Rabu, 31 Agustus 2016

MEMAHAMI QODHO' DAN QODAR SECARA SEDERHANA


Rukun Iman yang keenam adalah mempercayai taqdir baik dan taqdir buruk. Dalam Al Qur’an maupun hadits antara qodho’ dan qodar ini tidak pernah disebut dalam satu kesatuan. Penjabaran tentang keduanya baru berkembang pada jaman tabi’in.

Bahasan tentang ini sangatlah rumit. Dan hanya ulama yang faqih yang mampu menjelaskan dengan gamblang beserta semua dalil dan berbagai pendapat yang berkembang seputar qodho’ dan qodar. Namun sebagai mu’min/mu’minah wajib hukumnya untuk mengimani/mempercayai taqdir. Sementara untuk dapat mengimani maka harus memahaminya walaupun dengan cara yang sangat sederhana, sesuai kemampuan nalar dan qolbu. Artikel ini hanya rangkuman kajian dan telaah dari beberapa ustadz.

Firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Furqon ayat 2

الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا

Yaitu kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.

Dalam sebuah hadits:

Malaikat Jibril bertanya: “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Nabi menjawab, “Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; para Rasul-Nya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” (Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya (1/28, no: 102) dan Imam Abu Dawud dalam sunannya (4696) dari jalan Yahya bin Ya’mar dari Abdullah bin Umar dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma).

QODHO’

Menurut bahasa qodho’ memiliki beberapa pengertian yaitu hukum, ketetapan, kehendak, kepastian, pemberitahuan, penjelasan, penciptaan.  Menurut istilah qodho’ adalah ketetapan atau hukum Allah sejak jaman azali sesuai dengan iradah (kehendak)-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluq. Qodho’ berupa hukum-hukum alam yang bersifat umum dan sering juga disebut Sunnatullah.

Qodho’ ini yang merangsang manusia untuk menggunakan akalnya dalam mempelajari gejala alam atau perilaku makhluq sehingga menemukan hukum-hukum atau ketentuan-ketentuan yang dirangkum sebagai ilmu pengetahuan.

Contohnya, jika benda dilempar ke atas maka akan jatuh kembali ke tanah karena adanya gravitasi bumi atau jika sperma bertemu dengan ovum maka akan terjadi pembuahan, begitu juga dengan hukum-hukum alam yang lain.

QODAR

Menurut bahasa qodar berarti : ketetapan atau keputusan akhir. Menurut istilah qodar berarti kepastian atau ketentuan Allah Ta’ala yang berlaku bagi makhluq-Nya dan telah ditetapkan jauh sebelum segala sesuatu itu terjadi. Qodar atau yang sering disebut taqdir baru diketahui oleh makhluq setelah terjadi atau setelah dilakukan upaya yang maksimal. Jadi tidak bisa dikatakan sudah taqdirnya begini atau begitu jika belum terjadi atau belum diupayakan maksimal.

Ulama terdahulu membagi taqdir menjadi 2 yaitu:

                1.Taqdir Mubram.
Yaitu ketentuan Allah Ta’ala yang sudah pasti, tidak bisa diubah samasekali, mau tidak mau, suka tidak suka harus diterima seperti yang sudah ditetapkan. Taqdir ini menjadi batas dari kiprah seseorang.

Contoh, si A dilahirkan sebagai seorang laki-laki dari pasangan bapak B dan ibu C di kota D. Keadaan seperti itu adalah tetap adanya, tidak bisa diubah misalnya si A ingin lahir sebagai perempuan, dst.

                2.Taqdir Mu’allaq.
Yaitu ketentuan Allah Ta’ala yang pencapaiannya atau terjadinya melibatkan peran makhluq berupa usaha atau ikhtiar.

Contoh, jika seseorang ingin pandai maka dia harus belajar, jika berharap kaya maka dia harus bekerja, jika ingin sehat maka harus menjaga kesehatan, dsb. Akan tetapi apakah kepandaian, kekayaan dan kesehatan yang diupayakan tersebut “pasti” didapatkan sesuai besarnya usaha? Akankah sama dengan keinginan manusia? Dan cocokkah dengan lazimnya? Belum tentu… perumpamaan di bawah ini mungkin bisa sedikit mencerahkan.

Seorang ustadz menggambarkan taqdir ini sebagai 2 buah garis pembatas. Usaha dan harapan hanya bisa terwujud direntang dua garis itu. Manusia tidak akan bisa melampauinya. Namun rentang dan panjang kedua garis itu tidaklah sama untuk tiap insan. Ada yang rentangnya lebar (batas atasnya tinggi), ada yang rentangnya sempit (batas atasnya rendah). Demikian pula ada yang panjang dan ada yang pendek.
Gambarannya sbb:

Taqdir Mubram
_________________________________________________________
                                                                                           C
              Taqdir Mu’allaq                                   B
                                                     A
________________________________________________________ 

Taqdir Mubram

Batas bawah adalah taqdir mubram yang berkenaan saat seseorang lahir. Batas atas juga merupakan taqdir mubram yang telah ditetapkan atas dirinya, namun belum diketahui seperti apa nyatanya. Sementara yang berada di tengahnya adalah taqdir mu’allaq.

Contoh:
Si Fulan dilahirkan sebagai seorang laki-laki dari pasangan Abu Fulan dan Ummu Fulanah di Negara Mardhotillah. (Ini ibarat garis bawahnya, tidak bisa diubah). Ketika masih di rahim, Allah telah menetapkan rejekinya (misalkan harta, ini yang paling mudah dijadikan perumpamaan), walaupun si Fulan belum tahu seberapa besar kekayaan yang ditentukan untuk dirinya.

Saat usia duapuluhan Fulan masih bekerja dengan santai, maka ia hanya mencapai titik A. Apakah itu taqdirnya Fulan berada di kondisi A? Belum tentu. Kita lihat selanjutnya.

Mulai usia tigapuluhan Fulan semakin rajin bekerja sehingga mencapai titik B bahkan C. Kemudian ia semakin giat berusaha. Apakah Fulan bisa melampaui garis atas? Tidak... ternyata Fulan tidak dapat melampaui garis atas karena itu taqdir mubramnya. Disitu barulah bisa dikatakan bahwa itulah taqdir si Fulan, sekaya itu.

Lalu bagaimana dengan usahanya yang semakin giat? Apa yang ia dapatkan? Disinilah wilayah qodho’. Berdasarkan qodho’ (hukum yang berlaku umum), semakin kuat usaha maka semakin banyak rejeki/harta dan semakin kaya. Namun karena taqdir mubram sudah ditentukan, maka Allah Ta’ala tidak menjadikannya semakin kaya, akan tetapi akan menambahkan kebaikan padanya. Misalkan usaha itu tidak menambah kekayaan, akan tetapi mampu mengentaskan banyak orang dari himpitan kemiskinan, membebaskan karyawannya dari lilitan hutang, bisa memfasilitasi orang lain dalam ibadah, membahagiakan sesama, dsb. Jadi usaha keras tadi tidak menghasilkan harta, akan tetapi menghasilkan kebajikan dan pahala. Disini Allah merubah qodho’ atas diri si Fulan tapi tidak merubah taqdirnya.

Qodho’ dan qodar adalah dua perkara yang beriringan, antara satu dan lainnya tidak terpisahkan. Bisa diumpamakan pula sebagai sebuah bangunan. Qodar sebagai pondasi yang sudah tertanam permanen, dan qodho’ sebagai tembok, atap dan kelengkapan lainnya, yang masih bisa ditata ulang atau dirubah tampilannya.

Saling keterkaitan antara qodho’ dan qodar juga bisa diibaratkan antara rencana dan kenyataan. Qodho’ adalah ketentuan berupa rencana yang telah ditetapkan jauh sebelum segala sesuatu terjadi. Sedangkan qodar adalah ketentuan tentang hasil akhir yang baru diketahui setelah kejadian.

***
Jadi saudaraku, jika sudah berusaha bekerja jujur, pekerjaan halal, mencurahkan segala kemampuan untuk sukses, akan tetapi kondisi ekonomi tidak beranjak naik, maka itulah taqdir ketentuan Allah. Tidak perlu bersedih dan teruskan ikhtiar baik itu karena Allah akan merubah qodho'-Nya, misalnya:

> Diberikan kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan batin.
> Allah Ta'ala mengirim rejeki tepat saat kita butuhkan
> Segala urusan dimudahkan sehingga tidak perlu dana diluar kemampuan.
> Dsb

Demikian pula manakala kita sudah berusaha menjaga diri dari maksiat, merawat kesehatan badan dengan baik, mengasup makanan dan minuman halalan thoyibah, namun yang namanya penyakit apalagi yang berkaliber ganas dan mematikan masih juga hinggap di raga, maka itu adalah taqdir kita. Sudah tertulis di lauhul mahfuzh sebelum kita lahir. Mau protes? Mau marah? Jadi galau? Berselimut duka selamanya? Itu tidak akan mengubah taqdir.

Apakah diam saja? berhenti usaha? nyerah tanpa ikhtiar? Jangan pernah lakukan itu… Mari tetap berikhtiar semampu kita. Berusaha sekuat tenaga hingga tidak tersisa sejengkalpun jalan terang kecuali telah dilalui, tidak tertinggal setitikpun celah berkah kecuali sudah dirambah.

Lalu apa yang kita harapkan, jika taqdir tidak bisa diubah? Banyak sekali… diantaranya:
      *Allah Ta’ala mempersingkat masa sakit.
      *Allah Ta’ala mengubah qodho’ penyakit itu. Dari yang susah menjadi mudah, dari yang parah menjadi ringan, dari yang rusak menjadi baik, dari yang ganas menjadi jinak.
      *Allah Ta’ala menambahkan kebaikan dalam diri berupa ketaqwaan, kesabaran, keikhlasan, ketenangan dan kedamaian.
      *Mengganti penderitaan/rasa sakit dengan karunia yang agung berupa ampunan, pahala, derajat tinggi dan ridho-Nya.
      * Dsb, masih banyak lagi. 
Taqdir memang tidak bisa dirubah, akan tetapi qodho' yang menyertainya bisa berubah dengan kehendak Allah Ta'ala melalui jalan ikhtiar dan doa kita. Allaahul 'Aziizul Jabbaar, Dia Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.


Allaahu A'lam


picture from inet




2 komentar:

  1. assalamualaykum mba, saya sedang cari info ttg rumah sehat avicenna dan ingin ke ke sana, bisa saya minta no telepon rumah sehat avicenna untuk saya hubungi, karena rumah saya di jakarta jadi butuh persiapan untuk ke sana, saya dapat info ini karena me,baca blog mba tentang terapi penyembuhan lewat solat tahajud bagian 1 dan 2, terima kasih mba, mohon informasi kontaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumsalam mba Almas Shabrina, terimakasih sudah membaca blog saya, semoga bermanfaat. Notelpnya rmh sehat Avicenna 0354-690321.

      Hapus