Rabu, 23 Juli 2014

MERENGKUH HIDAYAH MENUAI MA'UNAH

Seringkali kita mendengar seseorang yang belum melakukan kebaikan atau belum menunaikan syariah Islam beralasan “Belum mendapat hidayah.” Yang jadi pertanyaan adalah benarkah hidayah itu belum diberikan oleh Allah Ta’ala? Benarkah Allah Ta’ala hanya memberikan hidayah kepada sebagian orang dan tidak memberikannya kepada sebagian yang lain?

Tentu saja tidak, karena Allah Ta’ala bersifat Ar-Rahman yang artinya Maha Pengasih kepada semua umat manusia, maka Dia telah memberi berbagai macam hidayah, seperti yang dikatakan oleh Wahbah Az-Zuhaili, seorang ulama fiqih dan tafsir dari Syiria dan disempurnakan oleh ulama setelahnya: 

1. Hidayah ilham fitrah insani

Hidayah ini diberikan oleh Allah Ta’ala kepada manusia sejak ia lahir berupa insting. Dengan hidayah ini seseorang dapat merasakan kebutuhan dasarnya. Misalnya lapar, haus, sakit, tenang, gelisah,  dsb. Jika seseorang merasakan hal-hal tersebut, otomatis ia akan bereaksi. Reaksinya bisa berupa isyarat, bisa dengan menangis atau berteriak ketika merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan, bisa dengan tersenyum ketika merasakan kenyamanan, atau reaksi yang lainnya.

2. Hidayah indera

Hidayah ini yang merupakan penyempurna dari hidayah ilham fitrah insani. Hidayah ini diberikan oleh Allah Ta’ala sebagai pintu masuknya informasi dan rangsangan dari sekitar. Hidayah ilham fitrah insani dan indera tidak hanya diberikan pada manusia tetapi juga pada hewan. Tentunya dengan beberapa perbedaan.

3. Hidayah nurani

Hidayah ini diberikan kepada semua orang berupa kata hati yang bersih suci. Dalam setiap perbuatan, kata hati seseorang akan selalu membisikkan kebaikan. Jika tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu maka hati nurani seseorang akan menuntunnya kearah kebaikan. Namun jika hawa nafsu yang diperturutkan maka kata hati nurani akan tertutup.

4. Hidayah akal

Hidayah ini hanya diberikan kepada manusia, tidak kepada malaikat, tidak juga kepada binatang. Dengan akal ini manusia bisa mengolah informasi yang diterima oleh inderanya, yang disuarakan oleh instingnya dan yang dibisikkan oleh nuraninya.  Dengan akal pula manusia bisa menganalisa mana yang baik mana yang buruk, bisa menemukan hal-hal baru, dan bisa menelaah hal-hal yang tersembunyi. Akal ini pula yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu atau mencegah seseorang dari suatu tindakan. Dengan akal pula peradaban dan ilmu pengetahuan manusia bisa terus berkembang.

5. Hidayah din (agama)

Hidayah ini yang memberikan tuntunan, panduan dan petunjuk kepada akal dan nurani untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki. Tuntunan agama yang berasal dari Allah Ta’ala tidak mungkin salah. Karena Allah Ta’ala yang menciptakan manusia maka Dia pula yang paling tahu tentang ciptaan-Nya.  Apa yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa yang buruk, semua diketahui-Nya dan diberitahukan kepada manusia melalui Rasul-Rasul-Nya.  Sementara  akal boleh jadi memberi tuntunan yang salah, sedangkan agama tidak mungkin memberi tuntunan yang salah. Karena akal dapat dipengaruhi oleh  hawa nafsu, sedangkan agama sama sekali tidak dipengaruhi oleh apapun. Justru agama dipakai untuk mengendalikan hawa nafsu dan mengarahkannya kepada jalan yang benar.

6. Hidayah mau’nah dan rahmat

Hidayah ini diberikan kepada seseorang agar tetap berada jalan kebaikan dan keselamatan. Dengan hidayah ini seseorang akan istiqomah memegang Dinul Haq Al Islam. Dengan hidayah ini manusia akan selamat dunia akhirat.

Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa Allah Ta’ala telah memberikan hidayah kepada semua insan tanpa terkecuali. Baik yang terlahir di tengah keluarga muslim maupun yang terlahir di tengah keluarga non muslim.

Lalu mengapa ada orang yang beriman, ada yang kufur, ada yang tebal imannya dan ada pula yang ala kadarnya? Hal itu dikarenakan manusia berbeda dalam memberdayakan hidayah yang dipunyai, berbeda dalam menyambut hidayah yang datang, dan berbeda dalam mengambil keputusan setelah adanya hidayah.

Coba kita cermati ayat-ayat Qur’an tentang hidayah ini:

1. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya . (QS. Asy-Syam: 8)

2. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur (menerima dengan senang hati) dan ada pula yang kafir(mengingkari). (QS. Al-Insan: 2-3)

3. Dan orang-orang yang menyambut hidayah, Allah akan menambah hidayah kepada mereka, dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya. (QS. Muhammad: 17).

Bersyukurlah kita yang dilahirkan dari orangtua muslim. Sejak dini kita sudah mendapatkan masukan melalui indera kita tentang Dinul Islam, akal kitapun sudah dituntun dengan Fikrah Islam. Perilaku kita juga sudah banyak dihiasi dengan akhlaqul karimah. Alhamdulillah hidayah sudah lengkap, hanya perlu disempurnakan untuk mendapatkan hidayah keenam, yakni istiqomah.

Coba kita bandingkan dengan mereka yang dilahirkan di tengah-tengah keluarga nonmuslim. Masukan yang diterima indera mereka jauh bahkan bertolak belakang dari Dinul Islam. Akal dan nafsu mereka tidak dituntun dengan lurus. Untuk itu mereka harus sungguh-sungguh menggunakan hidayah indera, nurani dan akalnya untuk mendapatkan hidayah din. Tidaklah heran tatkala kita baca kabar tentang mu’alaf yang baru mendapatkan hidayah din setelah menggunakan inderanya untuk mencari masukan. Kemudian menggunakan akalnya untuk memikirkan, mendengarkan kata hati nuraninya, mempelajari atau bahkan membuktikan Sunnatullah (tanda-tanda kekuasaan Allah Ta’ala di muka bumi). Itupun tidak akan cukup jika mereka tidak mampu melawan hawa nafsunya dan mengesampingkan keyakinan sebelumnya. Faktor penting yang lainnya adalah teman dan lingkungan.

Lalu bagaimana dengan ayat-ayat ini yang sepertinya Allah hanya memberi hidayah hanya kepada orang-orang yang dikehendakinya saja? Coba kita perhatikan peristiwa dan ayat-ayat ini:

1. Abu Tholib adalah paman Nabi yang sangat besar kasih sayang dan dukungannya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW juga sangat kuat, bahkan dengan memohon juga dengan setengah memaksa untuk mengajak Abu Tholib agar bersyahadat. Tapi sampai akhir hayatnya dia tidak bersedia masuk Islam. Sehingga Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 86)

Di ayat ini disebutkan bahwa Allah Ta’ala mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah Ta’ala mengetahui bahwa Abu Tholib tidak akan mau menerima ajakan bersyahadat. Adakah sebabnya? Tentu saja…..Abu Tholib adalah pembesar Quraisy yang setiap hari dilingkupi oleh orang-orang kafir yang selalu mempengaruhi dirinya agar tetap kafir. Bahkan di saat sakaratul mautnya mereka terus ada disisinya dan selalu membisikkan hasutan agar Abu Tholib tidak meninggalkan kepercayaan nenek moyangnya dan agar tidak  menuruti ajakan Rasulullah SAW. Hingga di akhir hayatnya Abu Tholib memutuskan untuk mati dalam kesetiaan dan keyakinan nenek moyangnya. Itulah sebabnya kenapa kita harus mencari teman dan berkumpul dengan orang-orang shalih, agar mereka mempengaruhi dan mengajak kita pada jalan kebenaran.

2. Berkaitan dengan ayat-ayat ini:

“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-An’am: 111)

“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am: 125)

Asbabunnuzul ayat tersebut dan beberapa ayat sebelumnya adalah tantangan orang-orang kafir Makkah yang meminta Nabi SAW menunjukkan mu’jizat kepada mereka agamereka percaya. Namun ketika Nabi SAW memohon kepada Allah perihal permintaan itu, Allah Ta’ala menolak dan menurunkan ayat tersebut karena Allah Ta’ala sudah tahu bahwa mereka hanya berolok-olok dan tidak sungguh-sungguh ingin beriman.

3. Demikian pula dengan ayat ini:

“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213)

Masih ada beberapa ayat yang senada. Tatkala manusia masih memperturutkan hawa nafsunya (dalam ayat di atas berupa dengki, sombong, dan juga hawa nafsu yang lain) maka petunjuk tentang kebenaran sebagai suatu hidayah dari Allah tidak akan bisa masuk ke dalam jiwanya. Walaupun telah didatangkan seorang Nabi dan diturunkan Kitab.

Allah Ta’ala berkehendak tidak semena-mena, tetapi berdasarkan sebab. Manusia mendapatkan jalan yang lurus karena berusaha mencarinya dan mendapatkan jalan kesesatan karena mengingkarinya dengan kesombongan dan kecenderungannya untuk memperturutkan hawa nafsu syaithoniyah.

Masihkan pantaskah seseorang mengatakan belum menjalankan Syariatullah dengan alasan belum mendapat hidayah?

Mari kita perhatikan ilham fitrah insani, kita buka lebar-lebar semua indera untuk mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya, kita dengarkan bisikan hati nurani yang bersih suci, kita gunakan akal untuk memikirkan dan menelaah tanda-tanda kekuasaan Allah Ta’ala dalam diri sendiri dan di alam semesta, kita kendalikan hawa nafsu syaithoniyah, kita ambil Dinullah sebagai rujukan, dan kita rengkuh semua hidayah itu agar menuai Ma’unah dan Rahmatullah.  Allah Ta’ala pasti mengetahui mana makhluqnya yang bersungguh-sungguh dan mana yang lalai. Bagaimanapun juga tetaplah INNALLAAHA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QODIR. (Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala ketentuan). Allaahu A'lam.


Rabu, 09 Juli 2014

DUA LUBANG DI KEPALA

Jam baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi ketika seorang pegawai datang. Tumben pagi banget dia datang, mungkin ada pekerjaan yang harus diburu di pagi itu.. Kulihat dia menenteng sebuah ponsel baru yang lain dari yang biasa dibawanya. Sebenanya tidak ada yang istimewa dengan ponselnya itu. Namun ketika ada panggilan masuk, baru membuatku tertegun. Ringtone yang dia pakai sama dengan ringtone yang aku pakai saat aku melakukan suatu perjalanan. Perjalanan yang sangat berkesan buatku. Sontak semua kenangan tentang segala peristiwa yang aku alami saat itu hadir di benakku. Seperti sedang memutar video. Sebentuk senyum tersungging di bibirku, ada rasa tenteram yang menyeruak dan ada rasa bahagia yang merebak. Sudah lama aku tidakmendengar ringtone itu seiring dengan hilangnya ponsel tersebut.

Seminggu kemudian ada khadimat baru di rumahku. Jaman sekarang hampir semua orang tidak lepas dari ponsel. Demikian pula dengan khadimat baru itu. Sebenarnya aku samasekali tidak tertarik dengan ponselnya, tidak aku hiraukan malah. Tetapi, lagi-lagi ketika ponselnya berdering, membuatku terkejut. Ringtone yang dia pakai sama dengan yang kupakai selama aku harus melalui masa-masa yang sangat berat., masa tersulit yang pernah aku alami. Astaghfirullaahal'adhim... Begitu mendengarnya spontan di hatiku muncul rasa gundah, sedih atau perasaan apa yang aku tidak dapat mendiskripsikannya. Terbayang semua peristiwa yang menyertainya. Sekali... dua kali... tiga kali... aku mencoba untuk bertahan dengan bertumpu pada istighfar, saat mendengarnya. Tapi... lama-kelamaan aku tidak tahan juga untuk tidak mengatakan, "Tolong ganti ringtonenya dengan yang lain." Tampaknya egois atau mungkin berlebihan, tapi itulah perasaan, sulit diajak kompromi.

Jam baru menunjukkan pukul 3 dinihari, hening, sepi. Setetes air jatuh dari keran yang bocorpun terdengar jelas. Keheningan pecah tatkala ponselku berdering. Sebenarnya tidak mengangetkan karena volumenya kecil, suaranya lirih. Tapi kenapa jantung ini dag-dig-dug berdebar lebih kencang? Ya. karena biasanya jika ada telepon di jam-jam yang 'tidak biasa' seperti itu, aduuh... seringkali berita yang mengejutkan, emergency call.... Na'udzubillahi min dzaalik... Belum didengar ataupun dilihat pesannya sudah bikin jantung berdebar.... 

Suara, baik berupa bunyi-bunyian dari satu sumber suara, ataupun dari beberapa sumber suara, ternyata bisa mempengaruhi perasaan dan pikiran secara otomatis, seperti gerak reflek. Suara ternyata juga bisa menjadi tag bagi pembuka memori otak. Demikian pula dengan indera yang lain. Baik itu indera peraba, indera perasa, indera pelihat, indera pencium ataupun indera pendengar. Saya tidak akan menyoroti tentang hukum musik dalam Islam, dengan segala silang pendapatnya, karena ada ahli syariah yang berkompeten untuk menjelaskannya. Saya hanya berfikir ada satu suara (dalam hal ini ringtone) yang tidak pernah absen untuk hadir dalam keseharian kita, mungkin suara itu bisa kita manfaatkan sebagai tag daya ingat telinga, kita, sebagai pembuka file memori otak.  Dalam suatu masa tertentu atau pada rangkaian peristiwa tertentu kita gunakan satu ringtone tertentu. Dan menggantinya untuk masa atau peristiwa yang lain. Atau jika sedang berkonsentrasi pada sesuatu hal, kita bisa fokus pada suatu ringtone tertentu. Misalnya dalam program tahfidz, ringtonenya adalah ayat-ayat Al Qur'an yang tengah dihafal. Karena sering didengar, pasti lebih cepat hafal, Insya Allah... Alangkah indahnya jika hanya mendengar bagian awalnya saja, maka ayat-ayat selanjutnya ter-upload dengan sendirinya.

Kebanyakan anak kecil sulit untuk disuruh duduk manis, membaca atau menyimak sesuatu, mereka sangat aktif bergerak. Biarkan badannya tetap aktif bergerak, tapi telinganya tetap bisa menangkap suara. Nah dengan bantuan speaker atau sejenisnya bisa memaksimalkan program tahfidznya. Tanpa sadar mereka sering sudah hafal ayat/surat yang kita perdengarkan.

Jika kita bicara tentang suara, maka tidak akan terlepas dari indera yang menangkap suara, yaitu pendengaran. Rupanya indera yang satu ini punya beberapa keistimewaan, sehingga menjadi hal yang sangat penting.

Pertama:

Kita mulai dengan Rasulullaah Muhammad SAW. Beliau adalah Nabi dan Rasul yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Lalu bagaimana Beliau SAW bisa membawa risalah untuk umatnya? Bagaimana Beliau SAW bisa menyampaikan firman-firman Allah SWT kepada umatnya? Tatkala menerima wahyu dari Allah SWT yang disampaikan oleh Malaikat Jibril, Rasulullaah SAW sangat mengandalkan ketajaman pendengaran dan kekuatan daya ingat atau hafalan. Tanpa membaca tulisannya, tanpa melihat hurufnya Rasulullah SAW bisa sangat hafal, fasih, dan tidak pernah salah melafadzkan ayat-ayat Allah SWT. Subhanallah...

Kedua:

Pendengaran adalah indera yang pertamakali bekerja. Ini bisa dibuktikan dengan beberapa percobaan yang dilakukan pada bayi yang baru lahir. Jika diperdengarkan suara di dekat telinganya, maka dia akan meresponnya. Sementara jika didekatkan sesuatu ke matanya dia belum merespon, matanya tidak berkedip. Setelah beberapa hari bayi baru bisa merespon rangsangan pada matanya.Bahkan ketika masih di dalam kandungan indra pendengaran bayi sudah berfungsi. Untuk itu bagi ibu hamil dianjurkan untuk sering mengajak bicara buah hatinya dan memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur'an. Hal ini dimaksudkan agar sedini mungkin bayi mendapatkan pendidikan keimanan.

Demikian juga yang terjadi pada orang yang baru mulai tersadar dari pingsan ataupun baru mulai tersadar dari pengaruh obat bius. Pertama-tama dia akan mendengar dulu, kemudian merasakan dan selanjutnya bisa mengingat serta berfikir lagi. Secara pribadi aku pernah mengalaminya. Pasca operasi melahirkan anakku yang kedua, awal mulai sadar adalah karena mendengar suara yang ada disekeliling, lalu merasakan sakit di bagian yang dibedah, baru setelah itu bisa mengingat semua kejadian sebelum pingsan. Tetapi untuk membuka mata belum bisa, apalagi menggerakkan anggota tubuh yang lain. Berada pada kondisi seperti itu bisa sebentar bisa juga lama.

Ada beberapa penelitian terhadap pasien yang koma. Mereka yang sering diajak berbicara, diperdengarkan suara-suara tertentu, dibacakan ayat-ayat suci atau yang lainnya, ternyata lebih cepat pulihnya dibandingkan dengan pasien yang hanya dirawat fisiknya saja. Bahkan ada yang bisa menitikkan airmata. Itu tidak mengherankan, karena memang mereka bisa mendengar, merasakan dan berpikir seperti biasa, hanya tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya termasuk membuka matanya. Bukankah sering kita likat berita penderita koma yang tiba-tiba sadar setelah mendengar sesuatu.
     
Di dalam Al-Qur'an penyebutan pendengaran kebanyakan lebih dulu daripada penglihatan. Termasuk ayat yang menjelaskan tentang penciptaan awal manusia.

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ ۖ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ

ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِن سُلَالَةٍ مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِ ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ
           
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh-nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur (QS. As-Sajdah: 7-9)

Menurut ahli tafsir, jika Allah dalam Al-Qur'an menyebutkan beberapa hal yang berurutan, maka seperti itu pula kejadian yang sesungguhnya. Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa:
  1. Manusia pertama (Adam) diciptakan dari tanah.
  2. Anak keturunannya dari air mani (yang bercampur dengan sel telur [nuthfatin amsyajin, QS. Al-Insaan: 2]).
  3. Disempurnakan bentuknya dan diberi roh.
  4. Diberi pendengaran.
  5. Diberi penglihatan.
  6. Diberi hati/faedah.
Dalam banyak ayat yang lain pendengaran selalu lebih dulu disebut dibandingkan dengan penglihatan, misalnya dalam Surat Yunus: 31, Surat An-Nahl: 78, Surat Al-Mu'minun: 78, Surat Al-Mulk: 23.

Ketiga:

Pendengaran adalah indera yang tidak pernah berhenti bekerja. Ketika seseorang tidur, indera pendengar tidak ikut tertidur, dia tetap bekerja. Sehingga seringkali terjadi seseorang yang tiba-tiba terbangun karena mendengar sesuatu, dan bukannya karena melihat sesuatu.
     
Keempat:

Pendengaran adalah indera paling akhir yang berhenti bekerja. Ini bisa kita lihat dari Firman Allah,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ 

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS. Al-A'raf: 179).
Dari ayat tersebut dapatlah diketahui bahwa yang pertama kali ingkar (tidak berfungsi) adalah hati, kemudian matanya yang berpaling, maka yang terakhir adalah bagaimana dengan telinganya? Bukankah ketika hati dan mata sudah tidak berfungsi, tidak mau memahami, ataupun sudah dipalingkan tetapi telinga tetap terbuka? masih bisa mendengarkan ayat-ayat Allah? Tanpa menyengajakan diri untuk mendengar, telinga akan tetap menangkap gelombang suara yang merambat di udara. Namun jika indera yang terakhir ini tidak juga dipergunakan, maka jatuhlah manusia menjadi al-an'am (binatang ternak) bahkan lebih sesat lagi, Na'udzubillaahi min dzaalik...
Selain itu apa yang terjadi pada seseorang yang berada dalam sakaratul maut, juga bisa diambil ibroh (pelajaran). Mengapa disunnahkan untuk mentalqin (menuntun) orang yang akan meninggal?        
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian ucapan laa ilaha illallah" (Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no 501 mengatakan, "Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim dan kitab hadits yang empat [Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah"]).
Dari hadits tersebut secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa seseorang yang hampir meninggalpun pendengarannya masih berfungsi, walaupun mungkin raganya sudah tidak bisa digerakkan ataupun matanya sudah tidak mampu dibukanya. Untuk itu disunnahkan agar menuntunnya dengan tahlil (kalimat Laa Ilaaha Illallaah).
Sementara itu untuk pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, maka pendengaran yang pertamakali dimintai pertanggungjawaban. Setelah itu baru penglihatan dan hati. Seperti yang tercantum dalam QS. Al-Isra' ayat 36:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Sehingga di tiap pagi dan petang sudah selayaknya kita lantunkan dzikir:
        
اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ

Ya Allah, selamatkanlah tubuhku (dari penyakit, dari maksiat, dan dari apapun yang tidak aku inginkan). 
Ya Allah, selamatkanlah pendengaranku (dari penyakit, dari maksiat, dan dari apapun yang tidak aku inginkan). 
Ya Allah, selamatkanlah penglihatanku (dari penyakit, dari maksiat, dan dari apapun yang tidak aku inginkan) 
Tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Engkau. 
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. 
Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Engkau. (Dibaca pagi 3x dan sore 3x) 






Selasa, 08 Juli 2014

MASUK SURGA KARENA AMAL SHALIH KITA ATAU KARENA RAHMAT ALLAH SWT

Sore itu cuaca sangat bagus. Matahari sudah condong ke barat, tak lagi bersinar terik. PakYamin duduk sendirian di teras belakang rumahnya menghadap taman kecil dengan kolam ikan yang dipenuhi ikan koi. Memandang ikan-ikan bersisik indah yang lincah bergerak kesana-kemari mampu mengusir kejenuhan dan kepenatan setelah seharian bekerja.

Rumahnya sedang sepi. anaknya belum pulang dari sekolah karena ada kegiatan tambahan. Sementara istrinya sedang mengikuti pengajian di masjid.

Disaat sedang sendiri seperti itu, pikiran Pak Yamin melayang ke hari-hari yang telah ia tapaki, ke masa-masa yang telah ia lalui, ke peristiwa-peristiwa yang sudah dijalaninya. Di usianya yang sudah mendekati kepala lima, ia merasa banyak menyia-nyiakan waktu, merasa kurang dalam beribadah, kadang juga merasa masih 
banyak melakukan dosa. Ia sadar ilmu agamanya pas-pasan, maklum ia lebih banyak bersekolah di sekolah umum. Pengetahuan agamanya didapat dari kajian dan halaqoh-halaqoh, ditambah dengan hobbynya membaca. Untuk anak-anaknya ia berusaha keras mendidik dan menyekolahkan di sekolah Islam.

          "Yaa Allah, dengan diriku yang seperti ini bisakah aku mendapatkan rahmat-Mu, bisakah aku memasuki surga-Mu? Sementara di akhirat hanya ada dua tempat yaitu surga dan neraka. Ampunilah aku Yaa Allah, berilah rahmat-Mu padaku." gumamnya dalam hati.

          "Assalaamu'alaikum..." suara istrinya mengagetkan.
          "Wa'alaikumussalaam..." jawabnya, "Bagaimana pengajiannya Bu?" tanyanya kemudian setelah istrinya duduk disampingnya.
          "Tadi ustadznya membahas tentang apa yang menyebabkan kita masuk surga. Katanya amal ibadah kitalah yang menyebabkan kita bisa masuk surga. Tapi Pak, seminggu yang lalu ada ustadz yang mengatakan bahwa bukan amalan kita yang menyebabkan kita masuk surga, tapi rahmat Allah yang menyebabkannya. Ibu kok jadi bingung ya?"

Belum sempat Pak Yamin menjawab, terdengar suara salam dari luar rumah. Rupanya Yasmin, anak pertamanya sudah pulang.

          "Ayah, Ibu, ini Yasmin dapat penghargaan dan hadiah!" teriaknya riang.
          "Benarkah? penghargaan apa Yasmin?" tanya ibunya.
          "Yasmin kan ikut lomba tahfidz Bu, dapat juara deh. Disamping itu akhlaq kita sehari-hari juga dinilai sama ustadz, yang nilainya bagus dapat penghargaan." jawab Yasmin berbunga-bunga.
          "Alhamdulillah, kami bangga padamu Nak," sambung Bu Yasna, "Tapi ingatlah satu hal, semua yang kamu lakukan harus ikhlas, jangan karena mengharap hadiah dari ustadz, tapi berharaplah ridlo Allah. Karena balasan dari Allah jauh lebih menyenangkan."
          "Beres Bu... oke Ayah..." sahut Yasmin ceria
          "Oh ya, bagaimana dengan teman sebangkumu si Yuni?" tanya ibunya lagi.
          "Ya begitulah Bu...bagaimana mau menang dan dapat hadiah, kalau lombanya saja dia tidak ikut. Terus bagaimana mau dapat penghargaan, kalau dia sering telat sekolah, malas belajar, jarang mengerjakan tugas, suka melawan ustadz, malah kadang-kadang bolos sekolah. Ya gak mungkinlah!"

Tiba-tiba Ayah menyahut,

          "Subhanallah, jawaban Yasmin juga menjawab pertanyaan Ibu tadi."

          "Haa...maksud Ayah apa?" tanya ibu keheranan.
          "Begini Bu:

Allah berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 30 sampai 32 

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". 

Juga di dalam QS. Al-A'raaf ayat 42 dan 43: 


Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran". Dan diserukan kepada mereka: "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.

Sementara itu menurut Hadist Nabi SAW disebutkan bahwa:

Dari Jabir, ia berkata: saya pernah mendengar Nabi SAW bersabda: "Amal shalih seseotang diantara kamu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga dan tidak dapat menjauhkannya dari azab api neraka dan tidak pula aku, kecuali dengan rahmat Allah." (Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528) 

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

Dari Abi Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: "Amal shalih seseorang diantara kamu sekali-kali tidak dapat memasukkannya ke dalam surga." Mereka (para sahabat) bertanya, "Hai Rasulullah, tidak pula engkau?" Rasulullah menjawab, "Tidak pula aku kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku." (Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528)

Sebenarnya dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadist-hadist Nabi tersebut tidaklah bertentangan, tetapi hadist tersebut merupakan penjelasnya. Sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad Ash-Shawi Al-Maliki, dalam kitab tafsirnya Ash-Shawi, beliau berkata: "Bahwasanya amal yang tersebut dalam ayat Al-Qur'an itu ialah amal yang disertai dengan fadhal (karunia Allah), sedangkan amal yang dimaksud dalam hadist Nabi itu ialah amal yang tidak disertai fadhal (karunia Allah)."(Tafsir Shawi II:75)

Demikian pula dengan Imam Muhyiddin An-Nawawi dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim, beliau mengatakan: "Ayat-ayat itu berarti bahwasanya masuknya seseorang ke dalam surga karena amal ibadahnya, kemudian mendapat taufik untuk melakukan amal ibadah itu dan mendapat hidayah untuk ikhlas dalam ibadah sehingga diterima di sisi Allah, adalah berkat rahmat Allah dan karunia-Nya". (Kitab Syarah Shahih Muslim, juz XVII, halaman 160-161)

Dari keterangan tersebut dapatlah diambil hikmahnya bahwa pertama-tama Allah menurunkan syariat-Nya dulu, kemudian memberikan karunia (fadhal) dan rahmat-Nya yang akan menyebabkan seseorang mampu melakukan amal shalih, setelah seseorang  melakukan amal shalih maka Allah Ta'ala memberikan lagi karunia dan rahmat-Nya berupa surga. Jadi surga itu hanya diberikan sebagai balasan atau hadiah bagi seseorang yang telah melakukan amal shalih. 

Lalu mengapa sampai Rasulullah SAW bersabda bahwa beliaupun tidak akan dapat masuk surga kecuali jika Allah Ta'ala melimpahkan rahmat-Nya? Hal itu dikarenakan karunia dan rahmat Allah sangat besar sehingga balasan yang diberikan-Nya jauh lebih besar bahkan berlipat ganda dibandingkan amalan yang kita lakukan. Amalan kita sangat kecil, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan karunia Allah Ta'ala (berupa surga). Jika seseorang hanya mengandalkan nilai dari amalannya saja, maka tidak akan mampu mencapai surga, dan jika hanya mengandalkan balasan yang setimpal, pastilah tidak akan sepadan dengan besarnya kenikmatan surga yang Allah Ta'ala berikan. Maka Rahmatullah yang akan menyampaikannya ke surga.

Jika amal ibadah manusia paling mulia seantero jagad saja tidak akan bisa menyampaikannya ke surga tanpa rahmat Allah SWT, apalagi amalan manusia selain Beliau Rasulullaah SAW. Maka tak salah jika kita selalu memanjatkan doa seperti ini

Aisyah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkannya doa ini: “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu seluruh kebaikan, baik yang cepat (di dunia) maupun yang lambat (di akhirat), baik yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Dan, aku berlindung kepada-Mu dari seluruh kejelekan, baik yang cepat maupun yang lambat, baik yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan apa saja yang dimohonkan oleh hamba-Mu dan nabi-Mu (Muhammad SAW). Dan, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa saja yang dimohonkan perlindungannya oleh hamba-Mu dan nabi-Mu (Muhammad SAW). Ya Allah, sesungguhnya aku mohon pada-Mu surga dan setiap perkataan atau perbuatan yang mendekatkan kepadanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan dari setiap perkataan atau perbuatan yang mendekatkan kepadanya. Dan, aku mohon kepada-Mu agar Engkau menjadikan setiap ketentuan yang Engkau tentukan untukku adalah kebaikan.” (HR Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Hibban). 



Jika tidak beramal shalih mana mungkin mendapatkan rahmat Allah SWT, jika tidak mendapatkan rahmat Allah SWT mana mungkin masuk surga. Mari fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan).

Allaahu a'lam.

Sabtu, 05 Juli 2014

PELAYAN

Pagi yang cerah. Matahari baru mau menyembulkan sedikit cahayanya. Di hampir setiap rumah kesibukan sudah dimulai, karena hari itu bukan hari libur. Yang mau sekolah sudah mempersiapkan segala kebutuhannya. Yang mau berangkat kerja juga tak kalah sibuknya menata keperluannya. Yang lebih sibuk lagi adalah yang menyiapkan kebutuhan sekolah anak-anaknya dan menata keperluan kerja suaminya, yaitu ibu.

Di rumah Pak Fahmi juga sama sibuknya. Sejak matahari belum terbit Bu Farah sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan, dan menyiapkan minum untuk suami dan anak-anaknya. Membantu menyiapkan keperluan suami dan keperluannya sendiri. Karena Bu Farah juga bekerja di sebuah Bank Syariah. Si kecil Fatin nampak sudah siap. Namun Fahri anak pertamanya yang duduk di bangku SMP, pagi itu terlihat terlambat bangun. Rupanya dia tertidur lagi setelah sholat shubuh, maklum tadi malam tidurnya terlalu larut. Hari itu ulangan semerter. Bahan pelajarannya cukup banyak. Dengan terburu-buru dan sedikit cemas dia berteriak pada pembantunya,

          "Bibik, tolong ambilkan baju seragam sama sepatu Fahri... cepet Bik...!"

Beberapa saat kemudian terdengar lagi teriakannya,

          "Bibik, kenapa lama sekali, cepet Bik... Fahri buru-buru nih!"

Dengan tergopoh-gopoh pembantunya membawakan keperluan Fahri. Buru-buru dia ganti baju dan pakai sepatu. Tak sempat makan pagi, Fahri hanya minum segelas susu sereal, Fahiri segera berlari keluar rumah. Ayah, ibu dan adiknya telah menunggu di dalam mobil. Mobil segera meluncur pelan setelah Fahri masuk.

Beberapa saat setelah mobil melaju ibu memulai percakapan,
          "Fahri, Ibu lihat kamu sudah bangun dari tadi, kenapa jadi terburu-buru begitu?"
          "Fahri tertidur lagi Bu, masih ngantuk sekali, belajarnya sampai malam." jawab Fahri.
          "Iya Kakak ini, sampai bentak-bentak bibik kayak gitu." sahut Fatin adiknya ikut nimbrung.
          "Lho, bukannya memang bibik itu tugasnya melayani kita? dia memang pelayan kan?!" jawab Fahri enteng.
          "Kakak ini, gak boleh gitu, kasihan kan bibik sudah tua, kok dibentak-bentak!" sambung Fatin lagi.
          "Iya Fahri, walaupun bibik itu pembantu, tapi harus tetap diperlakukan dengan baik." kata Bu Farah menasehati.
          "Iya Bu, Fahri khilaf, nanti pulang sekolah Fahri minta maaf sama bibik." jawab Fahri kalem.
          "Gitu dong kakakku yang cakeep..." sahut Fatin bercanda.

Mobil yang tadinya melaju pelan di jalanan yang mulai padat, kemudian berhenti. Perempatan jalan, traffic lightnya sedang menyala merah. Sambil mengunyah biscuit, Fatin melayangkan pandangannya keluar jendela. Di pojok perempatan terpampang baliho besar bergambar bapak dan ibu polisi. Dengan seragamnya yang rapi, membuat mereka tampak gagah. Disampingnya terdapat sebuah tulisan besar berbunyi Polisi Abdi Masyarakat. 
Sambil menoleh pada ibunya Fatin bertanya,
          "Bu, apa artinya Polisi Abdi Masyarakat itu?"
Bu Farah menjawab datar,

         "Sepengatahuan Ibu, abdi itu berasal dari Bahasa Arab yang artinya hamba, tapi kalau dalam Bahasa Indonesia sering diartikan sebagai pelayan."
        
          "Jadi bapak-bapak sama ibu-ibu yang gagah itu pelayan ya Bu?" tanya Fatin lagi.

Setelah diam sejenak ibu baru menjawab,
          "Begini anak-anak, apapun profesi kita di dunia ini pada dasarnya adalah pelayan. Namanya pelayan ya tugasnya melayani orang lain. Tapi itu hanya untuk urusan mu'amalah, kalau urusan ibadah ya hanya yang kita Allah ta'ati."
        
          "Kok begitu Bu?" sahut Fahri memotong pembicaraan ibunya, "Kenapa semua dibilang pelayan?Bukankah ada pedagang, guru, dokter, pengacara, ada juga pejabat kan Bu?"
          "Iya benar, profesi itu memang bermacam-macam. Tapi coba kalian cermati bagaimana mereka bekerja. Misalnya pedagang,dalam bekerja mereka harus melayani pembelinya dengan ramah, dengan jujur, kalau tidak, pasti orang tidak suka belanja di tokonya..."
        
          "Iya Bu, bener, warungnya Bu Ina yang deket rumah kita itu, jarang lho yang mau beli, habisnya Bu Ina cemberut aja. sereeem jadinya. Fatin juga lebih suka belanja di warungnya Bu Ika, padahal warungnya lebih jauh kan, tapi Bu Ikanya ramah, banyak senyum, seneng deh kitabelanja di sana." sahut Fatin memotong pembicaraan ibunya.

Ibu melanjutkan uraiannya,
          "Contohnya lagi Ibumu ini. Sebagai pegawai bank, Ibu juga harus melayani nasabah dengan baik. Itu artinya Ibu juga pelayan. Lihatlah Ayah kalian juga. Sebagai dokter, Ayah juga harus melayani pasien dengan baik. Dengan begitu pasien jadi semangat untuk berobat, jadi penuh harapan untuk sembuh, walaupun nantinya hanya Allah SWT yang kuasa untuk menyembuhkan. Tapi paling tidak pelayanan yang baik dari tenaga medis akan sangat membantu mempercepat kesembuhan. Pernahkan kalian lihat tengah malam Ayah ditelpon untuk datang ke rumah sakit? Itulah resikonya jadi pelayan, tugas pengabdian, harus siap kapanpun dibutuhkan. Demikian pula profesi-profesi yang lain."
        
          "Terus untuk apa dong Fahri capek-capek sekolah, susah-susah belajar, kalo akhirnya akan jadi pelayan?" tanya Fahri setengah memprotes.

Kali ini ayah yang tergoda untuk menjawab,

          "Begini Fahim, seseorang itu belajar, bersekolah, kursus, atau yang lainnya, itu untuk mencari ilmu, untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan. Semakin banyak ilmu dan keterampilan yang dipunyai, maka akan semakin banyak hal yang bisa diperbuat, semakin banyak manfaat dirinya. Coba kalian perhatikan bibik di rumah. Karena pendidikannya rendah, terus ketrampilannya hanya beres-beres rumah, ya peluang kerjanya hanya jadi pembantu rumah tangga atau sejenisnya. Tapi lihat ibumu, dengan pendidikan yang cukup, banyak yang bisa dilakukannya. Mau ngurusi rumah serta merawat kalian? dia ahlinyanya, walaupun tanpa baby sitter. Jadi guru les privat kalian? itu pekerjaan mudah bagi ibu. Kerja di bank atau perusahaan lain? jangan ditanya lagi, dia ahlinya. Mau mengamalkan ilmunya untuk kerja sosial? tidak ada susahnya, Insya Allah ibumu mampu. Apalagi bagi Ayah, Ibumu adalah sekretaris pribadi yang handal tiada duanya, teman diskusi yang cerdas dan bidadari cantik yang menawan." Kata pak Fahmi sambil tersenyum melirik istrinya.

          "Ah.. Ayah ini ada-ada saja." Jawab Bu Farah tersipu.

          "Demikian juga dengan Ayah kalian. Ilmunya banyak sekali manfaatnya. Berguna untuk diri sendiri dan keluarga, kita jadi lebih paham kesehatan. Bisa untuk menolong orang yang sedang sakit, bisa juga untuk memberi pelajaran pada mahasiswa, atau memberi penyuluhan pada masyarakat agar hidup sehat, dan masih banyak lagi yang bisa Ayah lakukan. Disamping itu  ada imbalannya cukup untuk menafkahi kita. Iya kan?... Itu hanya gambaran kecil saja. Yang penting bagi kalian sekarang adalah tuntutlah ilmu sebanyak mungkin, latihlah kecakapan kalian dan jadikan ilmu itu penambah kesalehan kalian, dan bukan penambah kesombongan. Ibu selalu berdoa agar kalian diberi ilmu ladunni yaitu ilmu yang akan mendekatkan kalian pada Allah. Karena tidak ada yang perlu disombongkan di dunia ini karena semua orang adalah...."

        

           "PE - LA - YAN...." serentak Fahri dan Fatin melanjutkan uraian ibunya.


Ciiittttt..... mobil direm mendadak oleh pak Fahmi. Bu Farah, Fahri dan Fatin terkejut dibuatnya.

          "Ada apa Ayah?" tanya mereka serempak.
          "Lihat di depan itu..." jawab pak Fahmi.

Pantas saja di depan mobil tampak begitu banyak orang bergerombol di kanan kiri jalan. Mereka berjalan tidak beraturan, berkelompok kelompok sambil membawa poster, papan dan lain-lain dengan berbagai macam tulisan. Teriakan dan orasi juga ramai terdengar. Pagi-pagi mereka sudah berdemo, sementara polisi belum siaga di tempat untuk mengamankannya, jadilah keruwetan di pagi itu tak terelakkan.
        
          "Ada demo ya Yah?" tanya Fatin.
          "Sepertinya begitu..." jawab pak Fahim datar.
          "Apa yang didemo?" si cerewet Fatin ingin tahu.
          "Baca dong Dik tulisan-tulisan yang mereka bawa itu!" sahut Fahri

RAKYAT BUTUH BUKTI TIDAK BUTUH JANJI'
'COPOT, PEJABAT KKN'
'USUT TUNTAS KORUPSI'
'KEMBALIKAN HAK KAMI'
dan masih banyak lagi poster yang mereka bawa.
  
          "Inilah satu bukti jika pelayan yang namanya pejabat tidak menjalankan tugasnya dengan baik.........." gumam Pak Fahim lirih.

Andai saja mereka tahu dan paham hal-hal ini:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yangsombong lagi membanggakan diri (QS. Luqman: 18)
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik, surga) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Qoshosh: 83)

Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. (HR. Muslim: 91)

Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk surga? mereka semua adalah orang-orang lemah yang tawadhu', namun jika bersumpah niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya. Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong)" (HR. Bukhari: 4198 dan Muslim: 2853).

Al-Hasan berkata, Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma’qal bin Yasar ra., ketika ia sakit yang menyebabkan kematiannya, maka Ma’qal berkata kepada Ubaidillah bin Ziyad, “Aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadits yang telah dengar dari Rasulullah saw., aku telah mendengar Nabi saw. bersabda, “Tiada seorang hamba yang diberi amanat rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melainkan Allah tidak akan merasakan padanya harumnya surga (melainkan tidak mendapat bau surga).

(Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab “Hukum-hukum” bab “Orang yang diberi amanat kepemimpinan).