Sabtu, 02 Januari 2016

BPJS DICACI BPJS DINANTI

Jika bicara tentang asuransi kesehatan yang satu ini banyak ulasan yang berbeda, tergantung dari sudut pandang mana menilainya. Sudut pandang pengelola, peserta, mitra sampai tokoh agama tidaklah selalu sepaham. Saya tidak akan mengulas semua hal itu. Saya hanya menuliskan pengalaman teman-teman sesama penderita kanker yang berobat memakai jalur BPJS Kesehatan dan berdasar pengamatan langsung di lapangan. Sementara saya sendiri tidak punya banyak pengalaman menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Selama menjalani pengobatan dari tahun 2011 hingga 2014 saya menggunakan jalur umum, dan baru mendaftar sebagai anggota BPJS di awal tahun 2015 saat semua terapi sudah tuntas tinggal kontrol rutin saja.

Selama ini kami tidak punya asuransi apapun, kecuali asuransi tenaga kerja yang merupakan ketetapan pemerintah yang tidak bisa dihindari untuk suatu pekerjaan. Awalnya mendaftar BPJS hanya karena diwajibkan untuk keperluan administrasi perusahaan. Setelah menjadi peserta saya banyak melihat dan mendapat cerita dari teman-teman yang mendapat tindakan atau terapi menggunakan fasilitas BPJS.

BPJS kesehatan adalah asuransi yang sangat murah dibandingkan dengan asuransi lain. Dengan premi hanya sekitar Rp. 60.000 sudah bisa mendapatkan layanan kesehatan yang sangat banyak. Unsur untung-untungan ini yang oleh MUI dikatakan mengandung unsur maisir yaitu mendapatkan keuntungan besar tanpa usaha keras atau mendapatkan sesuatu yang sangat banyak dengan modal yang sangat kecil. Sehingga dalam prakteknya ada kemiripan dengan judi, undian atau lotre. Di lain pihak peraturan BPJS yang mengikat peserta harus selalu membayar premi secara rutin, jika sekali saja tidak membayar maka tidak akan mendapat layanan, walaupun sebelumnya sudah rutin membayar. Ini yang oleh MUI dikatakan mengandung unsur gharar atau penipuan, dimana yang bersangkutan tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan, yang diperkirakan ada unsur ketidakrelaan. Sementara unsur ribanya adalah jika dalam pengelolaannya dana yang disetor peserta diputar di bisnis ribawi. Sehingga yang diberikan kepada peserta yang membutuhkan adalah dana yang bercampur dengan riba. Untuk menjadikan BPJS sesuai syariah memang perlu diperbaiki model akadnya dan sistem pengelolaannya.

Sementara menunggu perbaikan tatakelola BPJS yang tentunya menjadi kewenangan mereka-mereka pengemban amanah di negeri ini. Kita sebagai rakyat biasa, hanya bisa berharap tim bersama yang terdiri dari BPJS Kesehatan, MUI, Pemerintah, DJSN, dan OJK bisa merumuskan peraturan yang sesuai dengan syariah Islam. Sehingga tidak ada lagi keraguan bagi kita yang telah diwajibkan oleh pemerintah untuk menjadi peserta.

Kaidah dhorurohnya adalah berpulang pada cara pandang pribadi. Ini bukan fatwa ulama, tetapi hanyalah terobosan pemikiran pribadi, yang bisa juga salah (semoga Allah Ta’ala mengampuniku). Sebagai peserta kita niatkan bahwa premi yang disetor sebagai infaq atau hibah untuk membantu saudara-saudara setanah air yang sedang ditimpa musibah sakit, untuk memenuhi kewajiban menjalin hablumminannaas. Seandainya kita yang tertimpa musibah sakit maka fasilitas BPJS berupa klaim asuransi kita terima sebagai santunan dari saudara-saudara sesama peserta BPJS. Jika timbul pertanyaan apakah kita termasuk orang yang pantas menerima santunan itu? Jawabnya tentu kembali pada cara pandang pribadi tadi. Jika masih mampu membayar silahkan berobat lewat jalur umum, jika dirasa berat atau tidak mampu atau jika hendak mengambil hak sebagai peserta, maka silahkan pakai fasilitas BPJS yang kita pandang sebagai salah satu jalan Allah memberikan rejeki untuk berobat.

BPJS Kesehatan adalah lembaga nonprofit yang berorientasi pada kegiatan sosial santunan pengobatan bukan berorientasi keuntungan semata. Walaupun sering pula terdengar keluhan dari tenaga medis dan paramedis yang menangani pasien BPJS karena rendahnya penghargaan kepada mereka, tapi kehadirannya sangat dinanti dan diharap masyarakat kebanyakan.

Keluar dari polemik di atas, BPJS termasuk asuransi yang sangat bagus dilihat dari luasnya aspek yang ditanggung. Jika asuransi yang lain kebanyakan hanya menanggung biaya rawat inap, tidak demikian dengan BPJS yang juga menanggung biaya rawat jalan. Untuk masyarakat yang tidak mampu, premi ditanggung oleh pemerintah, sementara untuk pekerja penerima upah premi berdasar prosentase gaji, dan untuk pekerja bukan penerima upah preminya hanya sekitar Rp. 25 000 sampai Rp. 60.000.

Dari pengalaman teman-teman penderita kanker cakupan tanggungan BPJS sangat luas. Mulai dari pemeriksaan awal, observasi, operasi, kemoterapi, radioterapi hingga kontrol rutin beserta obat rutin hingga beberapa tahun. Jika dijumlah nilainya mencapai ratusan juta rupiah.

Terus terang kadang saya heran jika ada yang mengeluh dengan antrian yang lama, administrasi yang banyak/ribet atau pelayanan yang lambat. Malah ada yang mau protes hingga demo ke BPJS. Kenyataannya pasien BPJS itu mendominasi rumahsakit-rumahsakit milik pemerintah dan beberapa rumahsakit yang bekerjasama dengan BPJS sehingga wajar jika setiap hari pasiennya membludak. Wajar pula jika harus antri panjang. Kadang pasien juga perlu diberi wawasan yang logis, agar proporsional dalam menuntut haknya.

Mau tahu keuntungan/manfaat BPJS? Mari kita bandingkan pasien BPJS dengan pasien umum. Misalnya untuk tindakan mastectomy. Pasien BPJS kadang perlu bolak-balik ke RS untuk urusan administrasi, menunggu dokter, mencari ruangan rawat inap hingga antri kamar operasi.  Anggap saja perlu waktu seminggu hingga sebulan. Tapi lihatlah setelah itu mendapat layanan seharga puluhan juta rupiah. Jika pasien umum maka dirinya atau keluarganya harus bekerja keras banting tulang selama seminggu hingga sebulan untuk menghasilkan uang sejumlah itu agar bisa mendapat layanan. Itu artinya bahwa antrinya atau mondar-mandirnya pasien BPJS dibayar puluhan bahkan ratusan juta. Hanya duduk mengantri lho, cuma mondar-mandir atau bolak-balik ke RS saja, bukanlah suatu pekerjaan berat, bahkan tidak termasuk kerja keras banting tulang. Jadi tidak elok jika mengeluh. Sangatlah bijaksana jika tanpa menyalahkan ini-itu, marah sana-sini atau protes begini-begitu. Bersabar, lapang dada dan banyak bersyukur itu yang seharusnya.

Menurut saya pribadi layanan BPJS Kesehatan sudah baik, jika ada yang kurang sempurna karena memang masih dalam proses perbaikan. Seandaianya ada keluhan bisa dikomunikasikan kepada pihak terkait untuk mendapatkan solusi. Alangkah indahnya jika para pasien yang telah mendapatkan fasilitas BPJS Kesehatan banyak bersyukur dengan adanya asuransi tersebut, kemudian berterimakasih kepada peserta lain yang merelakan dananya dipakai dan bawa mereka dalam doa. Demikian juga kepada pengelolanya, beri masukan dan saran yang membangun diiringi doa agar mereka bisa mengemban amanah dana trilyunan rupiah itu dengan baik.

Selama hampir setahun menjadi peserta BPJS Kesehatan, saya samasekali belum pernah mendapatkan perlakuan yang buruk. Baik dari pihak BPJS Kesehatan maupun dari mitra layanannya di tingkat Faskes 1,  RS rujukan di tingkat kota bahkan sampai ke RS rujukan di luar propinsi. Apresiasi untuk BPJS Kesehatan, Klinik Catur Warga Mataram, RSUD Kota Mataram, RSUD Propinsi NTB dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Juga untuk tenaga medis dan paramedis yang tetap melayani pasien BPJS dengan baik.

Sebagai salah satu harapan dari banyak pasien di Indonesia, BPJS Kesehatan memang selalu dinanti uluran bantuannya, walaupun masih banyak pula yang mencacinya. Semoga ke depannya pelayanannya semakin baik dan baik lagi.


3 komentar:

  1. Terimakasih sharingnya.
    Saran, kata praktek diganti dengan kata praktik.

    BalasHapus
  2. Terimakasih sharingnya.
    Saran, kata praktek diganti dengan kata praktik.

    BalasHapus