Sabtu, 24 Desember 2016

MENYELAMATKAN TANGAN DARI API NERAKA

Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi, bangsa yang kerap menebar ancaman pada kaum muslim. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan atau ada udzur.

Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?"
Si tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar."

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasulpun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda,”Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya”.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencium tangan para pemimpin Quraisy, tangan para pemimpin khabilah, raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium tangannya oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Padahal tangan tukang batu itu telapaknya melepuh, kasar dan kapalan.

***
Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti yang dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (fii sabilillah), maka alangkah baiknya.”

Mendengar itu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fii sabilillah.” (HR Thabrani).

”Maka apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah: 10)

”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS. Nuh: 19-20)

”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)

”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)

”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)

”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)

”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)

“Tidaklah kamu menafkahkan harta yang semata-mata demi mengharap ridha Allah, melainkan kamu akan diberi pahala hingga setiap suap makanan yang masuk ke mulut istrimu.” (Muttafaqun ‘alaih).

Dari beberapa ayat Al Qur’an dan hadits Nabi di atas, dan masih banyak lagi yang lainnya, pelajaran penting yang bisa diambil adalah bekerja dan berusaha dengan niat tulus memberi nafkah keluarga, apapun jenis pekerjaan itu, asalkan halal, maka Insya'allaah akan membebaskan anggota tubuh yang digunakan untuk bekerja dari api neraka. Bisa dibayangkan jika ada anggota tubuh yang tidak tersentuh api neraka, maka anggota tubuh yang lain Insya’allaah akan terbebas pula dari neraka jahannam. Tubuh itu satu, tidak terpisah-pisah. Jika suatu bagiannya berada di neraka, semua bagian lainnya juga berada disana. Sebaliknya jika ada bagian tubuh di surga, tentu yang lainnya juga bermukim di jannah. Kenapa demikian? Karena jarak neraka dan surga itu teramat sangat jauhnya.

Al-Barbahaariy rahimahullah berkata ketika menjelaskan diantara pokok-pokok aqidah Ahlus-Sunnah, “Dan beriman kepada neraka dan surga bahwa keduanya adalah makhluk. Surga berada di atas langit yang ketujuh yang atapnya adalah ‘Arsy. Neraka berada di bawah bumi yang ketujuh yang paling bawah, keduanya adalah makhluk” [Syarhus-Sunnah, hal. 48 no. 21].

Begitu banyak jalan menuju surga dan menghindari panasnya api neraka. Allah Ta'ala sungguh Ar-Rahman Ar-Rahim. Satu hal yang terpenting adalah niat yang lurus karena Allah Ta’ala semata, menempuh jalan yang diridhoi-Nya, berdoa dan bertawakkal, Insya’allaah jalan surga akan terbentang buat kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar