Jumat, 06 September 2013

AL-MAUT, HOW SCARY IT?

Al-Maut (kematian). Betapa seringnya kita mendengar kata itu, dan betapa seringnya pula kita melihat kejadiannya. Ketika mendengar, membicarakan, atau mengetahui kejadiannya, hati terasa bergetar. Karena al-maut adalah masalah gaib yang sangat sedikit kita ketahui. Belum ada orang yang 'berpengalaman' yang memberi testimoni. Yang kita tahu dan kita yakini hanyalah it will surely come, someday. Kadang dia datang 'dengan permisi' terlebih dahulu, tapi tak jarang dia datang dengan 'tiba-tiba tanpa diundang'.

Sebagaimana menerima tamu, jika tamunya memberi kabar dulu tentu sang tuan rumah bisa bersiap-siap. Membersihkan diri dulu, berpakaian yang baik, menyiapkan hidangan, menata rumah, dan juga membereskan pekerjaannya sehingga bisa menemui tamunya dalam keadaan yang baik dan tanpa beban. Namun jika tamunya datang tanpa memberi kabar, ada 2 kemungkinan. Yang pertama, sang tuan rumah memang selalu siap kapanpun tamunya datang. Yang kedua, sang tuan rumah belum siap menerima tamu. Kita termasuk yang mana? hanya diri kita yang tahu. Alangkah indahnya jika kita dipanggil Allah seperti ini:
   
      

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Robbmu dengan hati yang ridlo dan diridloi, maka masuklah kedalam barisan hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS. Al-Fajr: 27-30)

Kematian memang bukan akhir dari segalanya, tapi justru ia adalah awal dan pintu pembuka untuk kehidupan selanjutnya, kehidupan akhirot, kehidupan panjang yang tidak akan ada al-maut lagi. Ada alam barzah, ada peniupan sangkakala, ada hari kebangkitan, ada padang makhsyar, ada hisab, ada pembagian catatan amal, ada mizan, ada shiroth. Subhanallah, Allaahu Akbar. Setiap tahapan itu harus kita jalani sendirian, tidak akan ada lagi orang yang membantu, tidak akan ada lagi teman yang menolong, tidak akan ada lagi keluarga yang menemani.

                            
                                         
         
                      
                                   
                                                                    
Dan apabila suara yang memekakkan telinga (tiupan sangkakala), pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya. Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira, dan ada pula pada hari itu wajah-wajah yang berdebu dan tertutup kegelapan, yaitu orang-orang kafir lagi durhaka. (QS. 'Abasa: 33-42)

Takut? Itu perlu. Jika takut lapar kita akan berusaha cari makanan, jika takut gelap kita akan cari lampu, jika takut mati kita akan cari bekal agar kematian menjadi hal yang 'membahagiakan'. Orang bilang nggak ada yang nggak takut mati. Para shahabat Nabi dan orang-orang sholeh sering menangis dan bahkan pingsan jika membaca ayat-ayat tentang kiamat, tentang adzab, dsb. Mungkin bukan kematiannya yang menakutkan tapi kehidupan setelahnya yang membuat khawatir.

Aku? sama dengan kebanyakan orang. Ketika sakit keras, rasa takut itu semakin besar. Walaupun sebenarnya penyakit itu 'tidak mendekatkan' dan 'tidak pula menjauhkan' seseorang dari kematian. Karena yang menjadi tolok ukur kematian adalah datangnya ajal yang telah ditetapkan oleh Allah. Jika datang ajalnya, maka dalam keadaan sehat ataupun sakit, siap ataupun tidak siap, muda ataupun tua, seseorang pasti akan meninggal.
                   
Dan setiap ummat mempunyai ajal, apabila datang ajalnya, maka tidak dapat dimundurkan sesaatpun, dan tidak pula dapat dimajukan. (QS. Al-A"roof: 34)
                          
Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila telah datang ajalnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Munaafiquun: 11)
       
Namun rasa takut membayangkan kehidupan di alam lain tak bisa dihindari, khawatir belum cukup bekal tak bisa dipungkiri. Sampai suatu saat aku bermimpi:

Aku diantar oleh semua keluargaku ke suatu tempat, di depan sebuah rumah. Dari luar rumah itu tampak gelap, demikian juga jalan dan lingkungan disekitarnya, gelap semua. Sebelum mereka balik, kakakku bilang, "Banyak orang tidak suka di tempat ini karena disini gelap dan sendirian." Aku yang tidak membawa apapun kecuali sebuah mushaf Al Qur'an menjawab, "Gakpapa, jika aku sendirian di sana aku akan ngaji saja." Kemudian mereka berbalik pergi meninggalkan aku sendirian. Setelah mereka hilang dari pandangan, akupun membuka pintu rumah itu. Alhamdulillah, ternyata di dalam rumah itu terang-benderang. Akupun segera masuk ke dalam dan seperti ucapanku tadi, aku bersiap untuk mengaji. Kemudian tanpa tahu dari mana arahnya, dan siapa mereka, datanglah banyak orang ke rumah itu. Ada yang masih bayi, anak-anak, remaja, dewasa bahkan ada yang sudah tua, laki-laki dan perempuan. Diantara mereka ada yang bilang, aku yang akan memasak untukmu, aku yang akan membersihkan rumahmu, aku yang akan menjaga rumahmu, kami akan menemanimu di sini.

Itu hanyalah sebuah mimpinya Santi. Jika mimpinya para Nabi dan Rosul adalah wahyu atau petunjuk dari Allah, terus kalau mimpinya Santi? Mungkin tidak berarti apa-apa, hanyalah bunganya tidur. Hanya saja paling tidak bagi diriku sendiri, itu adalah suatu 'penegasan' sekaligus 'hiburan', bahwa jika kita berpegang teguh pada Al-Qur'anul Karim, bersungguh-sungguh mengamalkannya, jangan takut apapun, bersegeralah untuk memperbaiki diri, dan ikhlaslah menjalani apa yang telah digariskan. Insya Allah akan datang pertolongan dari Allah.

Itulah kenapa para pejuang kebenaran, para mujahid, tidak takut apapun, kematian sebagai syuhada' malah mereka harapkan. Karena mereka mempunyai keyakinan yang begitu kuat, mereka teguh memegang Al-Quran, dan yakin akan janji Allah SWT. Bagaimana dengan kita? Keyakinan, keteguhan, semangat, dan amaliyah mereka yang kita tiru. Senjatanya adalah sabar dan ikhlas, ujung tombaknya adalah doa. Doa untuk diberikan segala kebaikan dan terhindar dari segala keburukan, dan akhir kehidupan yang Husnul Khotimah. No reason, nothing to fear, innallaaha ma'anaa.

Sementara  kematian itu sendiri tidak boleh kita minta, walau separah apapun penyakit dan seberat apapun penderitaan. Kenapa? Karena di balik musibah Allah juga mendatangkan kebaikan. Kalaulah kebaikan itu belum bisa kita lihat atau rasakan di dunia ini, Insya Allah akan kita dapatkan di akhirat nanti.

Dan janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan kematian. Apabila ia berbuat baik, maka Allah akan menambah kebaikannya, dan apabila ia pernah berbuat kejelekan, maka itu akan jadi penghapusnya. (HSR. Bukhori no.5673)


Janganlah salah seorang diantara kalian mengharapkan kematian dan janganlah berdoa meminta kematian sebelum kematian itu menghampirinya. Sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian mati, maka terputuslah amalannya, dan sesungguhnya tidak ada yang menambah umur seorang mukmin kecuali kebaikan (kebaikannya akan terus dikenang walaupun ia sudah mati). (HSR. Muslim no. 2682 (13)) 

Namun jika terpaksa karena harapan hidup yang sangat kecil, maka Rasulullah SAW mengajarkan:

Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian karena mudhorot yang turun kepadanya. Sesungguhnya jika dia benar-benar merasa harus berharap, maka hendaklah berkata:
"Ya Allah, hidupkanlah aku selagi kehidupan itu baik bagiku, dan matikanlah aku selagi kematian itu baik bagiku." (HSR. Bukhori no. 5671)














           
       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar