Diriwayatkan
pada saat itu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa
Romawi, bangsa yang kerap menebar
ancaman pada kaum muslim. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam
peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan atau ada udzur.
Saat
mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan
seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat tangan buruh tukang batu
tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar
sekali?"
Si
tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu
setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya
gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya
kasar."
Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang
paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena
mencari nafkah yang halal, Rasulpun menggenggam tangan itu, dan menciumnya
seraya bersabda,”Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka
selama-lamanya”.
Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah mencium tangan para pemimpin Quraisy, tangan
para pemimpin khabilah, raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya
Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium tangannya oleh
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Padahal tangan tukang batu itu telapaknya
melepuh, kasar dan kapalan.
***
Suatu
ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat
kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti yang dilakukan orang
itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (fii sabilillah), maka alangkah
baiknya.”
Mendengar
itu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Kalau ia bekerja
untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau
ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu
fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta, maka itu fii sabilillah.” (HR Thabrani).
”Maka
apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS.
Al-Jumu’ah: 10)
”Dan
Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani
jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS. Nuh: 19-20)
”Siapa
saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu
ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa
saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”.
(HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak
ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan
dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil
usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya
di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan
shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR.
Bukhari)
”Barangsiapa
yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang
dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
“Tidaklah
kamu menafkahkan harta yang semata-mata demi mengharap ridha Allah, melainkan
kamu akan diberi pahala hingga setiap suap makanan yang masuk ke mulut
istrimu.” (Muttafaqun ‘alaih).
Dari beberapa
ayat Al Qur’an dan hadits Nabi di atas, dan masih banyak lagi yang lainnya,
pelajaran penting yang bisa diambil adalah bekerja dan berusaha dengan niat
tulus memberi nafkah keluarga, apapun jenis pekerjaan itu, asalkan halal, maka Insya'allaah akan membebaskan anggota tubuh yang digunakan untuk bekerja dari api neraka.
Bisa dibayangkan jika ada anggota tubuh yang tidak tersentuh api neraka, maka
anggota tubuh yang lain Insya’allaah akan terbebas pula dari neraka jahannam.
Tubuh itu satu, tidak terpisah-pisah. Jika suatu bagiannya berada di neraka, semua bagian lainnya
juga berada disana. Sebaliknya jika ada bagian tubuh di surga, tentu yang
lainnya juga bermukim di jannah. Kenapa demikian? Karena jarak neraka dan surga itu teramat
sangat jauhnya.
Al-Barbahaariy rahimahullah berkata
ketika menjelaskan diantara pokok-pokok aqidah Ahlus-Sunnah, “Dan beriman
kepada neraka dan surga bahwa keduanya adalah makhluk. Surga berada di atas
langit yang ketujuh yang atapnya adalah ‘Arsy. Neraka berada di bawah bumi yang
ketujuh yang paling bawah, keduanya adalah makhluk” [Syarhus-Sunnah, hal. 48
no. 21].
Begitu
banyak jalan menuju surga dan menghindari panasnya api neraka. Allah Ta'ala sungguh Ar-Rahman Ar-Rahim. Satu hal yang
terpenting adalah niat yang lurus karena Allah Ta’ala semata, menempuh jalan
yang diridhoi-Nya, berdoa dan bertawakkal, Insya’allaah jalan surga akan
terbentang buat kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar