Layaknya
mendapat gelar baru harusnya sangat membahagiakan. Tapi ini mungkin sedikit
berbeda. CS itu gelar baruku. Bukanlah singkatan dari Computer Science, atau
gelar keren yang lain, tapi singkatan dari Cancer’s Survivor. Ooww...dengar
namanya saja mungkin sebagian dari kita akan merasa illfeel, begitu istilahnya
anak jaman sekarang, atau bisa jadi langsung ta’awudz, Na’udzubillaahi min
dzalik. Wajar saja jika demikian, itu bisa dipahami. Serem juga kali ya... Jika
gelar-gelar yang lain orang berebut untuk mendapatkannya, maka tidak demikian
dengan gelar yang satu ini. Bahkan mungkin tidak ada orang yang
mengharapkannya. Namun sejujurnya saya
pribadi sebenarnya merasa bahagia dan bersyukur mendapatkan gelar itu. Lho kok???
Tentu saja jika hal itu ditilik dari satu periode fase kahidupanku, bukan
dilihat dari keseluruhan masa hidup. Mendapat gelar itu berarti aku telah “berhasil
melewati ujian berat”. Tentunya dengan pertolongan Allah Ta’ala. Ya... ujian
berat itu bernama stage 4 breast cancer. Sehingga statusku berubah dari
penderita menjadi survivor, Alhamdulillaah... bukankah itu suatu anugerah yang
patut disyukuri?
Si
silent enemy (yakni cancer) memang datang tanpa dinyana, menggalang kekuatan
tanpa tanda dan bergerilya dalam menyerang. Tanpa disadari, tiba-tiba ia sudah
mempunyai bala tentara yang kuat, telah menguasai banyak wilayah dan berhasil
menyebarkan teror di beberapa tempat.
Jika
tidak ingin dijajah, diporak-porandakan, atau direbut kelangsungan hidupnya,
maka mau tidak mau diri ini harus segera bangkit untuk melawannya. Tidak mudah
memang, tapi juga bukan tidak mungkin.
Beratnya
perjuangan melawan pasukan ca, mengusirnya, melumpuhkannya sampai mematikannya
adalah satu episode tersendiri yang mengharu biru. Setelah ia bisa kita
taklukkan ternyata perjuangan belumlah usai, perang belumlah berakhir. Masih
ada episode baru yang tidak akan pernah berujung yakni perang dingin dengan
label survivor kanker.
Lega
dan sangat bersyukur tatkala hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pasukan ca
sudah tidak terdeteksi lagi. Namun pesan sang komandan berseragam putih tetap
patut diperhatikan. Pasukan ca tidak terdeteksi ada beberapa kemungkinan. Bisa
jadi ia sudah hilang terbuang, bisa juga telah mati, mungkin juga sedang lumpuh
tak berdaya, atau tengah lemah karena jumlah tak seberapa.
Sebenarnya
di dalam tubuh setiap orang selalu ada potensi sel kankernya. Ini bisa dilihat
dari tes darah untuk ca marker. Hasilnya tidak akan pernah ada pada angka 0
(kosong), tetapi selalu punya nilai. Sehingga para peneliti memberikan ambang
batas yang masih dianggap normal. Kanker ini tidak datang dari luar tubuh,
tetapi ada di dalam tubuh. Ca adalah bagian dari tubuh yang sebelumnya
berlaku/berkembang normal menjadi abnormal disebabkan adanya suatu pemicu.
Jika
tidak terdeteksi lagi karena hilang terbuang atau mati itu hal yang sangat baik, namun jika karena sedang lemah,
maka hal ini yang patut selalu diwaspadai. Sementara kita tidak pernah tahu
kanker di tubuh ini sedang dalam keadaan apa.
Melangkah
dalam kehidupan baru sebagai survivor tidaklah gampang. Tapi paling tidak
tidaklah seberat masa pengobatan. Dengan penuh rasa syukur, semangat dan asa
yang membubung, semua terasa membahagiakan.
Secara
fisik sangat banyak perubahan yang kurasakan. Pengalaman pertama kehilangan
mahkota hitam di kepala sungguh sangat berkesan. Apalagi dilanjutkan dengan
yang kedua. Sedih, pastilah itu. Kaget dan heran melihat wajah sendiri, itu
pengalaman unik. Syukurnya alis dan bulu mata tak ikutan lenyap. Peribahasa
patah tumbuh hilang berganti sangat cocok untuk menggambarkan fase ini. Alhamdulillah,
mahkota penggantinya ternyata jauh lebih subur walaupun berubah warna. Tralala...
kesempatan untuk berpenampilan modis dengan eksperimen warna rambut. Selamat
tinggal rambut hitam, selamat datang keceriaan rambut pirang, magenta, pink
atau dust. Menyenangkan bukan...
Perubahan
pada wajah juga terjadi, terutama saat dan sesaat setelah pengobatan. Diri
sendiri dan orang-orang di sekitar yang setiap hari bertatap muka mungkin tidak
terlalu menyadari perubahan itu. Namun tatkala melihat reaksi dari mereka yang
lama tidak bersua, cukup membuat terkejut. “Aku tidak mengenalinya lagi”, “Aku
pangling”, “Waktu telah merubah segalanya”, “Dulu dia begitu sekarang kok jadi
begini” dst, dst. Ibarat mengaca, itulah yang dikatakan cermin. Tak hanya
kupu-kupu yang bisa bermetamorfosis, manusia juga bisa ya... hemmm... menakjubkan.
Ada teman yang mengatakan bahwa kami yang mendapatkan terapi kemo wajahnya jadi
samaaaa semua. Hehehe...tak sepenuhnya salah.
Dengan
senyum dan lapang dada aku berusaha terus bersyukur dan menerima keadaan diri
apa adanya. Kecantikan wajah memang menarik hati. Namun untuk menjadi seseorang
yang menarik hati tak harus cantik wajahnya, tapi bisa dengan akhlaq yang baik,
dengan pikiran yang positif, dengan hati yang tulus, dengan keramahan dan tuturkata
yang santun, dengan kejujuran dan kedermawanan, dsb. Dan itu semua bisa kita upayakan, bisa kita dapatkan dengan usaha.
Tak seperti kecantikan wajah yang sudah menjadi garis nasib.
Semua
terapi penyembuhan kanker tergolong berat. Berat dalam artian efek samping yang
ditimbulkannya sangat besar dan imbasnya bisa seumur hidup. Sebagai contoh
tindakan mastectomy (pengangkatan payudara). Otot, syaraf dan kelenjar getah
bening tak bisa kembali normal walaupun telah bertahun-tahun. Imbasnya tentu
pada kekuatan tangan yang menurun drastis. Yang ini menurut pengalaman
teman-teman yang menjalaninya, karena Alhamdulillah aku tidak diambil tindakan
ini. Namun karena ca pernah indekos di bahu, lengan dan tulang belakangku, maka
kekuatan tangan dan kakiku juga jauh berkurang. Tapi sungguh keadaan itu sangat
aku syukuri, dimana aku masih bisa berjalan walau tidak bisa jauh, masih bisa mengkaryakan
tanganku walau terbatas. Dibandingkan saat si agresor masih aktif, aku harus
mengandalkan kursi roda untuk berpindah tempat sementara kondisi tangan tak bisa
diangkat. Subhanallaah... betapa menyenangkannya bisa berjalan,
Alhamdulillah... syukur yang mungkin dulu baru kusadari tatkala melihat orang
yang tidak bisa berjalan. Tapi sekarang kuresapi sepanjang hariku.
Obat-obatan
kemo juga tak kalah dahsyatnya. Tidak hanya ketika masa terapi, tetapi masih
berimbas dalam jangka waktu yang cukup lama. Obat kemo tidak bisa memilih mana
sel normal dan mana sel abnormal. Semua sel baru akan dibabat habis. Padahal
pada tubuh kita ada beberapa bagian dan organ yang bersifat regeneratif,
diperbaharui secara berkala. Manakala semua sel baru dimatikan, bisa dipastikan
akan menimbulkan dampak yang tidak ringan. Kulit misalnya akan mengalami
penuaan dini. Syaraf juga menurun fungsi sensoriknya. Pengeroposan tulang juga
bisa terjadi. Dan masih banyak lagi. Tetapi semua bisa dinikmati bila kita lapang
hati.
Suatu
saat ada teman sesama survivor yang mengeluhkan dirinya yang jadi pelupa, dan
sedikit lola (loadingnya lama) dibandingkan sebelum kemo. Ini juga salah satu dari efek sampingnya.
Syukurlah ada Al-Qur’an yang bisa dijadikan terapi, karena Al-Qur’an adalah
huda wa syifa’ (petunjuk dan obat). Ini yang kuyakini dengan sepenuh hati.
Sering membaca atau mendengarkan orang membacanya dan berusaha menghafalkannya
ayat demi ayat akan menjadi petunjuk/hidayah, obat dan terapi melawan
degeneratif sel otak, Insya Allah.
Sepanjang
hidup kami harus terus melawan proses degeneratif itu. Asupan mamin diatur dan
dijaga sedemikian rupa. Segala macam sayur dan buah jadi makanan utama, kalah
deh si embek, hehehe... Berbagai macam juice jadi santapan sehari-hari. Mulai
dari yang rasanya manis, kecut, sengir, pahit sampai yang rasanya seperti
tanah, huwek... merem dan tahan napas cara minumnya agar tidak muntah. Temenku
bilang, kayak digelonggong aja, hehehe...bukan sapi aja dong yang digelonggong?
Semua itu demi untuk memulihkan anggota dan organ tubuh pasca pengobatan dan
yang terpenting adalah untuk menghadang agar pasukan ca tak kembali lagi, atau
mencegah mereka bangkit lagi. Menjaga pola pikir jauh dari kecemasan juga tak kalah pentingnya. Sabar dan ikhlas cara untuk menggapainya.
Kadang
aku bergumam layaknya sedang berbicara pada si ca. “Ca, aku makhluq Allah dan
kaupun makhluq-Nya, kau telah mengambil dan merubah banyak hal di diriku. Sudah saatnya kau berhenti menyengsarakanku, janganlah kau menghalangiku untuk
menjalankan kewajibanku sebagai hamba-Nya. Jika taqdirmu berada di tubuhku, tak
apalah karena itu memang kehendak Allah, tapi jangan kau usik aku, diamlah kau,
tidur sajalah kau, agar aku bisa menunaikan amanah yang mesti kuemban dan menuntaskan tanggungjawab yang kupikul.”
Aneh
ya... hehehe... ngomong kok sama sel. Tapi siapa tahu seperti halnya yang
terjadi pada air, yang menurut Dr. Masaru Emoto bahwa air akan membentuk
molekul-molekul yang teratur, halus, indah dan bermanfaat manakala padanya
diucapkan kata-kata yang baik. Insya Allah semoga sel ca itu akan menjadi
sel-sel yang lunak, jinak, dan keluar dari sifat abnormalnya, sehingga tidak
berdampak buruk pada induk semangnya.
Alhamdulillah...
begitu besarnya Kuasa Allah, begitu agungnya Rahman dan Rahim-Nya, begitu indah
skenario yang Dia buat hingga tak mampu aku ungkapkan dengan bahasa apapun.
Menjadi Cancer’s Survivor dengan berbagai ketidaknyamanan yang sering timbul
tenggelam kumaknai bagaikan bandul lonceng yang tak henti bergoyang, ke kiri
untuk istighfar dan ke kanan untuk bersyukur. Akan terus seperti itu hingga
masanya nanti ia akan berhenti bergoyang, tatkala tak ada waktu lagi untuk
berdiam di dunia ini. Waj’alnii bi husnil khootimah...