Tahun ini tahun keenam aku berada
dalam medan laga. Pertempuran sengit antara hidup dan mati. Tidak boleh lengah
sedikitpun, harus selalu mengerahkan segala daya dan upaya agar mampu bertahan
dan menyerang untuk menang. Musuhku yang satu ini termasuk lihai. Sudah
diserang di satu tempat, digempur di semua lini, tapi ternyata masih bisa
berkelit dan menyelinap ke tempat yang lain. Perilaku misteriusnya yang kadang
di luar batas kemampuan manusia untuk memperkirakan.
Namun jika kita kembali pada
jalur keimanan, maka tidak ada yang tidak mungkin. Semua hal yang terjadi di
alam ini telah diatur dalam kendali Al-Maalikul Mulk. Sekencang apapun
kita lari akan tetap terpegang, sejauh apapun kita menghindar akan tetap
tertangkap. Ketika segala daya dan upaya telah ditunaikan, maka hanya tinggal
bersimbuh menyerahkan kembali segalanya kepada Sang Penguasa Alam Semesta seraya
memohon pertolongan-Nya.
Yang sulit untuk dinafikan adalah
ketidaknyamanan... kalau tidak boleh dibilang rasa sakit... yang sering datang
mendera. Membebaskan diri dari rasa itu tidaklah mudah. Walaupun banyak produk
farmasi yang bisa membantu meringankan, tapi tetap saja tidak bisa sempurna.,. disamping pasti ada efek samping yang menyertai. Beberapa upaya sederhana bisa dijadikan
andalan untuk terbang meninggalkan raga yang lara demi menggapai kenyamanan.
Dengan hembusan ayat-ayat suci
Kalamullah berharap melegakan tenggorokan, melonggarkan kerongkongan dan
menyejukkan kalbu. Bercengkerama dengan Ar-Rahiim dalam sujud panjang, mengingat
dan menyebut Asma Indah-Nya membuat terlena dalam damai. Namun jika kalimat yang satu ini yang mengalir
dari celah bibir, pasti akan menggandeng butiran mutiara bening dari ujung
pelupuk. Yakni, Astaghfirullaaha wa atuubu ilaih...
Tepukan lembut di pundak mengagetkan.
Anak gadisku telah berdiri di sampingku sembari berkata,
“Umma,
berhentilah menulis jika menulis membuat Umma menangis.”
Aku hanya tersenyum, mengusap pipi
yang basah, kemudian menanggapi perkataannya,
"Tidak
nak, airmata ini hanya untuk membasahi bola mata dan guna melunakkan kalbu.
Sementara membaca dan menulis adalah salah satu cara Umma untuk terbang tanpa sayap...”
Kugenggam tangannya dan melanjutkan ucapan, “Baiklah nak...
sekarang mari tersenyum kembali, agar berbinar bola mata kita dan bermekaran
bunga cinta di hati. Ayo bercengkerama bersama, bercerita berbagi rasa dan bercanda
tawa bahagia... Bantu Umma untuk terbang... walaupun tanpa sayap...”
picture from inet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar