Jika bicara
tentang asuransi kesehatan yang satu ini banyak ulasan yang berbeda, tergantung
dari sudut pandang mana menilainya. Sudut pandang pengelola, peserta, mitra
sampai tokoh agama tidaklah selalu sepaham. Saya tidak akan mengulas semua hal
itu. Saya hanya menuliskan pengalaman teman-teman sesama penderita kanker yang
berobat memakai jalur BPJS Kesehatan dan berdasar pengamatan langsung di
lapangan. Sementara saya sendiri tidak punya banyak pengalaman menggunakan
fasilitas BPJS Kesehatan. Selama menjalani pengobatan dari tahun 2011 hingga
2014 saya menggunakan jalur umum, dan baru mendaftar sebagai anggota BPJS di awal
tahun 2015 saat semua terapi sudah tuntas tinggal kontrol rutin saja.
Selama ini kami
tidak punya asuransi apapun, kecuali asuransi tenaga kerja yang merupakan
ketetapan pemerintah yang tidak bisa dihindari untuk suatu pekerjaan. Awalnya
mendaftar BPJS hanya karena diwajibkan untuk keperluan administrasi perusahaan.
Setelah menjadi peserta saya banyak melihat dan mendapat cerita dari
teman-teman yang mendapat tindakan atau terapi menggunakan fasilitas BPJS.
BPJS kesehatan
adalah asuransi yang sangat murah dibandingkan dengan asuransi lain. Dengan
premi hanya sekitar Rp. 60.000 sudah bisa mendapatkan layanan kesehatan yang
sangat banyak. Unsur untung-untungan ini yang oleh MUI dikatakan mengandung
unsur maisir yaitu mendapatkan keuntungan besar tanpa usaha keras atau
mendapatkan sesuatu yang sangat banyak dengan modal yang sangat kecil. Sehingga
dalam prakteknya ada kemiripan dengan judi, undian atau lotre. Di lain pihak
peraturan BPJS yang mengikat peserta harus selalu membayar premi secara rutin,
jika sekali saja tidak membayar maka tidak akan mendapat layanan, walaupun
sebelumnya sudah rutin membayar. Ini yang oleh MUI dikatakan mengandung unsur gharar
atau penipuan, dimana yang bersangkutan tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan,
yang diperkirakan ada unsur ketidakrelaan. Sementara unsur ribanya adalah jika
dalam pengelolaannya dana yang disetor peserta diputar di bisnis ribawi.
Sehingga yang diberikan kepada peserta yang membutuhkan adalah dana yang
bercampur dengan riba. Untuk menjadikan BPJS sesuai syariah memang perlu
diperbaiki model akadnya dan sistem pengelolaannya.
Sementara
menunggu perbaikan tatakelola BPJS yang tentunya menjadi kewenangan
mereka-mereka pengemban amanah di negeri ini. Kita sebagai rakyat biasa, hanya bisa
berharap tim bersama yang terdiri dari BPJS Kesehatan, MUI, Pemerintah,
DJSN, dan OJK bisa merumuskan peraturan yang sesuai dengan syariah Islam.
Sehingga tidak ada lagi keraguan bagi kita yang telah diwajibkan oleh
pemerintah untuk menjadi peserta.
Kaidah
dhorurohnya adalah berpulang pada cara pandang pribadi. Ini bukan fatwa ulama,
tetapi hanyalah terobosan pemikiran pribadi, yang bisa juga salah (semoga
Allah Ta’ala mengampuniku). Sebagai peserta kita niatkan bahwa premi yang
disetor sebagai infaq atau hibah untuk membantu saudara-saudara setanah air yang sedang
ditimpa musibah sakit, untuk memenuhi kewajiban menjalin hablumminannaas.
Seandainya kita yang tertimpa musibah sakit maka fasilitas BPJS berupa klaim
asuransi kita terima sebagai santunan dari saudara-saudara sesama peserta BPJS.
Jika timbul pertanyaan apakah kita termasuk orang yang pantas menerima santunan itu?
Jawabnya tentu kembali pada cara pandang pribadi tadi. Jika masih mampu
membayar silahkan berobat lewat jalur umum, jika dirasa berat atau tidak mampu atau jika hendak mengambil hak sebagai peserta, maka silahkan
pakai fasilitas BPJS yang kita pandang sebagai salah satu jalan Allah
memberikan rejeki untuk berobat.
BPJS Kesehatan
adalah lembaga nonprofit yang berorientasi pada kegiatan sosial santunan
pengobatan bukan berorientasi keuntungan semata. Walaupun sering pula terdengar
keluhan dari tenaga medis dan paramedis yang menangani pasien BPJS karena
rendahnya penghargaan kepada mereka, tapi kehadirannya sangat dinanti dan diharap
masyarakat kebanyakan.
Keluar dari
polemik di atas, BPJS termasuk asuransi yang sangat bagus dilihat dari luasnya
aspek yang ditanggung. Jika asuransi yang lain kebanyakan hanya menanggung
biaya rawat inap, tidak demikian dengan BPJS yang juga menanggung biaya rawat
jalan. Untuk masyarakat yang tidak mampu, premi ditanggung oleh pemerintah, sementara
untuk pekerja penerima upah premi berdasar prosentase gaji, dan untuk pekerja
bukan penerima upah preminya hanya sekitar Rp. 25 000 sampai Rp. 60.000.
Dari pengalaman
teman-teman penderita kanker cakupan tanggungan BPJS sangat luas. Mulai dari
pemeriksaan awal, observasi, operasi, kemoterapi, radioterapi hingga kontrol
rutin beserta obat rutin hingga beberapa tahun. Jika dijumlah nilainya mencapai
ratusan juta rupiah.
Terus terang kadang saya heran jika ada yang mengeluh dengan antrian yang lama,
administrasi yang banyak/ribet atau pelayanan yang lambat. Malah ada yang mau
protes hingga demo ke BPJS. Kenyataannya pasien BPJS itu mendominasi
rumahsakit-rumahsakit milik pemerintah dan beberapa rumahsakit yang bekerjasama
dengan BPJS sehingga wajar jika setiap hari pasiennya membludak. Wajar pula
jika harus antri panjang. Kadang pasien juga perlu diberi wawasan yang logis,
agar proporsional dalam menuntut haknya.
Mau tahu
keuntungan/manfaat BPJS? Mari kita bandingkan pasien BPJS dengan pasien umum. Misalnya
untuk tindakan mastectomy. Pasien BPJS kadang perlu bolak-balik ke RS untuk
urusan administrasi, menunggu dokter, mencari ruangan rawat inap hingga antri
kamar operasi. Anggap saja perlu waktu
seminggu hingga sebulan. Tapi lihatlah setelah itu mendapat layanan seharga
puluhan juta rupiah. Jika pasien umum maka dirinya atau keluarganya harus
bekerja keras banting tulang selama seminggu hingga sebulan untuk
menghasilkan uang sejumlah itu agar bisa mendapat layanan. Itu artinya bahwa antrinya atau
mondar-mandirnya pasien BPJS dibayar puluhan bahkan ratusan juta. Hanya duduk
mengantri lho, cuma mondar-mandir atau bolak-balik ke RS saja, bukanlah suatu pekerjaan berat, bahkan tidak termasuk kerja keras banting tulang. Jadi tidak elok jika
mengeluh. Sangatlah bijaksana jika tanpa menyalahkan ini-itu, marah sana-sini
atau protes begini-begitu. Bersabar, lapang dada dan banyak bersyukur itu yang seharusnya.
Menurut saya pribadi layanan
BPJS Kesehatan sudah baik, jika ada yang kurang sempurna karena memang masih
dalam proses perbaikan. Seandaianya ada keluhan bisa dikomunikasikan kepada
pihak terkait untuk mendapatkan solusi. Alangkah indahnya jika para pasien yang
telah mendapatkan fasilitas BPJS Kesehatan banyak bersyukur dengan adanya
asuransi tersebut, kemudian berterimakasih kepada peserta lain yang merelakan
dananya dipakai dan bawa mereka dalam doa. Demikian juga kepada pengelolanya, beri
masukan dan saran yang membangun diiringi doa agar mereka bisa mengemban amanah
dana trilyunan rupiah itu dengan baik.
Selama hampir
setahun menjadi peserta BPJS Kesehatan, saya samasekali belum pernah
mendapatkan perlakuan yang buruk. Baik dari pihak BPJS Kesehatan maupun dari
mitra layanannya di tingkat Faskes 1, RS
rujukan di tingkat kota bahkan sampai ke RS rujukan di luar propinsi. Apresiasi
untuk BPJS Kesehatan, Klinik Catur Warga Mataram, RSUD Kota Mataram, RSUD
Propinsi NTB dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Juga untuk tenaga medis dan paramedis yang tetap melayani pasien BPJS dengan baik.
Sebagai salah
satu harapan dari banyak pasien di Indonesia, BPJS Kesehatan memang selalu
dinanti uluran bantuannya, walaupun masih banyak pula yang mencacinya. Semoga
ke depannya pelayanannya semakin baik dan baik lagi.
Terimakasih sharingnya.
BalasHapusSaran, kata praktek diganti dengan kata praktik.
Maturnuwun sarannya mas Sudarmadji...
HapusTerimakasih sharingnya.
BalasHapusSaran, kata praktek diganti dengan kata praktik.