Rabu, 09 Juli 2014

DUA LUBANG DI KEPALA

Jam baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi ketika seorang pegawai datang. Tumben pagi banget dia datang, mungkin ada pekerjaan yang harus diburu di pagi itu.. Kulihat dia menenteng sebuah ponsel baru yang lain dari yang biasa dibawanya. Sebenanya tidak ada yang istimewa dengan ponselnya itu. Namun ketika ada panggilan masuk, baru membuatku tertegun. Ringtone yang dia pakai sama dengan ringtone yang aku pakai saat aku melakukan suatu perjalanan. Perjalanan yang sangat berkesan buatku. Sontak semua kenangan tentang segala peristiwa yang aku alami saat itu hadir di benakku. Seperti sedang memutar video. Sebentuk senyum tersungging di bibirku, ada rasa tenteram yang menyeruak dan ada rasa bahagia yang merebak. Sudah lama aku tidakmendengar ringtone itu seiring dengan hilangnya ponsel tersebut.

Seminggu kemudian ada khadimat baru di rumahku. Jaman sekarang hampir semua orang tidak lepas dari ponsel. Demikian pula dengan khadimat baru itu. Sebenarnya aku samasekali tidak tertarik dengan ponselnya, tidak aku hiraukan malah. Tetapi, lagi-lagi ketika ponselnya berdering, membuatku terkejut. Ringtone yang dia pakai sama dengan yang kupakai selama aku harus melalui masa-masa yang sangat berat., masa tersulit yang pernah aku alami. Astaghfirullaahal'adhim... Begitu mendengarnya spontan di hatiku muncul rasa gundah, sedih atau perasaan apa yang aku tidak dapat mendiskripsikannya. Terbayang semua peristiwa yang menyertainya. Sekali... dua kali... tiga kali... aku mencoba untuk bertahan dengan bertumpu pada istighfar, saat mendengarnya. Tapi... lama-kelamaan aku tidak tahan juga untuk tidak mengatakan, "Tolong ganti ringtonenya dengan yang lain." Tampaknya egois atau mungkin berlebihan, tapi itulah perasaan, sulit diajak kompromi.

Jam baru menunjukkan pukul 3 dinihari, hening, sepi. Setetes air jatuh dari keran yang bocorpun terdengar jelas. Keheningan pecah tatkala ponselku berdering. Sebenarnya tidak mengangetkan karena volumenya kecil, suaranya lirih. Tapi kenapa jantung ini dag-dig-dug berdebar lebih kencang? Ya. karena biasanya jika ada telepon di jam-jam yang 'tidak biasa' seperti itu, aduuh... seringkali berita yang mengejutkan, emergency call.... Na'udzubillahi min dzaalik... Belum didengar ataupun dilihat pesannya sudah bikin jantung berdebar.... 

Suara, baik berupa bunyi-bunyian dari satu sumber suara, ataupun dari beberapa sumber suara, ternyata bisa mempengaruhi perasaan dan pikiran secara otomatis, seperti gerak reflek. Suara ternyata juga bisa menjadi tag bagi pembuka memori otak. Demikian pula dengan indera yang lain. Baik itu indera peraba, indera perasa, indera pelihat, indera pencium ataupun indera pendengar. Saya tidak akan menyoroti tentang hukum musik dalam Islam, dengan segala silang pendapatnya, karena ada ahli syariah yang berkompeten untuk menjelaskannya. Saya hanya berfikir ada satu suara (dalam hal ini ringtone) yang tidak pernah absen untuk hadir dalam keseharian kita, mungkin suara itu bisa kita manfaatkan sebagai tag daya ingat telinga, kita, sebagai pembuka file memori otak.  Dalam suatu masa tertentu atau pada rangkaian peristiwa tertentu kita gunakan satu ringtone tertentu. Dan menggantinya untuk masa atau peristiwa yang lain. Atau jika sedang berkonsentrasi pada sesuatu hal, kita bisa fokus pada suatu ringtone tertentu. Misalnya dalam program tahfidz, ringtonenya adalah ayat-ayat Al Qur'an yang tengah dihafal. Karena sering didengar, pasti lebih cepat hafal, Insya Allah... Alangkah indahnya jika hanya mendengar bagian awalnya saja, maka ayat-ayat selanjutnya ter-upload dengan sendirinya.

Kebanyakan anak kecil sulit untuk disuruh duduk manis, membaca atau menyimak sesuatu, mereka sangat aktif bergerak. Biarkan badannya tetap aktif bergerak, tapi telinganya tetap bisa menangkap suara. Nah dengan bantuan speaker atau sejenisnya bisa memaksimalkan program tahfidznya. Tanpa sadar mereka sering sudah hafal ayat/surat yang kita perdengarkan.

Jika kita bicara tentang suara, maka tidak akan terlepas dari indera yang menangkap suara, yaitu pendengaran. Rupanya indera yang satu ini punya beberapa keistimewaan, sehingga menjadi hal yang sangat penting.

Pertama:

Kita mulai dengan Rasulullaah Muhammad SAW. Beliau adalah Nabi dan Rasul yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Lalu bagaimana Beliau SAW bisa membawa risalah untuk umatnya? Bagaimana Beliau SAW bisa menyampaikan firman-firman Allah SWT kepada umatnya? Tatkala menerima wahyu dari Allah SWT yang disampaikan oleh Malaikat Jibril, Rasulullaah SAW sangat mengandalkan ketajaman pendengaran dan kekuatan daya ingat atau hafalan. Tanpa membaca tulisannya, tanpa melihat hurufnya Rasulullah SAW bisa sangat hafal, fasih, dan tidak pernah salah melafadzkan ayat-ayat Allah SWT. Subhanallah...

Kedua:

Pendengaran adalah indera yang pertamakali bekerja. Ini bisa dibuktikan dengan beberapa percobaan yang dilakukan pada bayi yang baru lahir. Jika diperdengarkan suara di dekat telinganya, maka dia akan meresponnya. Sementara jika didekatkan sesuatu ke matanya dia belum merespon, matanya tidak berkedip. Setelah beberapa hari bayi baru bisa merespon rangsangan pada matanya.Bahkan ketika masih di dalam kandungan indra pendengaran bayi sudah berfungsi. Untuk itu bagi ibu hamil dianjurkan untuk sering mengajak bicara buah hatinya dan memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur'an. Hal ini dimaksudkan agar sedini mungkin bayi mendapatkan pendidikan keimanan.

Demikian juga yang terjadi pada orang yang baru mulai tersadar dari pingsan ataupun baru mulai tersadar dari pengaruh obat bius. Pertama-tama dia akan mendengar dulu, kemudian merasakan dan selanjutnya bisa mengingat serta berfikir lagi. Secara pribadi aku pernah mengalaminya. Pasca operasi melahirkan anakku yang kedua, awal mulai sadar adalah karena mendengar suara yang ada disekeliling, lalu merasakan sakit di bagian yang dibedah, baru setelah itu bisa mengingat semua kejadian sebelum pingsan. Tetapi untuk membuka mata belum bisa, apalagi menggerakkan anggota tubuh yang lain. Berada pada kondisi seperti itu bisa sebentar bisa juga lama.

Ada beberapa penelitian terhadap pasien yang koma. Mereka yang sering diajak berbicara, diperdengarkan suara-suara tertentu, dibacakan ayat-ayat suci atau yang lainnya, ternyata lebih cepat pulihnya dibandingkan dengan pasien yang hanya dirawat fisiknya saja. Bahkan ada yang bisa menitikkan airmata. Itu tidak mengherankan, karena memang mereka bisa mendengar, merasakan dan berpikir seperti biasa, hanya tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya termasuk membuka matanya. Bukankah sering kita likat berita penderita koma yang tiba-tiba sadar setelah mendengar sesuatu.
     
Di dalam Al-Qur'an penyebutan pendengaran kebanyakan lebih dulu daripada penglihatan. Termasuk ayat yang menjelaskan tentang penciptaan awal manusia.

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ ۖ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ

ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِن سُلَالَةٍ مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِ ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ
           
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh-nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur (QS. As-Sajdah: 7-9)

Menurut ahli tafsir, jika Allah dalam Al-Qur'an menyebutkan beberapa hal yang berurutan, maka seperti itu pula kejadian yang sesungguhnya. Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa:
  1. Manusia pertama (Adam) diciptakan dari tanah.
  2. Anak keturunannya dari air mani (yang bercampur dengan sel telur [nuthfatin amsyajin, QS. Al-Insaan: 2]).
  3. Disempurnakan bentuknya dan diberi roh.
  4. Diberi pendengaran.
  5. Diberi penglihatan.
  6. Diberi hati/faedah.
Dalam banyak ayat yang lain pendengaran selalu lebih dulu disebut dibandingkan dengan penglihatan, misalnya dalam Surat Yunus: 31, Surat An-Nahl: 78, Surat Al-Mu'minun: 78, Surat Al-Mulk: 23.

Ketiga:

Pendengaran adalah indera yang tidak pernah berhenti bekerja. Ketika seseorang tidur, indera pendengar tidak ikut tertidur, dia tetap bekerja. Sehingga seringkali terjadi seseorang yang tiba-tiba terbangun karena mendengar sesuatu, dan bukannya karena melihat sesuatu.
     
Keempat:

Pendengaran adalah indera paling akhir yang berhenti bekerja. Ini bisa kita lihat dari Firman Allah,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ 

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS. Al-A'raf: 179).
Dari ayat tersebut dapatlah diketahui bahwa yang pertama kali ingkar (tidak berfungsi) adalah hati, kemudian matanya yang berpaling, maka yang terakhir adalah bagaimana dengan telinganya? Bukankah ketika hati dan mata sudah tidak berfungsi, tidak mau memahami, ataupun sudah dipalingkan tetapi telinga tetap terbuka? masih bisa mendengarkan ayat-ayat Allah? Tanpa menyengajakan diri untuk mendengar, telinga akan tetap menangkap gelombang suara yang merambat di udara. Namun jika indera yang terakhir ini tidak juga dipergunakan, maka jatuhlah manusia menjadi al-an'am (binatang ternak) bahkan lebih sesat lagi, Na'udzubillaahi min dzaalik...
Selain itu apa yang terjadi pada seseorang yang berada dalam sakaratul maut, juga bisa diambil ibroh (pelajaran). Mengapa disunnahkan untuk mentalqin (menuntun) orang yang akan meninggal?        
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian ucapan laa ilaha illallah" (Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no 501 mengatakan, "Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim dan kitab hadits yang empat [Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah"]).
Dari hadits tersebut secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa seseorang yang hampir meninggalpun pendengarannya masih berfungsi, walaupun mungkin raganya sudah tidak bisa digerakkan ataupun matanya sudah tidak mampu dibukanya. Untuk itu disunnahkan agar menuntunnya dengan tahlil (kalimat Laa Ilaaha Illallaah).
Sementara itu untuk pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, maka pendengaran yang pertamakali dimintai pertanggungjawaban. Setelah itu baru penglihatan dan hati. Seperti yang tercantum dalam QS. Al-Isra' ayat 36:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Sehingga di tiap pagi dan petang sudah selayaknya kita lantunkan dzikir:
        
اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ

Ya Allah, selamatkanlah tubuhku (dari penyakit, dari maksiat, dan dari apapun yang tidak aku inginkan). 
Ya Allah, selamatkanlah pendengaranku (dari penyakit, dari maksiat, dan dari apapun yang tidak aku inginkan). 
Ya Allah, selamatkanlah penglihatanku (dari penyakit, dari maksiat, dan dari apapun yang tidak aku inginkan) 
Tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Engkau. 
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. 
Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Engkau. (Dibaca pagi 3x dan sore 3x) 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar