Jumat, 25 Desember 2015

GELAR BARU

Layaknya mendapat gelar baru harusnya sangat membahagiakan. Tapi ini mungkin sedikit berbeda. CS itu gelar baruku. Bukanlah singkatan dari Computer Science, atau gelar keren yang lain, tapi singkatan dari Cancer’s Survivor. Ooww...dengar namanya saja mungkin sebagian dari kita akan merasa illfeel, begitu istilahnya anak jaman sekarang, atau bisa jadi langsung ta’awudz, Na’udzubillaahi min dzalik. Wajar saja jika demikian, itu bisa dipahami. Serem juga kali ya... Jika gelar-gelar yang lain orang berebut untuk mendapatkannya, maka tidak demikian dengan gelar yang satu ini. Bahkan mungkin tidak ada orang yang mengharapkannya. Namun  sejujurnya saya pribadi sebenarnya merasa bahagia dan bersyukur mendapatkan gelar itu. Lho kok??? Tentu saja jika hal itu ditilik dari satu periode fase kahidupanku, bukan dilihat dari keseluruhan masa hidup. Mendapat gelar itu berarti aku telah “berhasil melewati ujian berat”. Tentunya dengan pertolongan Allah Ta’ala. Ya... ujian berat itu bernama stage 4 breast cancer. Sehingga statusku berubah dari penderita menjadi survivor, Alhamdulillaah... bukankah itu suatu anugerah yang patut disyukuri?

Si silent enemy (yakni cancer) memang datang tanpa dinyana, menggalang kekuatan tanpa tanda dan bergerilya dalam menyerang. Tanpa disadari, tiba-tiba ia sudah mempunyai bala tentara yang kuat, telah menguasai banyak wilayah dan berhasil menyebarkan teror di beberapa tempat.

Jika tidak ingin dijajah, diporak-porandakan, atau direbut kelangsungan hidupnya, maka mau tidak mau diri ini harus segera bangkit untuk melawannya. Tidak mudah memang, tapi juga bukan tidak mungkin.

Beratnya perjuangan melawan pasukan ca, mengusirnya, melumpuhkannya sampai mematikannya adalah satu episode tersendiri yang mengharu biru. Setelah ia bisa kita taklukkan ternyata perjuangan belumlah usai, perang belumlah berakhir. Masih ada episode baru yang tidak akan pernah berujung yakni perang dingin dengan label survivor kanker.

Lega dan sangat bersyukur tatkala hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pasukan ca sudah tidak terdeteksi lagi. Namun pesan sang komandan berseragam putih tetap patut diperhatikan. Pasukan ca tidak terdeteksi ada beberapa kemungkinan. Bisa jadi ia sudah hilang terbuang, bisa juga telah mati, mungkin juga sedang lumpuh tak berdaya, atau tengah lemah karena jumlah tak seberapa. 

Sebenarnya di dalam tubuh setiap orang selalu ada potensi sel kankernya. Ini bisa dilihat dari tes darah untuk ca marker. Hasilnya tidak akan pernah ada pada angka 0 (kosong), tetapi selalu punya nilai. Sehingga para peneliti memberikan ambang batas yang masih dianggap normal. Kanker ini tidak datang dari luar tubuh, tetapi ada di dalam tubuh. Ca adalah bagian dari tubuh yang sebelumnya berlaku/berkembang normal menjadi abnormal disebabkan adanya suatu pemicu.

Jika tidak terdeteksi lagi karena hilang terbuang atau mati itu hal yang  sangat baik, namun jika karena sedang lemah, maka hal ini yang patut selalu diwaspadai. Sementara kita tidak pernah tahu kanker di tubuh ini sedang dalam keadaan apa.

Melangkah dalam kehidupan baru sebagai survivor tidaklah gampang. Tapi paling tidak tidaklah seberat masa pengobatan. Dengan penuh rasa syukur, semangat dan asa yang membubung, semua terasa membahagiakan.

Secara fisik sangat banyak perubahan yang kurasakan. Pengalaman pertama kehilangan mahkota hitam di kepala sungguh sangat berkesan. Apalagi dilanjutkan dengan yang kedua. Sedih, pastilah itu. Kaget dan heran melihat wajah sendiri, itu pengalaman unik. Syukurnya alis dan bulu mata tak ikutan lenyap. Peribahasa patah tumbuh hilang berganti sangat cocok untuk menggambarkan fase ini. Alhamdulillah, mahkota penggantinya ternyata jauh lebih subur walaupun berubah warna. Tralala... kesempatan untuk berpenampilan modis dengan eksperimen warna rambut. Selamat tinggal rambut hitam, selamat datang keceriaan rambut pirang, magenta, pink atau dust. Menyenangkan bukan...

Perubahan pada wajah juga terjadi, terutama saat dan sesaat setelah pengobatan. Diri sendiri dan orang-orang di sekitar yang setiap hari bertatap muka mungkin tidak terlalu menyadari perubahan itu. Namun tatkala melihat reaksi dari mereka yang lama tidak bersua, cukup membuat terkejut. “Aku tidak mengenalinya lagi”, “Aku pangling”, “Waktu telah merubah segalanya”, “Dulu dia begitu sekarang kok jadi begini” dst, dst. Ibarat mengaca, itulah yang dikatakan cermin. Tak hanya kupu-kupu yang bisa bermetamorfosis, manusia juga bisa ya... hemmm... menakjubkan. Ada teman yang mengatakan bahwa kami yang mendapatkan terapi kemo wajahnya jadi samaaaa semua. Hehehe...tak sepenuhnya salah.   

Dengan senyum dan lapang dada aku berusaha terus bersyukur dan menerima keadaan diri apa adanya. Kecantikan wajah memang menarik hati. Namun untuk menjadi seseorang yang menarik hati tak harus cantik wajahnya, tapi bisa dengan akhlaq yang baik, dengan pikiran yang positif, dengan hati yang tulus, dengan keramahan dan tuturkata yang santun, dengan kejujuran dan kedermawanan, dsb. Dan itu semua bisa kita upayakan, bisa kita dapatkan dengan usaha. Tak seperti kecantikan wajah yang sudah menjadi garis nasib.

Semua terapi penyembuhan kanker tergolong berat. Berat dalam artian efek samping yang ditimbulkannya sangat besar dan imbasnya bisa seumur hidup. Sebagai contoh tindakan mastectomy (pengangkatan payudara). Otot, syaraf dan kelenjar getah bening tak bisa kembali normal walaupun telah bertahun-tahun. Imbasnya tentu pada kekuatan tangan yang menurun drastis. Yang ini menurut pengalaman teman-teman yang menjalaninya, karena Alhamdulillah aku tidak diambil tindakan ini. Namun karena ca pernah indekos di bahu, lengan dan tulang belakangku, maka kekuatan tangan dan kakiku juga jauh berkurang. Tapi sungguh keadaan itu sangat aku syukuri, dimana aku masih bisa berjalan walau tidak bisa jauh, masih bisa mengkaryakan tanganku walau terbatas. Dibandingkan saat si agresor masih aktif, aku harus mengandalkan kursi roda untuk berpindah tempat sementara kondisi tangan tak bisa diangkat. Subhanallaah... betapa menyenangkannya bisa berjalan, Alhamdulillah... syukur yang mungkin dulu baru kusadari tatkala melihat orang yang tidak bisa berjalan. Tapi sekarang kuresapi sepanjang hariku.

Obat-obatan kemo juga tak kalah dahsyatnya. Tidak hanya ketika masa terapi, tetapi masih berimbas dalam jangka waktu yang cukup lama. Obat kemo tidak bisa memilih mana sel normal dan mana sel abnormal. Semua sel baru akan dibabat habis. Padahal pada tubuh kita ada beberapa bagian dan organ yang bersifat regeneratif, diperbaharui secara berkala. Manakala semua sel baru dimatikan, bisa dipastikan akan menimbulkan dampak yang tidak ringan. Kulit misalnya akan mengalami penuaan dini. Syaraf juga menurun fungsi sensoriknya. Pengeroposan tulang juga bisa terjadi. Dan masih banyak lagi. Tetapi semua bisa dinikmati bila kita lapang hati.

Suatu saat ada teman sesama survivor yang mengeluhkan dirinya yang jadi pelupa, dan sedikit lola (loadingnya lama) dibandingkan sebelum kemo.  Ini juga salah satu dari efek sampingnya. Syukurlah ada Al-Qur’an yang bisa dijadikan terapi, karena Al-Qur’an adalah huda wa syifa’ (petunjuk dan obat). Ini yang kuyakini dengan sepenuh hati. Sering membaca atau mendengarkan orang membacanya dan berusaha menghafalkannya ayat demi ayat akan menjadi petunjuk/hidayah, obat dan terapi melawan degeneratif sel otak, Insya Allah.

Sepanjang hidup kami harus terus melawan proses degeneratif itu. Asupan mamin diatur dan dijaga sedemikian rupa. Segala macam sayur dan buah jadi makanan utama, kalah deh si embek, hehehe... Berbagai macam juice jadi santapan sehari-hari. Mulai dari yang rasanya manis, kecut, sengir, pahit sampai yang rasanya seperti tanah, huwek... merem dan tahan napas cara minumnya agar tidak muntah. Temenku bilang, kayak digelonggong aja, hehehe...bukan sapi aja dong yang digelonggong? Semua itu demi untuk memulihkan anggota dan organ tubuh pasca pengobatan dan yang terpenting adalah untuk menghadang agar pasukan ca tak kembali lagi, atau mencegah mereka bangkit lagi. Menjaga pola pikir jauh dari kecemasan juga tak kalah pentingnya. Sabar dan ikhlas cara untuk menggapainya.

Kadang aku bergumam layaknya sedang berbicara pada si ca. “Ca, aku makhluq Allah dan kaupun makhluq-Nya, kau telah mengambil dan merubah banyak hal di diriku. Sudah saatnya kau berhenti menyengsarakanku, janganlah kau menghalangiku untuk menjalankan kewajibanku sebagai hamba-Nya. Jika taqdirmu berada di tubuhku, tak apalah karena itu memang kehendak Allah, tapi jangan kau usik aku, diamlah kau, tidur sajalah kau, agar aku bisa menunaikan amanah yang  mesti kuemban dan menuntaskan tanggungjawab yang kupikul.”

Aneh ya... hehehe... ngomong kok sama sel. Tapi siapa tahu seperti halnya yang terjadi pada air, yang menurut Dr. Masaru Emoto bahwa air akan membentuk molekul-molekul yang teratur, halus, indah dan bermanfaat manakala padanya diucapkan kata-kata yang baik. Insya Allah semoga sel ca itu akan menjadi sel-sel yang lunak, jinak, dan keluar dari sifat abnormalnya, sehingga tidak berdampak buruk pada induk semangnya.

Alhamdulillah... begitu besarnya Kuasa Allah, begitu agungnya Rahman dan Rahim-Nya, begitu indah skenario yang Dia buat hingga tak mampu aku ungkapkan dengan bahasa apapun. Menjadi Cancer’s Survivor dengan berbagai ketidaknyamanan yang sering timbul tenggelam kumaknai bagaikan bandul lonceng yang tak henti bergoyang, ke kiri untuk istighfar dan ke kanan untuk bersyukur. Akan terus seperti itu hingga masanya nanti ia akan berhenti bergoyang, tatkala tak ada waktu lagi untuk berdiam di dunia ini. Waj’alnii bi husnil khootimah...