Jumat, 27 Januari 2017

BANTUAN DARI LANGIT

BANTUAN DARI LANGIT



إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُون

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Robb-kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: ‘Janganlah kamu takut dan janganlah bersedih’ dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (QS. Fushshilat: 30)

نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ

Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. (QS. Fushshilat: 31)

Dua ayat di atas membimbing kita untuk mencari bantuan dari langit. Bagaimana cara untuk mendapatkan bantuan itu? Dalam ayat tersebut sudah diungkapkan, yakni:

     1.Qooluu Robbunallaah (Katakanlah: Allah Robb Kami, Pemelihara Kami)
.
Ar-Robb mengandung makna pemelihara. Bentuk pemeliharaan dari Ar-Roob adalah berawal dari menciptakan, menyediakan segala sarana hidup, melindungi dari keburukan hingga memberi nikmat/kebaikan yang tiada terhingga. Rentang waktu pemeliharaan dari Ar-Roob adalah sepanjang masa, sejak lahir sampai menemui ajal, bahkan hingga di akhirat kelak, yakni bagi orang-orang yang taqwa.

Perputaran hidup yang dialami manusia mungkin akan menjungkir-balikkan banyak hal. Bisa jadi suatu saat seseorang berada di atas, ada kalanya berdiri di samping, ataupun tatkala tersungkur ke dasar jurang. Semua itu bukanlah sebuah problem... asalkan telah tertancap di dalam dirinya: ROBBUNALLAAH...Yang menjadi masalah adalah jika ketika berada dalam situasi atau kondisi tersebut, Allahu Ta'ala tidak dihadirkan dalam diri dan kehidupannya.

Jika Allahu Ta'ala ada dalam imannya, maka saat kesulitan hidup menerpa, ketika menemui banyak kegagalan, sewaktu mendapat masalah bertumpuk atau tatkala sakit mendera, tidak akan ada kata mengeluh, anti protes dan bebas marah. Karena apa??? Karena yakin, pasti Allahu Ta’ala akan tetap menjaga dan memberikan jalan keluar, tersebab percaya penuh bahwa segala hal dan peristiwa itu terjadi sebagai pembelajaran untuk lebih baik, Qooluu Robbunallaah…

Demikian pula ketika tengah dikaruniai kesenangan, ketenaran, kekuasaan atau harta berlimpah. Semua itu tidak lantas membuatnya sombong dan pongah, tidak akan menjadikannya lupa diri apalagi sampai melampaui batas. Pun juga tidak khawatir akan terpaan angin akibat kedudukan dan keberadaan semua hal itu. Sebab apa??? Sebab tidak ragu sedikitpun bahwa Allah akan selalu melindungi dan menuntunnya, Qooluu Robbunallaah…

Yang patut ditakutkan adalah, saat banyak masalah, gagal, sakit, atau sebaliknya ketika sukses, tenar, berkuasa dan berharta, akan tetapi Allahu Ta’ala tidak bersama kita, tidak ada dalam iman kita dan tidak dihadirkan dalam hidup kita. Maka dari itu tetaplah yakin akan pemeliharaan dari Robbunaa. Dalam keadaan apapun, dalam hal apapun dan dalam urusan apapun.

Kita bayangkan sosok seorang ibu, yang telah melahirkan, merawat dan mengasuh kita.
*Apa yang ibu lakukan ketika beliau memberikan makanan, mainan atau apapun yang membuat kita tertawa bahagia?... Pastilah ibu akan ikut merasa sangat bahagia, lantas akan memberi lagi, lagi dan lagi.
*Apa yang beliau lakukan saat kita pulang sekolah? Yang pastinya sangat lelah, haus dan lapar?... Ternyata beliau telah menyiapkan makanan dan minuman tanpa kita minta.
*Lantas bagaimana sewaktu kita tidak paham pelajaran?... Wow, dengan senang hati ibu akan mengajarinya.
*Apa yang ibu lakukan tatkala kita jatuh dari sepeda atau ketika kita jatuh sakit?... Luarbiasa, ibu justru memberi perhatian dan menunjukkan kasih sayang lebih dari sebelumnya.

Itu baru seorang ibu terhadap anak. Bagaimana dengan Allahu Robbunaa, Allah Pemelihara kita???Tentu dan pasti penjagaan dan pemeliharaan-Nya, nikmat dan pertolongan-Nya akan sangat jauh, jauh sekali, amat jauh lebih baik dari seorang ibu.

     2.Tsummastaqoomu/Istiqomah (meneguhkan pendirian).

Istiqomah mengandung makna: tetap dalam ketaatan di atas jalan yang lurus dalam beribadah kepada Allahu Ta’ala, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. (Imam An-Nawawi dalam Kitab Riyadushshaalihin).

Jadi dalam keadaan yang buruk yang tidak menyenangkan atau dalam keadaan baik yang membahagiakan, maka tetaplah teguh dalam iman dan taqwa, tetaplah semangat dalam ikhtiar, tetaplah ikhlash dalam jiwa, tetaplah berprasangka baik dalam menerima setiap episode hidup dan tetaplah dalam harap akan pemeliharaan Allahu Ta’ala.

Jika kedua hal tersebut telah kita jalankan, maka akan turun dari langit sebuah kabar gembira: Janganlah kamu takut (khouf) dan janganlah kamu bersedih (hazan), karena Kami-lah (Allahu Ta’ala beserta Malaikat-Nya) yang akan menjadi pelindung (auliyaa’) di kehidupan dunia dan akhirat dan Allah janjikan jannah (surga), di dalamnya akan kita peroleh apa yang kita inginkan dan kita minta.

Jangan takut (khouf), khawatir, cemas, was-was, dsb, akan sesuatu yang akan terjadi nanti. Apapun itu, menyenangkan atau tidak, kita sukai atau tidak, gagal atau sukses... maka jangan pernah takut, tetaplah istiqomah, fokus berusaha dan selalu semangat berikhtiar. Bukankah Allahu Ta’la telah berjanji menjadi auliyaa’? Maka jangan pernah ragukan janji Allah.

Jangan pula bersedih (hazan), kecewa, menyesali, menyalahkan, dsb, dengan apa yang telah terjadi. Ikhlashkan semua, ridho terhadap segala hal, lepaskan seluruh beban yang masih ada di hati. Anggap semua yang telah terjadi adalah hal terbaik yang memang harus terjadi agar kita bisa lebih baik, semakin baik dan selalu baik. Jadikan segala hal di masa lalu adalah pondasi kuat untuk pijakan kita meloncat ke masa mendatang, menjemput karunia dan ridlo Ilaahi Roobiy.

Jika:

QOOLUU ROBBUNALLAAH, FASTAQOOMUU, LAA TAKHOOFUU WALAA TAHZANUU

Maka:

BANTUAN DARI LANGIT AKAN TURUN, DENGAN PERLINDUNGAN, PENJAGAAN DAN PEMELIHARAAN DARI ALLAHU TA’ALA

INSYA'ALLAAH



Senin, 02 Januari 2017

MEMAHAMI MAKNA SURAT AL-KAAFIRUUN


قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ   (1)
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,

 لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ  (2)
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ  (3)
Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah (Allah Ta’ala).

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ  (4)
Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah (Allah Ta’ala).

وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ  (5)
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah (Allah Ta’ala).

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ  (6)
Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku".

Surah Al-Kaafirun termasuk Surah Makiyyah (diturunkan di Mekkah).  Asbabun nuzul (sebab turunnya) surah ini adalah adanya pemuka-pemuka musyrikin Quraisy yang menemui Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Menurut riwayat Ibnu Ishaq dari Said bin Mina, ialah Al-Walid bin Al-Mughirah, Al-Ash bin Wail, Al-Aswad bin Al-Muthalib dan Umaiyah bin Khalaf, pemuka Quraisy itu mengusulkan “upaya damai” yaitu dengan mengatakan “Ya Muhammad! Mari kita berdamai. Kami bersedia menyembah apa yang engkau sembah tetapi engkau pun hendaknya bersedia pula menyembah yang kami sembah, dan di dalam segala urusan di negeri kita ini, engkau turut serta bersama kami. Kalau seruan yang engkau bawa ini memang ada baiknya daripada apa yang ada pada kami, supaya turutlah kami merasakannya dengan engkau. Dan jika kami yang lebih benar daripada apa yang engkau serukan itu maka engkau pun telah bersama merasakannya dengan kami, sama mengambil bahagian padanya.”  

Mereka mengajak Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk beribadah kepada berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka akan bergantian beribadah kepada sesembahan Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam (yakni Allah Ta’ala) selama setahun pula.

Kemudian Allah Ta’ala menurunkan surat Al-Kaafirun untuk menjawab tantangan kaum musyrikin, yaitu dengan memerintahkan Rasul-Nya beserta kaum muslim untuk berlepas diri dari agama kaum kafir secara total.

1.  Katakanlah: Wahai orang-orang kafir.
Disini Allah Ta’ala menggunakan kalimah (kata) kaafiruun yang berarti orang-orang (jamak) yang mengingkari. Dalam Islam istilah itu ditujukan kepada siapa saja yang mengingkari Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya. Kata itu mempunyai makna yang berlaku umum untuk semua non muslim, baik yang atheis, animisme, dinamisme, musyrik (mengadakan sesembahan lain selain Allah Ta’ala), maupun yang memeluk agama/kepercayaan lain.

2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Segala yang disembah oleh orang non muslim, maka tidak akan boleh kita sembah, kita taati dan agungkan, apapun bentuk dan namanya.

3. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah (Allah Ta’ala).
Dan mereka, non muslim tidak perlu pula menyembah apa yang kita sembah. Tidak perlu pula kita meminta untuk melakukan itu, karena tidak ada manfaatnya samasekali bagi kita.

4. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah (Allah Ta’ala).

5.  Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah (Allah Ta’ala).
Ayat ke-empat dan ke-lima adalah pengulangan dari ayat ke-dua dan ke-tiga dengan bentuk jumlah (kalimat) yang sedikit berbeda.

Menurut pendapat Ibnu Jarir, dari sebagian pakar bahasa, ayat pengulangan tersebut dimaksudkan sebagai penguatan makna (ta’kid). Sebagaimana ayat dalam QS. Al-Insyirah ayat 5-6 dan QS. At-Takaatsur ayat 6-7.

Sementara menurut Imam Bukhari dan para pakar tafsir lainnya, bahwa yang dimaksud oleh ayat-2 dan ayat-3 adalah untuk masa yang dahulu, sedang makna ayat-4 dan ayat-5 adalah untuk masa sekarang dan waktu mendatang. Hal itu berarti bahwa kita tidak diperkenankan menyembah sesembahan orang kafir itu sepanjang masa dari dulu hingga akhir hayat. Demikian pula orang kafir tidak akan menyembah apa yang kita sembah selamanya.

Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat ke-2:   لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
Yang dinafikan (yang ditiadakan) adalah perbuatan (menyembah selain Allah) karena kalimat ini adalah jumlah fi’liyah (kalimat yang diawali kata kerja).

Sedangkan ayat ke-4:   وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
Yang dinafikan (yang ditiadakan) adalah pengakuan adanya sesembahan selain Allah Ta’ala dan penerimaan adanya ajaran menyembah kepada selain Allah Ta’ala. Hal ini dikarenakan kalimat tersebut menggunakan jumlah ismiyah (kalimat yang diawali kata benda) dan ini untuk menunjukkan ta’kid (penguatan makna). Sehingga yang dinafikan dari ayat-2 dan ayat-4 adalah perbuatan (menyembah selain Allah) dan juga tidak menerima secara total, semua ajaran menyembah kepada selain Allah Ta’ala. Itu artinya kita wajib berlepas diri (baro’) dari sesembahan orang kafir secara lahir dan batin.

6. Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.
Maksud ayat di atas sejalan ayat berikut:

وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ

“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)

فَلِذَٰلِكَ فَادْعُ ۖ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ ۖ وَقُلْ آمَنتُ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ مِن كِتَابٍ ۖ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ ۖ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ ۖ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ ۖ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ۖ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا ۖ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ

"Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: 'Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)". (QS. Asy-Syura: 15)

Ayat di atas mengandung makna bahwa untuk urusan agama (diin) dan ibadah tidak boleh dicampur adukkan. Untuk orang kafir, biarkan mereka menjalankan penyembahannya, kepada siapa mereka menghamba. Sedangkan untuk kaum muslim, maka kita punya aturan dan tatacara tersendiri dalam beribadah, yaitu sesuai dengan syariat Islam yang merupakan perintah Allah Ta'ala, dengan cara yang diridhoi oleh-Nya serta yang dituntunkan oleh Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Ini sebuah ‘toleransi’ yang fundamental. Membiarkan setiap pemeluk agama/kepercayaan untuk menjalankan sendiri-sendiri urusan peribadatannya. Tidak ada pemaksaan, tidak perlu saling intervensi, tidak usah usil mengomentari kitab suci agama lain, apalagi tanpa pengetahuan dan keimanan. Sementara untuk urusan mu’amalah, perihal kemanusiaan, maka tidak ada larangan untuk berinteraksi dengan non muslim selama bisa saling menghargai keyakinan masing-masing.


Allaahu A’lam

Dari berbagai sumber dan kajian para ustadz.

Note:
* kalimah (Bahasa Arab) = kata (Bahasa Indonesia)
* jumlah (Bahasa Arab)  = kalimat (Bahasa Indonesia)

* gambar kaligrafi mengambil dari internet.