Menapaki kehidupan bak mendaki gunung. Ada jalan
landai ditingkahi semilir angin, kadang menanjak perlahan disertai hembusan
hawa dingin, bisa pula tiba-tiba mendadak terjal berliku. Bedanya jika mendaki
gunung, masih bisa turun kembali melalui jalan semula, namun jalan kehidupan
akan lenyap setelah terlewati, hanya tinggal bayang-bayang kenangan.
Hari ini aku menyaksikan putriku telah berhasil
melewati satu tahap dalam perjalanan hidupnya, yakni menyelesaikan pendidikan
strata satu. Alhamdulillaah… puji syukur kami panjatkan atas karunia indah ini.
Bahagia dan haru menghias raut wajah
kami, orangtuanya.
Ini bukan puncak dari pendakian ilmu, masih sangat
banyak tahapan berikutnya. Walau mata kepala dan mata hati tak mampu menerobos
pandang ke masa depan, namun kami yakin ada Allah Ta’ala yang akan menjaga dan
menolong.
Teringat saat pertamakali ia hadir ke dunia, 21 tahun
silam. Kelainan bentuk rahim yang menguncup di bawah menyebabkan bayiku tidak
kunjung bisa turun ke jalan lahir. Beberapakali di-USG posisinya selalu
berubah-ubah. Kadang kepala di atas, 2 minggu kemudian di bawah, lalu berputar
lagi, begitu terus hingga beberapa kali. Masuk bulan kesembilan posisi
kepalanya di samping kiri. Masih berharap bisa melahirkan normal, kuikuti saran
dokter dan orang-orang yang sudah berpengalaman untuk senam hamil, jalan pagi, banyak
sujud, merangkak dan segala usaha lainnya, tak terkecuali adalah doa sebagai
senjata utama. Ditunggu hingga hampir sepuluh bulan, posisinya tetap tidak
berubah. Janin menghadap ke atas, kepala di samping kiri sementara yang berada
di jalan lahir adalah punggung. Mengingat kondisi placenta yang sudah tidak
bagus (terlepas sebagian) yang mungkin saja bisa berakibat buruk, akhirnya
dokter memutuskan untuk melakukan tindakan operasi.
Operasi dilakukan hari Rabu, 26 April 1995 jam 8
pagi. Dengan bius total menyebabkan aku tak bisa mendengar tangisan pertama
anak keduaku ini. Wajah cantiknya juga baru bisa kulihat 2 hari kemudian.
Pasalnya usai operasi, barangkali akibat obat bius direspon berlebih oleh
tubuh, membuat aku harus melewati fase koma seharian.
Pengalaman berharga yang tidak terlupakan. Fase
tersadar dari pengaruh bius ternyata dimulai dengan kemampuan tubuh merasakan
sakit (untuk kasus Sectio Caesarea rasa sakit di bagian perut yang disayat).
Kemudian pulihnya ingatan tentang apa yang terjadi sebelum tak sadarkan diri
akibat obat bius. Berikutnya pendengaran kembali berfungsi. Setelah itu mestinya
mulai bisa menggerakkan tubuh seperti membuka mata, menggerakkan jari, melambaikan
tangan, dsb. Namun ternyata aku tidak bisa serta merta seperti itu. Begitu
kuatnya aku berusaha membuka mata, akan tetapi kelopak mata tak juga mau terjaga.
Sebisa mungkin kugerakkan jariku, namun tak jua bergeming. Padahal aku bisa
merasakan sakit, mampu berpikir dengan jernih, dapat mendengar dengan jelas
apapun yang dibicarakan orang di sekitar, bisa pula merasakan sentuhan tangan
tenaga medis yang mulai panik karena aku tak kunjung bangun.
Teringat sebuah artikel dari penelitian seorang
dokter yang menyatakan bahwa seseorang yang koma, jika sering disapa, diajak
bicara dan dibacakan ayat-ayat suci, ternyata lebih cepat pulih/sadar dibandingkan dengan pasien yang dibiarkan begitu saja di ICU tanpa interaksi dengan orang lain. Banyak
dikisahkan tentang seseorang yang mengalami koma bisa meneteskan airmata
manakala mendengar cerita atau ungkapan kata-kata dari orang di sekitarnya. Yaaa.. karena
orang koma bisa mendengar, merasakan dan berpikir secara normal.
Alhamdulillaah… Puji syukur ke hadhirat Allah Ta’ala…
hanya seharian aku berada dalam kondisi seperti itu, yangmana telah cukup membuat
gusar suami, bapak dan ibu yang menungguiku sedari pagi.
Kini… si gendhuk cantikku sudah beranjak dewasa,
telah menyelesaikan satu tahap pendidikannya. Dan itu baru permulaan bukan
akhir dari pelajaran, karena sepanjang hidup manusia harus terus belajar.
TERIMAKASIH ANAKKU…
Kau telah melewati sekian tahun perjalanan usiamu
untuk mentaati orangtuamu, menjalankan kewajiban menuntut ilmu sekaligus
mendapatkan hak untuk mengenyam pendidikan. Ibu berharap ke depannya kau
lebih giat mencari ilmu hingga mampu mengemban amanah yang lebih besar dengan sebaik-baiknya. Semoga
ilmu yang kau miliki akan menambah keshalihanmu yang membawa dirimu lebih dekat kepada
Allah Ta’ala
MAAFKAN KAMI ANAKKU…
Jika terlalu ketat mendidikmu. Semua itu kami lakukan
karena sangat menyayangimu. Kau amanah besar. Dengan sekuat tenaga orangtuamu menjaga dan melindungimu dari
hal buruk. Sepenuh hati mengusahakan kebahagiaanmu. Bukan hanya terbatas kebahagiaan
dunia namun hingga akhirat nanti. Kau dan kami terikat
pertalian yang tidak akan putus selamanya. Bisa jadi kami yang mengantarkanmu
ke surga, atau kau yang menarik kami kesana. Semoga tidak akan pernah terjadi
yang sebaliknya, Na’udzubillaahi minannaar…
MAKLUMI KAMI ANAKKU…
Keterbatasan ilmu membuat kami hanya mampu memberi sedikit,
tapi percayalah ibu bapakmu tidak punya batasan cinta dan kasih sayang untukmu. Jikalau ilmu kami belum cukup, mohon dimengerti... akan tetapi jangan pernah khawatirkan apapun anakku, karena kami telah memperkenalkanmu
pada Dzat Yang Maha Luas Ilmu-Nya… Yang Maha Kaya... tak tertandingi… Al-‘Aliim… Al Ghoniy… Dia
yang akan memberimu kecukupan. Kau boleh meminta apapun kepada-Nya dan
permintaanmu pasti akan dikabulkan. Mintalah yang terbaik untuk dunia dan akhiratmu dengan
merendahkan diri melalui usaha yang tinggi.
MAKA...
Seperti nama yang kami sematkan padamu, yang
merupakan doa kami setiap saat, semoga kau menjadi wanita yang taqwa nan sabar
meniti jalan surgawi.
Malang, 04092016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar