pasti ada efek samping yang menyertai. Beberapa upaya sederhana bisa dijadikan andalan untuk terbang meninggalkan raga yang lara demi menggapai kenyamanan.

Dengan hembusan ayat-ayat suci Kalamullah berharap melegakan tenggorokan, melonggarkan kerongkongan dan menyejukkan kalbu. Bercengkerama dengan Ar-Rahiim dalam sujud panjang, mengingat dan menyebut Asma Indah-Nya membuat terlena dalam damai.  Namun jika kalimat yang satu ini yang mengalir dari celah bibir, pasti akan menggandeng butiran mutiara bening dari ujung pelupuk. Yakni, Astaghfirullaaha wa atuubu ilaih...

Tepukan lembut di pundak mengagetkan. Anak gadisku telah berdiri di sampingku sembari berkata,
         
“Umma, berhentilah menulis jika menulis membuat Umma menangis.”

Aku hanya tersenyum, mengusap pipi yang basah, kemudian menanggapi perkataannya,

"Tidak nak, airmata ini hanya untuk membasahi bola mata dan guna melunakkan kalbu. Sementara membaca dan menulis adalah salah satu cara Umma untuk terbang tanpa sayap...”

Kugenggam tangannya dan melanjutkan ucapan, “Baiklah nak... sekarang mari tersenyum kembali, agar berbinar bola mata kita dan bermekaran bunga cinta di hati. Ayo bercengkerama bersama, bercerita berbagi rasa dan bercanda tawa bahagia... Bantu Umma untuk terbang... walaupun tanpa sayap...”

picture from inet